Kelangkaan Solar Ganggu Ekonomi Daerah

Minggu, 31 Maret 2013 – 10:33 WIB
KRISIS bahan bakar minyak (BBM) jenis solar berlangsung sejak dua bulan terakhir benar-benar memukul laju perekonomian di Sumbar. Bahkan imbasnya tak hanya merontokan sektor riil, namun perusahaan sebesar PT Semen Padang pun juga sudah terkena imbas. Ini ditandai dengan mulai tergerusnya produksi perusahaan pelat merah terbesar di Sumbar tersebut. Jika persoalan ini tak segera tertangani secara serius, bukan tak mungkin beberapa usaha bersentuhan langsung dengan solar bakal rontok satu per satu.
 
Terbaru, Bank Indonesia melansir kelangkaan solar telah memicu inflasi barang-barang kebutuhan pokok sebesar 5 persen di Padang. Laju inflasi ini terus bergerak naik, bila tak ada penanganan serius dari stakeholders (pihak berkepentingan) di Sumbar. Terutama memperketat pengawasan dalam distribusi solar bersubsidi ini, sehingga tak lagi “dicuri” angkutan pengangkut hasil tambang, hutan dan perkebunan. 

Distribusi merupakan bagian yang sangat penting dalam menimalisir dampak atau gejolak kenaikan harga barang. Jika distribusi terganggu, pasokan barang kebutuhan pokok juga terganggu. Akibatnya, sebut Pimpinan BI Perwakilan Wilayah VIII, Mahdi Mahmudy, kenaikan harga pasti terjadi pada sejumlah komoditi, walau kenaikan itu terjadi secara tidak langsung.

Persoalan krisis solar ini, juga tak luput dari pengamatan DPRD Sumbar khususnya Komisi II membidani keuangan dan perekonomian. Wakil rakyat ini menekankan pentingnya segera mencarikan jalan keluar terhadap persoalan ini. Apalagi sekarang ini saja imbasnya sudah ke mana-mana, padahal krisis solar baru berlangsung sekitar dua bulan terakhir. Bila tak ada penanganan serius, bukan tak mungkin semua sendi perekonomian masyarakat terkena imbasnya. 

”Krisis solar ini sudah sangat mengkhawatirkan. Sudah merata di 19 kabupaten/kota di Sumbar. Makanya, perlu penanganan serius dan tindakan cepat. Harus dicari apa akar persoalan semua ini. Kalau tetap dibiarkan lepas tanpa kendali, rontoklah semua sendi perekonomian Sumbar,” kata Ketua Komisi II DPRD Sumbar Zulkenedi Said kepada Padang Ekspres (Grup JPNN), Sabtu (30/3).  

Persoalan ini, imbuh politisi Partai Golkar ini, sudah berulangkali disampaikan kepada Gubernur Sumbar Irwan Prayitno. Bahkan, pada sidang paripurna Jumat pekan lalu, Zulkenedi mewakili koleganya di Komisi II juga sudah mempertanyakan kepada gubernur. Namun, jawaban diutarakan gubernur menurutnya belum menyentuh substansi persoalan. Harusnya, perlu dilakukan langkah-langkah konkret dan terukur.

”Kalaulah akar persoalannya berada pada Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 1 Tahun 2013 tentang Pengendalian Penggunaan Bahan Bakar Minyak, sehingga Pertamina membatasi kuota solar. Gubernur pun perlu mencermati lagi penerapan permen tersebut. Pasalnya, mengacu pasal 4 (b) permen tersebut, saharusnya sampai sekarang ini, Sumbar belum termasuk daerah terkena penerapan permen ini. Namun, kok seperti ini jadinya,” sebut rang Pasaman Barat ini. 

Seperti diketahui, pasal 4 (b) Permen ESDM No 1 Tahun 2013 menyebutkan,”Untuk jenis BBM tertentu berupa minyak solar (gas oil) pada  wilayah:  1.  Provinsi  DKI  Jakarta,  Kota  Bogor,  Kabupaten  Bogor,  Kota  Depok,  Kota Tangerang,  Kabupaten

Tangerang,  Kota  Tangerang  Selatan,  Kota  Bekasi,  Kabupaten  Bekasi  terhitung  mulai  tanggal  1  Februari  2013  dilarang  menggunakan  jenis  BBM  tertentu  berupa  minyak  solar (gas oil); 2. Provinsi Banten,  Provinsi  Jawa  Barat,  Provinsi  Jawa  Tengah,  Provinsi  Daerah  Istimewa  Yogyakarta,  Provinsi  Jawa  Timur  dan  Provinsi  Bali  terhitung  mulai  tanggal  1  Maret  2013 dilarang  menggunakan  jenis  BBM  tertentu berupa minyak solar (gas oil).”

Bila mengacu pada aturan ini, tambah Zulkenedi, seharusnya Sumbar belumlah provinsi termasuk menerapkan aturan ini. Anehnya, kenapa krisis solar turut terjadi di Sumbar. Bahkan, pantauan Komisi II DPRD Sumbar di lima kabupaten/kota, krisis solar hampir terjadi di setiap SPBU. Persoalannya, menurut pengelola sejumlah SPBU sebut Zulkenedi, kuota solar sejak beberapa waktu belakangan sudah dikurangi Pertamina. Pengurangannya berkisar mulai 30-50 persen, makanya wajar terjadi krisis solar di Sumbar.

“Wajar muncul beragam persepsi di masyarakat. Termasuk, dugaan ada pihak “bermain” dalam persoalan ini. Solar sengaja dibiarkan langka di masyarakat, sehingga bisa menjadi senjata ampuh bagi pengelola perminyakan di Sumbar mendesak DPR RI menaikan harga BBM. Kalaulah dugaan ini, tentu kita prihatin sekali. Apalagi kalangan paling terkena dampak dalam persoalan ini, tak jauh-jauh dari masyarakat berekonomi kecil,” katanya.

DPRD Sumbar merasa heran juga, kenapa pemilik SPBU ataupun Hiswana Migas tenang-tenang saja menyikapi persoalan ini. Seharusnya elemen ini perlu lebih “garang” menyikapi ini, sehingga bisa diketahui akar persoalan dan jalan keluar terhadap persoalan ini. Kalaulah tetap diam, jelas kurang baik juga dan malahan bisa menimbulkan asumsi-asumsi baru soal krisis solar ini.

“Kita minta juga kepada pemprov atau pun elemen penting lainnya, transparan menyikapi persoalan ini. Kalau nyatanya Permen ESDM itu benar-benar sudah memasukan Sumbar sebagai daerah terkena dampak, harusnya perlu dijelaskan juga kepada masyarakat. Bukan seperti ini, terkesan dibiarkan berlarut-larut. Atau naikan saja harga BBM, sehingga jelas juga bagaimana masyarakat harus menyikpainya. Sekarang kan tidak, sudahlah langka, harganya pun berkejelasan,” tegasnya.

Menyikapi ini, Gubernur Sumbar Irwan Prayitno  mengaku tak bisa berbuat banyak, karena antrean kelangkaan truk di sejumlah SPBU ini disebabkan penerapan Permen ESDM No 1 Tahun 2003. Gubernur mengatakan, antrean solar subsidi ini hampir merata terjadi di seluruh daerah di Indonesia. Menurutnya, kelangkaan solar subsidi disebabkan pengusaha pertambangan, hutan dan perkebunan belum menjalankan Permen ESDM No 1 Tahun 2013.

“Seharusnya mereka membeli minyak nonsubsidi. Karena itu, Pemprov akan meningkatkan sosialisasi pada pengusaha angkutan usaha perkebunan dan pertambangan,” ulasnya. (*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Perjalanan Dinas Diperketat

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler