JAKARTA - Rombongan misterius yang melakukan penembakan terhadap empat tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Sleman pada Sabtu (23/3) ternyata datang membawa dan menunjukkan surat izin dari Polda Daerah Istimewa Yogyakarta sebelum masuk ke dalam lapas. Meski belum diketahui mengapa mereka bisa mengantongi surat itu untuk bisa masuk ke dalam Lapas.
Hal ini diungkapkan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana yang sudah memperoleh laporan kronologis lengkap terkait penyerangan dan penembakan yang terjadi di Lapas Sleman itu.
"Saya mendapat laporan, mereka datang dengan berpakaian rapi dan menunjukkan surat dari Polda DIY minta untuk masuk. Tetapi oleh penjaga pintu utama Supratikno ditolak sehingga mereka menodongkan senjata pada petugas," ujar Denny dalam jumpa persnya di gedung utama Kemenkumham, Jakarta Selatan, Sabtu siang.
Tak hanya menodongkan senjata, kata Denny, rombongan ini juga menunjukkan granat dan memaksa sambil mengancam masuk. Setelah berada di area pintu utama, baru diketahui ternyata rombongan itu berjumlah kurang lebih 10 hingga 15 orang.
Mereka lalu meminta kunci blok hunian. Namun oleh petugas dijawab, kunci disimpan oleh Kepala KPLP Margo Utomo di rumah dinasnya. Meski mendapat keterangan itu, dua orang dari rombongan tetap memaksa salah satu petugas yaitu Supratikno untuk mengantarkan ke rumah Margo dengan todongan senjata laras panjang.
Sementara itu, lanjut Denny, Kepala Jaga Edi Prasetyo dipaksa dengan todongan senjata laras panjang oleh dua orang anggota rombongan untuk menunjukan ruangan Kalapas dan tempat penyimpanganan alat perekam cctv di lantai II.
"Setelah sampai depan ruang Ka Lapas, Edi dipaksa tiarap sehingga tidak tahu apa yang terjadi di ruang Kalapas," kata Denny.
Setelah mendapatkan kunci dari Margo yang membawa kunci kotak, kata Denny, rombongan memaksa Margo membuka dan mencari kunci yang dibutuhkan. Margo enggan dan berusaha menelpon Kalapas untuk meminta persetujuan terlebih dahulu.
Namun, belum juga direspon teleponnya, handphone milik Margo pun dirampas para orang asing itu. Mereka lalu meminta Edi untuk menunjukkan kunci yang diperlukan dengan menodong senjata laras panjang.
Petugas blok Widayat dan Tri Widodo yang melihat aksi itu, papar Denny, berusaha membantu para kepala Lapas itu. Namun dicegah oleh beberapa orang dari kelompok itu. Mereka ditodong senjata laras panjang dan diminta tiarap.
Tri Widodo kemudian diminta membuka Blok A Kamar no 5 yang berisi 35 orang tahanan. Setelah itu ia didorong dan diminta tiarap lagi. Punggungnya diinjak dan ditodong senjata laras panjang.
"Petugas tidak tahu lagi apa yang mereka lakukan, setelah beberapa menit mereka berlari keluar meninggalkan blok. Saat petugas bangun dan melihat kamar sudah ada empat tahanan yang tewas. Rombongan itu keluar lapas pukul 01.05 WIB. Mereka melarikan diri dengan mobil yang diparkir di area lapas," pungkas Denny. Ia mengaku belum mengetahui, laporan selanjutnya atas kasus ini. (flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Wacana Pengadilan HAM Adhoc Dinilai Terlambat
Redaktur : Tim Redaksi