Kelompok Suporter Tolak Politisasi Sepak Bola di Pilkada Jakarta

Jumat, 06 September 2024 – 15:21 WIB
Ilustrasi Pilkada. Grafis: Sultan Amanda Syahidatullah

jpnn.com, JAKARTA - Kelompok suporter klub sepakbola Perserikatan Sepak Bola Jakarta Utara (Persitara) NJ Mania meminta kontestasi pemilihan gubernur DKI Jakarta tahun 2024 tidak diwarnai politisasi isu sepak bola.

Tidak hanya bagi para pasangan calon (Paslon) dan tim pemenangan, semua pihak diharapkan bisa menjaga kondusifitas serta tidak menarik sepakbola menjadi isu politik.

BACA JUGA: Ahmad Ali-Abdul Karim Mengaku Maju Pilkada Sulteng atas Mandat Prabowo

Ketua Umum NJ Mania Parid mengatakan para kontestan politik wajar saja melakukan pendekatan untuk mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Namun demikian, isu yang berkembang belakangan ini malah menjadikan sepakbola menjadi komoditas politik yang berpotensi memecah belah ekosistem sepakbola.

BACA JUGA: Polres Siak Gandeng TNI Hingga Pemerintah Kampanyekan Pilkada Damai Melalui Podcast

"Tidak salah setiap Paslon mencoba membangun relasi dan dukungan dari salah satu kelompok suporter klub besar. Yang jadi persoalan ketika ada politisasi dengan dikotomi identitas dan berpotensi memicu gesekan akar rumput," katanya.

Dijelaskan Parid, secara sosial dan psikologis, suporter umumnya memiliki karakter yang loyal dan militan.

BACA JUGA: Elektabilitas Andika-Hendi di Survei LKPI 64,8 Persen, Berpotensi Menang di Pilkada Jateng

Tidak hanya loyal dan militan dalam memberi dukungan di pinggir lapangan, para suporter sepakbola merupakan pribadi yang menjadikan klub idolanya sebagai bagian dari identitas diri.

Dilanjutkan Parid, kebanyakan dari anggota suporter adalah anak muda yang secara psikologi masih dalam proses pencarian jati diri dan cenderung labil.

Karena itu, membuat dikotomi yang tajam dan memancing emosi dengan isu perbedaan identitas klub secara serampangan akan rawan memicu konflik.

Dengan segala pertimbangan tersebut, mempolitisasi isu sepakbola menurut Parid akan berdampak luas dan berkelanjutan ke depannya.

Tidak akan selesai saat kontestasi berkesudahan, dampak perpecahan yang timbul nantinya bakal menjadi akar persoalan dan kerawanan sosial baru.

"Jangan dibuat seolah, misal A adalah pendukung Biru dan musuh dari pendukung oranye. Imbasnya tidak hanya saat Pilgub saja, pasti berkepanjangan," tegasnya.

Diingatkan Parid, saat ini kepemimpinan Erik Tohir di PSSI terus berupaya membangun harmonisasi ekosistem sepakbola. Menurut Parid, tidak hanya berusaha meraih prestasi, visi PSSI saat ini ditafsirkannya membangun sepakbola menjadi alat perekat bangsa.

Selain mengingatkan bahaya perpecahan dampak dari politisasi isu sepakbola, Parid juga berharap para kandidat bisa memberikan perhatian dan kesempatan setara kepada seluruh kelompok masyarakat di Jakarta.

Dicontohkannya, perlakukan tehadap kelompok masyarakat eks Kampung Bayam, agar tidak diberi eksklusifitas dan kesempatan yang sama dengan warga lain untuk mendapat hunian di Rusun JIS.

"Pembangunan JIS serta Rusun itu dari duit warga Jakarta. Kesempatan ekslusif memiliki Rusun bagi mereka akan membangun kecemburuan dan rasa ketidakadilan bagi masyarakat," ujarnya.

Karena itu, Ia mengimbau para kandidat cagub dan cawagub bisa mempelajari lebih dalam tentang akar budaya dan sosial di DKI Jakarta agar memiliki pemahaman yang utuh berbagi hal di Jakarta.

Seperti halnya klub sepak bola era perserikatan, dibangun berbasis kota, dan DKI Jakarta saat ini memiliki 5 kota serta 1 kabupaten administrasi.

"Paslon bertemu Bang Foke untuk memahami budaya Betawi itu sudah langkah bagus. Tapi kami harap juga pelajari akar sosial lain sehingga akselerasi Jakarta menuju kota global akan lebih smooth dan mulus," tandasnya. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler