Abdul Rohim Ba’asyir, putra Ba’asyir, menyesalkan pemindahan yang terkesan mendadak itu. ’’Kami sama sekali tidak diberi tahu,’’ katanya.
Tak hanya keluarga, menurut Iim –panggilan Abdul Rohim–, pengacara Ba’asyir juga tidak diberi tahu. ’’Kami mencemaskan kondisi kesehatannya. Beliau sudah sepuh, sudah tua,’’ ujarnya.
Perlakuan dan pengawalan polisi kepada Ba’asyir saat pemindahan dinilai berlebihan. Iim mendapat informasi, banyak polisi yang dikerahkan untuk menjaga ayahnya hingga tujuan. ’’Orang yang sudah tua kok dipindah malam-malam, masih dikawal ketat lagi. Cara ini yang sangat disesalkan keluarga,’’ katanya.
Ditempatkan dengan siapa, di ruang mana, dan bagaimana kondisi kesehatan Ba’asyir masih menjadi tanda tanya bagi keluarga. Iim mengatakan, keluarga ingin secepatnya berangkat ke Nusakambangan untuk melihat langsung kondisi ayahnya. ’’Tapi, informasi yang saya dengar, pada Sabtu dan Minggu penjenguk tak bisa masuk. Mungkin Senin nanti keluarga ke sana,’’ tuturnya.
Secara terpisah, Jamaah Ansharut Tauhid (JAT), organisasi yang didirikan Ba’asyir, menyebut pemindahan Ba’asyir itu merupakan bentuk penculikan oleh polisi. ’’Amat memprihatinkan. Kondisi beliau yang hanya mengenakan pakaian seadanya, baju koko putih berkain sarung, diangkut dengan menggunakan mobil tahanan duduk di bangku pojok belakang diapit petugas untuk sebuah perjalanan darat 400 km atau delapan jam perjalanan,’’ kata Juru Bicara JAT Sonhadi, Sabtu (6/10).
Pemindahan itu, menurut mereka, juga merupakan bentuk ketakutan berlebihan Polri. ’’Apa karena ini menjelang peringatan bom Bali Oktober 2002. Ini pesanan asing dan sekutunya untuk menzalimi ulama,’’ ujarnya.
Dikonfirmasi soal itu, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Suhardi Alius menjelaskan, pemindahan Ba’asyir sudah memenuhi prosedur. ’’Beliau memang dipindah ke Cilacap agar lebih dekat dengan keluarga,’’ katanya. (rdl/c4/ttg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mundur dari Polisi, Novel Pilih Jadi Pegawai KPK
Redaktur : Tim Redaksi