Keluarga seorang anak asal Indonesia Dimas Tri Wibowo masih menunggu keputusan dari Menteri Imigrasi Australia mengenai permohonan mereka menetap permanen di sana. Upaya keluarga Dimas
BACA JUGA: PBB Selidiki Pelanggaran HAM Para Tahanan di Australia
Keluarga Dimas yang sekarang tinggal di Canberra sejak awal Juni lalu sudah terlibat dalam kampanye publik guna mendesak agar permohonan mereka menjadi permanent resident di Australia diterima walau Dimas didiagnosa memiliki autisme.
Sejak awal Juni, sudah berada petisi online dan sejauh ini sudah mendapatkan lebih dari 32 ribu tandatangan.
BACA JUGA: Usulan Denda Rp 2 Juta di Australia Karena Seberangi Jalan Sambil Lihat HP
Ibu Dimas, Yuli Ryndiawati kepada wartawan ABC Indonesia Sastra Wijaya hari Rabu (10/7/2019) mengatakan bahwa mereka sudah mendapatkan perpanjangan visa untuk tinggal di Australia sampai tanggal 2 Agustus 2019.
Sebelumnya bridging visa yang mereka miliki berakhir awal Juli lalu namun karena belum adanya keputusan dari Menteri terkait, visa mereka diperpanjang lagi.
BACA JUGA: Pembantaian Etnis Terjadi Lagi di PNG, 16 Perempuan dan Anak-Anak Jadi Korban
Menurut Yuli, besar kemungkinan bahwa keputusan akan dikeluarkan oleh Menteri Imigrasi Australia berkenaan dengan kasus mereka dalam waktu dekat, dan dia berharap akan adanya keputusan yang positif.
Setelah adanya petisi, kasus yang dialami oleh keluarga Dimas Tri Wibowo ini mendapat pemberitaan dari media di Indonesia termasuk ABC, dan media di Australia seperti SBS, harian Canberra Times dan jaringan televisi nasional 9 News.
"Kami masih menunggu keputusan dari Menteri, dan kami sudah mengirimkan laporan psikologis terbaru yang diminta oleh pihak Kementerian, karena laporan psikologis dan kesehatan sebelumnya yang kami sertakan berasal dari tahun 2010." kata Yuli. Photo: Dimas menulis "Tolong jangan deportasi kami' (Foto: Yuli Ryndiawati)
Yuli telah membawa Dimas untuk bertemu dengan psikolog, dan laporan psikologi tersebut yang salah satunya akan dijadikan pegangan bagi Menteri Imigrasi untuk menentukan apakah keluarga Dimas Wibowo bisa menetap selamanya di Australia.
Hal yang menggembirakan menurut Yuli adalah bahwa peniliaian psikolog mengenai keadaan Dimas sekarang adalah bahwa Dimas sudah banyak mengalami kemajuan berada dalam kategori moderate spectrum dalam soal autismenya tetapi berada di kategori mild spectrum.
Selain laporan psikolog yang tenggat laporannya harus masuk ke Kementerian hari Jumat (12/7/2019), Yuli Ryndiawati mengatakan bahwa dokumen-dokumen lain yang mendukung mereka untuk bisa tetap tinggal di Australia sudah dikirimkan ke menteri.
"Petisi, surat duungan dari berbagai organisasi, politisi dan komunitas serta juga publikasi di media sudah kami kirimkan."
"Setelah mereka menerima, petugas yang menangani kasus ini kemudian meminta bukti baru soal laporan psikologi untuk Dimas, dan bukti lain bahwa saya, suami dan anak saya Adela bekerja, bukti anak saya Adela dan Ferdy sekolah." tambah Yuli lagi.
Dalam beberapa pekan terakhir, Yuli Ryndiawati mengatakan dia dikuatkan dengan adanya petisi dan pemberitaan mengenai apa yang dialami keluarganya.
"Harapan kami mudah-mudahan dengan banyaknya publikasi dari media dan tanda tangan di petisi bisa menjadi pertimbangan tersendiri dan hasilnya kami tidak di deportasi." kata Yuli.
Sejak adanya pemberitaan menurut Yuli, keluarga mereka banyak mendapat dukungan.
"Reaksi paling banyak dari masyarakat Canberra."
"Banyak sekali dari masyarakat Canberra yang menyapa kami ketika kami bekerja atau bahkan sedang berbelanja dan mereka menyapa dan langsung mengatakan kalau mereka sudah lihat berita kami dan ikut concern dengan situasi keluarga kami dan sudah ikut tanda tangan petisi."
"Ada yang juga langsung menulis surat ke Menteri Imigrasi dan juga yang menulis surat ke anggota parlemen mereka." tambah Yuli lagi. Dimas anak berkebutuhan khusus tapi tidak membebani negara
Dimas Tri Wibowo adalah anak ketiga dari keluarga Yuli Ryndiwati dan Heri Prayitno yang pindah ke Canberra di tahun 2009 karena menempuh program doktoral di bidang ekonomi di University of Canberra.
Ketika mendaftar di sekolah dasar, Dimas kemudian disinyalir berkebutuhan khusus dan setelah beberapa pengujian dan wawancara Dimas didiagnosa memiliki autisme.
Tahun 2016 keluarga Yuli mengajukan visa tinggal permanen di Australia dengan pertimbangan bahwa Dimas akan lebih mudah beradaptasi dengan kehidupan di Australia.
"Ini bukanlah keputusan yang mudah, karena keluarga besar di Indonesia meminta kami untuk kembali ke Tanah Air," kata Yuli mengenai alasan dia mengajukan visa permanen.
Namun dalam pemeriksaan kesehatan sebagai bagian dari persayaratan visa tersebut Dimas dinyatakan tidak lolos.
"Kondisi autismenya dianggap Public Interest Criteria (PIC), menurut peraturan Imigrasi, berbiaya signifikan terhadap layanan kesehatan dan masyarakat Australia," kata Yuli.
Yuli kemudian mengajukan banding atas putusan Imigrasi ke Administrative Appeal Tribunal (AAT) dan Dimas diberi kesempatan untuk tes kesehatan lagi.
Dari hasil tes kesehatan yang kedua, kondisi autisme Dimas turun dari tingkat severe (parah) menjadi moderate, dan kemampuan komunikasi Dimas meningkat dari non-verbal menjadi tertunda bicara (speech delay).
Namun dengan semua dokumen pendukung yang diserahkan ke AAT, pengajuan visa permanen oleh Yuli masih ditolak dengan alasan yang sama dengan Departemen Imigrasi.
Sebagai upaya terakhir, seorang dosen di University of Canberra, Cameron Cordon memulai petisi online guna membantu perjuangan keluarga Dimas.
Yuli Ryndiawati mengatakan bahwa meski Dimas berkebutuhan khusus namun selama ini mereka tidak pernah menjadi beban di Australia dan keluarga itu sudah mempersiapkan Dimas untuk bisa mandiri.
Simak berita-berita ABC Indonesia lainnya di sini
BACA ARTIKEL LAINNYA... Indonesia Akan Kembalikan 8 Kontainer Limbah Kertas Bercampur Limbah B3 Asal Australia