jpnn.com, SURABAYA - Rumah Sakit (RS) Wiyung Sejahtera membantah tudingan menelantarkan jenazah Pasien Dalam Pengawasan (PDP) berinisial T (72) asal Kebraon, Surabaya.
Humas Rumah Sakit (RS) Wiyung Sejahtera, Angelia Merry mengatakan, sebelum meninggal almarhum sempat menjalani beberapa pemeriksaan dan menunjukkan gejala terinfeksi covid-19. Maka dari itu, yang bersangkutan ditetapkan sebagai PDP.
BACA JUGA: Empat Penjemput Paksa Jenazah Positif Covid-19 Jadi Tersangka
"Maaf, kalau soal hasil diagnosa kami tidak bisa memberi info. Karena ini kode etik. Tapi hasil rapid testnya non-reaktif," kata Angelia.
Menurut Angelia, pihak keluarga menolak ketika ditawari untuk dilakukan swab tes Polymerase Chain Reaction (PCR). Pihak keluarga mengaku keberatan dengan biayanya.
BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Jenderal Pramono Minta Maaf, Jangan Pinjamkan Dana ke Garuda, RUU HIP
Kata Angelia, soal biaya masih wajar, mengingat RS Wiyung Sejahtera bukanlah rumah sakit rujukan covid-19 yang ditunjuk oleh pemerintah.
"Keluarga saat itu menolak swab, karena keberatan biaya," ujarnya.
BACA JUGA: Lima Orang Penjemput Paksa Jenazah PDP Reaktif Covid-19
Angelia mengungkapkan, RS Wiyung Sejahtera telah melakukan perawatan jenazah sesuai protokol covid-19.
Pihak RS bahkan telah menawarkan proses pemakaman dengn protokol covid-19 di TPU Babat Jerawat atau Keputih, tetapi pihak keluarga menolaknya.
"Kami sudah menjalankan sesuai prosedur, termasuk pemakaman menggunakan protokol corona, tapi ditolak pihak keluarga," katanya.
Dia mengatakan, RS Wiyung Sejahtera sudah menerapkan sesuai SOP. Yakni memandikan serta menshalati jenazah, kemudian memasukkan ke kantong dan peti jenazah.
"Tidak benar kami menelantarkan jenazah itu. Kami menjalankan sesuai panduan Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam. Dan Kami menggantikan kafan dengan kantong jenazah dari bahan plastik yang tidak tembus air," katanya.
Angelia juga mempermasalahkan pihak keluarga dan warga setempat membuka peti jenazah. Padahal peti tersebut telah ditutup rapat dan dikunci.
Meski alasan warga membuka peti itu sesuai adat setempat, tetapi hal itu tidak dibenarkan, karena bisa membahayakan warga lain tertular Covid-19.
"Peti sengaja dibuka. Tidak mungkin peti terbuka sendiri. Padahal dikunci dengan 8 skrup. Ini selain berisiko terjadi penularan juga melanggar UU," katanya.
Angelia berharap, masyarakat mengerti bahwa membuka peti saat memakamkan jenazah PDP Covid-19, bisa menimbulkan dampak yang sangat berbahaya. Dia berharap agar peristiwa ini tidak terulang lagi. (ngopibareng/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia