jpnn.com - JAKARTA - Tidak tuntasnya pembahasan raperda reklamasi Pantai Utara Jakarta, membuat bos Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan, gerah.
Investasi yang dikeluarkan sudah sangat besar. Jika tidak ada raperda, maka pembangunan akan macet. Aguan mengaku pernah memerintahkan anak buahnya Manajer Perizinan PT Agung Sedayu Group, Saiful Zuhri alias Pupung menanyakan kepada (mantan) Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta M Sanusi mengapa raperda lama selesai.
BACA JUGA: Kesaksian Yung Yung soal Aguan, Ahok dan Pempek
"Karena saya tidak dekat Sanusi, lebih banyak melalui Pupung. Kalau ke Sanusi langsung tidak pernah," ujar Aguan saat sidang suap raperda reklamasi terdakwa Ariesman dan anak buahnya Trinanda Prihantoro di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (27/7).
Dia mengaku tidak pernah tahu detail apa isi dan bagaimana pembahasan raperda. Yang dia pikirkan ialah kapan pembahasan itu selesai. "Saya hanya memikikan kapan selesai, ada masalah apa, kenapa tidak selesai," kata dia.
BACA JUGA: Ahok: Bu Mega, Saya dan Teman Ahok Pakai Parpol
Setelah itu dia meminta Pupung menanyakan kepada Sanusi, anak buahnya itu kemudian memberikan laporan. Pupung melaporkan bahwa persoalannya karena paripurna pengesahan raperda di dewan tidak pernah kuorum.
"Saya pernah sampaikan Pupung, bagaimana Sanusi bahwa ini perda untuk pembangunan. Kalau tidak semua macet. Pembangunan tidak jalan. Sementara investasi sudah besar," katanya.
BACA JUGA: Ternyata...Aguan dan Ahok
Hakim kemudian menanyakan soal perbandingan untung dan rugi jika raperda cepat dibahas atau tidak.
Aguan menjelaskan, bertahun-tahun ia mengajukan urban design guideline (UDGL) atau panduan rancang kota. Namun, tidak pernah diberikan. Sebab, emprov beralasan menunggu raperda disahkan. "Jadi kami tunggu hampir tiga tahun (izin UDGL)," katanya.
Aguan membenarkan bahwa ia menghendaki raperda disahkan. Namun, kata dia, paripurna pengesahan raperda tidak pernah kuorum. Dia mengaku tidak tahu apa alasan tidak pernah kuorum. "Saya tidak mendengar apa-apa, tapi feeling saya karena (masalah) politik," tegasnya.
Namun, ia menegaskan, jika raperda tidak ada, sebenarnya bisa menyelesaikan reklamasi dengan payung hukum Perda Nomor 8 tahun 1995. Nah, ia menambahkan, alasan ini juga pernah disampaikan kepada Pemprov DKI Jakarta. Pihaknya pun memberitahu pemprov jika reklamasi yang dilakukan sudah berdasarkan Perda Nomor 8 tersebut.
"Kami kasih Pemda kalau kami punya izin, baru kaget. Jadi waktu itu pemda bilang jalani saja. Namun karena ada kejadian ini (kasus reklamasi) semua setop," ujarnya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Soal Calon Wakil Gubernur, Golkar Serahkan ke Ahok
Redaktur : Tim Redaksi