Kemah Nusantara

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Senin, 14 Maret 2022 – 14:32 WIB
Presiden Jokowi menerima tanah dan air dari DKI Jakarta yang dibawa Gubernur Anies Baswedan di Kawasan Titik Nol Kilometer Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Kalimantan Timur, Senin (14/3). Tangkapan layar akun Setpres di YouTube

jpnn.com - Presiden Jokowi mengawali rangkaian pembangunan ibu kota baru dengan ritual Kemah Nusantara, menginap semalam, Minggu (13/3).

Jokowi mengumpulkan tanah dan air dari semua provinsi di Indonesia yang dibawa oleh masing-masing gubernur.

BACA JUGA: Pak Jokowi Sampai Tertawa, Kendi Air Keramat dari Ridwan Kamil Lama Terkuras di IKN

Ritual ini merupakan praktik budaya pindah rumah orang Jawa. Seremonial itu menjadi gaya khas Jokowi yang akrab dengan budaya Jawa yang berbau kejawen.

Di berbagai wilayah dunia budaya pindah rumah punya kekhasan masing-masing. Di Barat ada pesta kecil yang disebut ‘’house warming party’’ alias pesta menghangatkan rumah.

BACA JUGA: Anies Jadi Gubernur Pertama Menyerahkan Tanah dan Air di IKN, Tak Ada Salam ke Jokowi

Biasanya, seseorang yang pindah rumah atau apartemen mengundang sejumlah kerabat dan teman-teman dekat ke rumah baru dan mengadakan pesta kecil, makan-makan, minum-minum sambil bercengkerama santai. Tidak ada ritual khusus apa pun dalam pesta ini.

Orang Jawa punya tradisi tersendiri ketika hendak pindah rumah. Salah satunya disebut sebagai ‘’Ngangslupi Omah’’ yang mirip dengan house warming party, tetapi dilengkapi dengan tradisi klenik khas kejawen. Dalam prosesi itu tuan rumah melakukan kulanuwun, izin masuk ke rumah yang baru.

BACA JUGA: Ganjar Serahkan Dua Kendi Emas di IKN, Ada Perbincangan, Jokowi Tersenyum

Tradisi kejawen mengakui keberadaan makhluk metafisis sejenis jin, demit, setan, perayangan, yang menguasai tempat-tempat tertentu.

Pemercaya kejawen percaya semua tempat ada penunggunya, dan para penunggu dari kalangan makhluk halus itu punya komandan atau penguasa yang disebut sebagai ‘’baureksa’’ yang menjadi penguasa di wilayah itu.

Prosesi ngangslupi omah adalah upaya minta izin dan minta perlindungan spiritual dari penguasa dunia gaib setempat. Upacara dilakukan secara simbolik dengan membawa beras, sejumput tanah dari rumah lama, sapu lidi, kendi, tikar, bantal, dan guling disertai dengan lampu tempel ublik yang sudah menyala.

Menurut Prof Simuh, dunia simbolik orang Jawa penuh dengan perlambang yang punya makna tertentu. Beras melambangkan kemakmuran, sedangkan air melambangkan kelimpahan rezeki.

Beras dan air bersih harus dibawa masuk lebih dahulu saat pindah rumah. Beras itu dicuci, kemudian air beras pusuhan tersebut dipercikkan ke sekeliling rumah.

Seseroang secara simbolis menyapu halaman dengan sapu lidi, dan di belakangnya sejumlah orang memercikkan air dan menyebarkan beras ke sekeliling. Setelah prosesi selesai baru rombongan kemudian memasuki rumah.

Di daerah lain di Jawa upacara pindah rumah disebut sebagai ‘’slup-slupan’’ atau selamatan untuk menempati rumah baru. Rangkaian ritual dan prosesinya tidak jauh beda dengan ‘’ngangslupi omah’’. Istilah ‘’ngangslupi’’ punya akar kata yang sama dengan slup-slupan, yaitu ‘’slup’’.

Prosesi selamatan slup-slupan dimulai dengan mengundang keluarga besar dan tetangga sekitar, biasanya satu dusun. Setelah tamu undangan hadir, uba rampe berupa nasi gurih beserta pelengkapnya diletakkan di tengah undangan, kemudian didoakan.

Setelahnya dibagi untuk dimakan bersama-sama. Praktisi kejawen menganggap momentum pindah rumah baru sebagai saat yang sakral.

Ritual slup-slupan yang lengkap biasanya diawali dengan orang memegang sapu lidi untuk menyapu, dan satu orang lagi memegang lampu minyak dan kendi tempat air.

Dua orang ini akan berdoa terlebih dahulu di depan rumah dan setelah berdoa, kemudian mereka mengitari rumah dengan menyapu dan menyirami sekeliling rumah dengan air. Biasanya doa dilakukan secara Islam.

Di beberapa daerah masih ada yang melengkapi upacara dengan bakar kemenyan sebagai pelengkap sesajen yang berupa kembang setaman.

Yang tidak kalah penting adalah perhitungan naga dina, atau perhitungan hari baik yang dipercaya membawa keberuntungan. Jokowi sangat percaya kepada perhitungan primbon Jawa dan punya hari baik yang menjadi andalannya, yaitu Rabu Pon.

Kalender Jawa mengenal lima hari, Kliwon, Legi, Paing, Pon, dan Wage.

Rabu Pon menjadi favorit Jokowi untuk melakukan keputusan-keputusan penting, misalnya melantik pejabat atau melakukan reshuffle kabinet. Dalam beberapa kasus reshuffle dan pelantikan menteri, Jokowi memilih hari Rabu sebagai hari favorit.

Hal yang sama diambil Jokowi ketika menghitung pelaksaan gawe politik nasional seperti pemilu.

Tradisi slup-slupan atau ngangslupi omah itulah yang dilakukan Jokowi pada saat melakukan Kemah Nusantara di IKN Nusantara.

Dalam acara itu 34 gubernur dari seluruh Indonesia diundang dan diminta membawa uba rampe tanah dan kendi berisi air dari wilayah masing-masing.

Prosesi ngangslupi omah ala IKN kali ini mengalami beberapa modifikasi. Jokowi dan para gubernur tidak membawa sapu lidi atau tikar bersama lampu teplok. Tikar untuk alas tidur sudah disiapkan di tenda khusus yang dipakai Jokowi untuk menginap.

Semua tanah dan air yang dibawa para gubenur itu dikumpulkan menjadi satu dalam gentong dan kendi besar yang dinamai ‘’Kendi Nusantara’’. Kendi dan gentong itu kemudian ditanam di titik nol IKN Nusantara.

Ritual ini menjadi simbolisasi politik dengan berbagai interpretasi. Para gubernur melaksanakan titah Jokowi ini dengan caranya masing-masing, yang sekaligus bisa menjadi cermin budaya politik mereka. Ada yang mengikuti pendekatan budaya dan historis-mistis ala Jokowi.

Namun, ada juga yang lebih memakai pendekatan simbolik-rasional.

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Gubernur Jawa Barat Ridawan Kamil lebih cenderung mengikuti tradisi kejawen Jokowi. Khofifah mengambil tanah dari petilasan Majapahit di Mojokerto, dan mengambil air dari sumber air di lokasi bekas keraton Majapahit.

Pengambilan air dan tanah dilakukan dengan ritual lengkap dalam prosesi ‘’Mendhet Tirta lan Siti’’, mengambil air dan tanah, di kawasan Sumur Upas, Candi Kedaton, Trowulan. Dalam prosesi itu Khofifah mengambil tanah kedaton dan air dari mata air Banyu Panguripan di Desa Pakis, Trowulan.

Khofifah menyebut tanah dan air itu mempunyai nilai historis dan sekaligus punya makna keramat. Tanah Trowulan diharapkan membawa berkah bagi ibu kota baru dan membawa kejayaan sebagaimana yang pernah dicapai oleh Kerajaan Majapahit. Presiden Jokowi pasti berbunga-bunga menerima persembahan Khofifah ini.

Gubernur Ganjar Pranowo agak malu-malu mengakui dari mana tanah dan air dia ambil. Namun, dia mengaku sudah berkonsultasi dengan ‘’orang tua dan orang pintar’’, dan disarankan mengambil tanah dan air dari punjer Jawa di gunung yang ada di Jawa Tengah.

Sangat mungkin Ganjar mengambilnya dari Gunung Lawu yang dikenal sebagai salah satu gunung yang penting dalam tradisi kekuasaan Jawa. Gunung itu berada di wilayah perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Jokowi yang berasal dari Solo disebut juga sebagai ‘’Putra Gunung Lawu’’. Jokowi akan senang menerima persembahan Ganjar.

Gubernur Ridwan Kamil mengambil air dan tanah dari 27 provinsi di wilayah Jawa Barat yang diyakini punya nilai kearifan lokal yang keramat. Ridwan Kamil melakukan prosesi adat untuk menerima air dan tanah lokal itu dari para kepala daerah di wilayahnya.

Jokowi akan tersenyum menerima haturan Ridwan Kamil.

Anies Baswedan punya pendekatan yang lebih simbolis-rasional dibanding ketiga rekannya itu. Anies mengambil tanah dari wilayah rumah susun Akuarium di Jakarta Utara. Tidak ada ritual adat maupun doa-doa. Sejumlah ibu-ibu dengan membawa skop mengambil tanah dan meletakkannya ke sebuah tempat dan menyerahkannya kepada Anies untuk dibawa kepada Jokowi.

Anies menganggap kampung Akuarium sebagai simbol harapan rakyat untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Anies membangun perumahan susun Akuarium untuk menampung rakyat yang tergusur.

Entah bagaimana reaksi Jokowi menerima persembahan Anies ini. Warga kampung Akuarium digusur oleh Ahok, dan ditampung oleh Anies. Menerima persembahan Anies mungkin Jokowi menggerundel dalam hati, merasa kena tampol. (*)


Redaktur : Adek
Reporter : Cak Abror

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler