Pihak kejaksaan Malaysia menetapkan seorang wanita 60 tahun dan anak perempuannya sebagai tersangka dalam kasus kematian TKW Indonesia yang bekerja di rumah mereka sebagai asisten rumah tangga. Poin Utama:Sekitar 2 juta WNI bekerja di Malaysia, biasanya sebagai ARTHuman trafficking tampaknya jadi penyebab meningkatnya kematian pekerjaMuncul desakan untuk meningkatkan perlindungan WNI di luar negeri

TKW bernama Adelina Sau diduga dibuat kelaparan, disiksa dan dibiarkan mati di depan rumah majikannya di Penang awal bulan ini.

BACA JUGA: Meminta Maaf Tidak Cukup Dengan Kata Saja

Para tetangga tersangka menjelaskan kepada polisi betapa Adelina tak diberi makanan dan dipaksa tidur di luar dengan dijaga anjing Rottweiler. Dia sempat dibawa ke rumah sakit namun meninggal keesokan harinya.

Menurut aktivis pendukung pekerja migran, kematian perempuan muda ini mengungkapkan maraknya sindikat perdagangan orang dari pulau-pulau di Indonesia timur untuk jadi budak di luar negeri.

BACA JUGA: Politisi Senior Partai Buruh Terlibat Cekcok

Sebanyak 2 juta WNI kini bekerja di Malaysia, biasanya sebagai ART. Diperkirakan sekitar setengahnya bekerja secara ilegal.

LSM Migrant Care memperkirakan setidaknya 120 WNI terbunuh di Malaysia sejak 2016. Tahun ini saja sudah tercatat 20 korban. Disebutkan, kebanyakan di antaranya termasuk Adelina, tampaknya jadi korban perdagangan manusia.

BACA JUGA: Produsen Kosmetik Avon Tutup Operasi Di Australia

"Kasus Adelina hanyalah puncak gunung es dari kerentanan pekerja migran Indonesia," kata direktur eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo.

"Saya menduga Adelina korban sindikat besar perdagangan manusia di Nusa Tenggara Timur," jelasnya. Para tetangga melaporkan bahwa Adelina Sau tidak diberi makanan dan dipaksa tidur di luar rumah dan dijaga anjing majikannya.

Supplied

Kekerasan terhadap ART asal Indonesia, dan banyak negara Asia lainnya, bukanlah hal baru.

Kisah mengerikan telah terdengar selama beberapa dekade mengenai pekerja yang dilecehkan, dipukuli, dikurung atau dibunuh majikan mereka termasuk Malaysia.

Pada tahun 2008, seorang wanita Malaysia dijatuhi hukuman penjara karena menyeterika ART asal Indonesia.

Beberapa tahun kemudian, pasangan Malaysia dihukum karena membuat ART-nya kelaparan sampai mati.

Namun kasus perdagangan manusia tampaknya berada di balik meningkatnya kematian ART belakangan ini.

Migrant Care mengatakan 62 WNI dari Nusa Tenggara terbunuh di Malaysia pada 2017. Hanya satu orang yang bekerja di sana secara legal. Sisanya diyakini sebagai korban perdagangan manusia.

Kebanyakan pekerja ini percaya bahwa mereka akan mendapatkan pekerjaan layak di Malaysia dengan gaji dan kondisi kerja yang baik.

Wahyu Susilo mendesak pemerintah RI menerapkan langkah lebih keras untuk melindungi para pekerja tersebut.

"Sangat mahal bermigrasi ke Malaysia secara legal. Pekerja seperti Adelina rentan terhadap perdagangan manusia," katanya.

"Pemerintah Indonesia perlu menyederhanakan prosedur keberangkatan pekerja migran agar murah dan aman," ujarnya. "Jika tidak, mereka akan terjebak dalam sindikat perdagangan manusia."Perlindungan WNI di luar negeri

Indonesia memberlakukan moratorium terhadap pekerja rumah tangga ke Malaysia pada tahun 2009, namun dicabut dua tahun kemudian.

Sebuah Memorandum of Understanding (MOU) antara kedua negara yang mengatur kondisi gaji dan kerja pekerja migran berakhir pada 2016.

Aktivis pekerja migran mendesak agar MOU tersebut dipulihkan kembali demi melindungi WNI di luar negeri. Muncul desakan untuk meningkatkan perlindungan pekerja WNI di luar negeri.

Supplied

Deplu RI telah berupaya melakukan pembicaraan dengan Malaysia, namun tanggalnya belum ditetapkan.

"Kami akan menekan Pemerintah Malaysia, memastikan bahwa mereka melakukan tindakan yang akan mencegah kasus seperti itu terjadi lagi," jubir Deplu RI Arrmanatha Nasir.

Pemerintah Malaysia telah sepakat untuk membantu. Mereka mengatakan tidak akan melindungi majikan manapun yang bersalah atas penganiayaan atau penyiksaan pekerja asing.

Sementara itu Filipina juga mengalami lonjakan kematian ART mereka, kebanyakan di Timur Tengah.

Dalam kasus yang mengejutkan negara tersebut, seorang wanita Filipina, Joanna Demafelis, ditemukan tewas di Kuwait, diduga dibunuh majikannya.

Mayatnya ditemukan di dalam freezer sebuah apartemen yang kabarnya ditinggalkan sejak akhir 2016.

Presiden Rodrigo Duterte mengatakan bahwa tubuh warganya menunjukkan tanda-tanda penyiksaan dan tanda bahwa dia dicekik.

Presiden Duterte sejak itu melarang orang Filipina bekerja di Kuwait, meski larangan oleh negara lain gagal menghentikan kedatangan para pekerja ilegal ke sana.

Duterte baru-baru ini mengeluarkan larangan pekerja bepergian ke Kuwait. Dan minggu ini, para senator Filipina mengadakan penyelidikan parlemen atas kematian Demafelis.'Dianiaya, dibunuh' di luar negeri

Ketua komite senat Filipina Joel Villanueva mengatakan setidaknya 185 warga negara itu terbunuh di luar negeri dalam dua tahun terakhir.

"Betapa menyakitkannya bagi seorang anak, saudara, orangtua, teman yang lama tidak Anda lihat karena mereka bekerja di negara lain, hampir menjadi budak ras lain, kembali pulang di dalam peti," katanya.

"Dianiaya, dibunuh dan dimasukkan ke dalam freezer. Begitu brutalnya. Begitu kejamnya," ujar Villanueva.

Filipina mengirim sekitar 10 persen dari 100 juta pekerja asing di berbagai negara. Penghasilan yang mereka kirim ke tanah airnya telah menopang perekonomian Filipina, sekitar 10 persen dari PDB tahunan.

Namun seperti yang banyak dialami pekerja Indonesia di Malaysia, jumlah yang tidak kembali dalam keadaan hidup juga semakin meningkat.

Simak beritanya dalam Bahasa Inggris di sini.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Wakil PM Barnaby Joyce Hadapi Tuduhan Pelecehan Seksual

Berita Terkait