Program penataan prodi doktoral untuk urusan publikasi ilmiah tingkat internasional ini tertuang dalam surat edaran Ditjen Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemendikbud No 1483/E/T/2012. Dalam surat edaran ini, intinya Ditjen Dikti ingin mengevaluasi surat edaran sebelumnya (Nomor 152/E/T/2012) tentang publikasi karya ilmiah mulai jenjang S1, S2, hingga S3.
Pada surat edaran Nomor 152/E/T/2012, Ditjen Dikti dengan tegas meminta setiap prodi doktoral membuat persyaratan tambahan bagi calon lulusannya. Yaitu setiap mahasiswa yang akan lulus S3 wajib mempublikasikan dulu karya ilmiahnya di jurnal internasional.
’’Surat edaran kami yang baru ini untuk mengevaluasi surat edaran sebelumnya,’’ tutur Dirjen Dikti Kemendikbud Djoko Santoso di sela rapat kerja dengan Komisi X DPR, Rabu (5/12).
Dia mengatakan, apakah surat edarannya tentang kewajiban mempublikasikan karya ilmiah di jurnal internasional untuk mahasiswa S3 dijalankan perguruan tinggi atau tidak.
Memang kelihatannya jika prodi doktoral tidak menerbitkan karya ilmiah di jurnal internasional salah mahasiswa sendiri. Namun menurut mantan rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) itu, bukan salah mahasiswa tetapi salah kampusnya.
’’Seharusnya kan kampus membuat kebijakan tegas calon lulusan harus mempublikasikan karya di jurnal internasinal. Jika belum menerbitkan, tidak bisa diluluskan,’’ urainya. Dengan kebijakan itu, Djoko yakin mahasiswa prodi S3 akan mengikutinya.
Menurut Djoko paling lama tahun depan pihaknya akan menerima laporan tentang upaya mahasiswa program doktoral mempublikasikan karyanya di jurnal internasional. Dia mengatakan, ada sanksi tegas jika ternyata kampus negeri maupun swasta tidak mengindahkan instruksi publikasi karya ilmiah itu.
Sanksi pertama Ditjen Dikti akan meninjau kembali izin prodi doktoral yang selama 2012 mahasiswa tidak pernah publikasi karya ilmiah di jurnal internasional. ’’Saya tegaskan, prodi seperti itu tidak layak (untuk diteruskan operasinya),’’ ucap Djoko. Dia mengatakan prodi seperti itu tidak mencerdaskan bangsa, tetapi malah membebani negara.
Sanksi kedua, mulai tahun depan Ditjen Dikti menyetop pemberian beasiswa program doktoral kepada mahasiswa di kampus yang tidak pernah publikasi karya ilmiah di jurnal internasional. Beasiswa ini akan dialihkan ke kandidat di prodi doktoral yang mahasiswa rajin publikasi karya ilmiah internasional.
Djoko menegaskan alasan mahasiswa program doktoral kesulitan mengakses jurnal internasional karena sedikit jumlahnya, tidak tepat. Saat ini jumlah jurnal yang diakui internasional ada 19 ribu lebih judul. Semuanya sudah mendapatkan pengakuan Ditjen Dikti alias bukan abal-abal. Ribuan jurnal internasional itu mencakup bidang ilmu fisik, kesehatan, sosial, dan kehidupan. ’’Jadi bukan urusan tidak ada wadahnya. Tetapi mereka (prodi doktoral) yang tidak mampu,’’ ucapnya. (wan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Guru PNS Boleh Mengajar di Sekolah Swasta
Redaktur : Tim Redaksi