jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) kembali mengirimkan 100 guru ke Malaysia. Mereka akan ditugaskan di Community Learning Center (CLC) Sabah dan Sarawak, mulai dikitim akhir Oktober 2018 ini, selama dua tahun.
"Insyaallah mereka akan dikirim secara bertahap mulai 31 Oktober sampai 2 November 2018. Di sana mereka akan memberikan layanan pendidikan bagi anak-anak TKI (tenaga kerja Indonesia)," kata Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud Supriano dalam laporannya saat Pengukuhan Guru Tahap 9 untuk Pendidikan Anak-anak Indonesia di Malaysia, Jakrta, Senin (29/10).
BACA JUGA: Menteri Hanif Terharu Kunjungi Desa Kantong TKI di NTT
Selain mengajar anak TKI, diharapkan para guru ini bisa mengembangkan potensinya. Para guru ini juga diminta memperkuat nilai-nilai persatuan dan kebangsaan sehingga anak-anak TKI ini timbul rasa bangganya terhadap Indonesia.
Dirjen Supriano menambahkan, 100 guru yang dikirim tersebut telah lulus seleksi di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Universitas Muhammadiyah Malang (UM), Universitas Negeri Makassar (UNM) dan Universitas Negeri Medan (Unimed). Saat ini guru yang masih bertugas di Malaysia berjumlah 250 orang
BACA JUGA: Kadang Pakaian Berlumpur, Jalan sambil Nyanyi Indonesia Raya
Pada kesempatan tersebut, Mendikbud Muhadjir Effendy meminta 100 guru yang dikirim proaktif mencari siswa dan diajar dengan cara apapun.
Dia menyebutkan ada 80 ribuan anak TKI di Malaysia. Yang sudah tertampung di 500 CLC sebanyak 32 ribu orang. Sementara pemerintah menargetkan tahun ini ada 50 ribu anak yang masuk CLC.
"Kami harapkan para guru ini tidak hanya mengajar tapi juga mencari anak-anak TKI yang belum masuk CLC agar bisa mendapatkan pendidikan. Ini untuk menghadirkan negara di masyarakat," tuturnya.
Yang menggembirakan, lanjut Menteri Muhadjir, Perdana Menteri Mahatir Muhammad memberikan keleluasaan kepada pemerintah Indonesia untuk membangun CLC tidak hanya di perkebunan tapi juga perkotaan. Karena anak-anak TKI tidak hanya di perkebunan tapi juga di pabrik maupun industri lainnya. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad