jpnn.com, JAKARTA - Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Maria Endang Sumiwi, MPH. menyampaikan bahwa tata laksana stunting dilakukan mulai dari edukasi dan penimbangan berkala setiap bulan, yang melibatkan gradasi hasil penimbangan dari yang tidak naik berat badannya hingga mencapai tingkat gizi buruk.
Selain itu, dilanjutkan dengan program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) lokal yang dibiayai oleh program diberikan kepada anak-anak yang berat badannya tidak naik sampai dengan gizi kurang.
BACA JUGA: Atasi Stunting dengan Meningkatkan Gizi, Program Prabowo-Gibran Sangat Tepat
Menurut Endang, untuk anak-anak yang telah mencapai tingkat stunting, pemberian PKMK disarankan.
"Namun, pemberian PKMK ini harus dilakukan oleh spesialis anak di rumah sakit dan saat ini pembiayaannya masih bersifat mandiri,” kata Endang seperti dikutip, Selasa (5/12).
BACA JUGA: Dukung Penekanan Prevalensi Stunting, Damai Putra Group Beri Edukasi untuk Kader Posyandu
Data terbaru menunjukkan bahwa stunting, masalah gizi utama pada balita di Indonesia, menunjukkan penurunan yang signifikan, tetapi masih dalam kategori tinggi menurut standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Data Survey Status Gizi Indonesia (SSGI) oleh Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa angka stunting nasional telah berkurang dari 24,4% pada tahun 2021 menjadi 21,6% pada tahun 2022. Meskipun ada penurunan yang signifikan, angka tersebut masih berada di atas ambang batas WHO yang ditetapkan (>20%).
Stunting sendiri merupakan hasil dari interaksi berbagai faktor, termasuk asupan gizi yang kurang dan/atau kebutuhan gizi yang meningkat.
Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Dr. Dra. L. Rizka Andalucia, Apt, M. Pharm., MARS, mengatakan pengadaan Obat Program Rujuk Balik (PRB) atau bukan, itu tergantung pada Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK).
Tetapi, untuk dapat dimasukkan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), sebagaimana obat-obatan yang digunakan juga harus dicantumkan dalam Formularium Nasional (Fornas).
“Dalam Fornas kami melakukan kajian, apakah memang ini bisa digunakan atau layak dimasukkan untuk penanganan beberapa penyakit-penyakit. Untuk PKMK sendiri adalah pangan olahan untuk keperluan medis khusus yang persyaratannya harus diberikan berdasarkan rekomendasi atau assessment dari dokter spesialis anak,” jelas Rizka.
Menurutnya, hal itu merupakan pangan medis khusus dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pun telah mengajukan beberapa jenis PKMK untuk beberapa indikasi seperti kelainan metabolik, gangguan malabsorbsi, gizi buruk dan gizi kurang, serta gagal tumbuh.
“PKMK ini sudah kami bahas di Fornas yang akan difinalisasi dalam waktu dekat. Termasuk di antaranya adalah pencantuman PKMK ini.,” ujar Rizka.
Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi Partai keadilan Sosial (PKS) Netty Prasetiyani Heryawan mengatakan penurunan angka stunting yang sudah menjadi prioritas nasional tetapi pembiayaan anak yang sudah terkena stunting tidak ditanggung oleh pemerintah.
“Kalau kemudian jadi prioritas nasional, bagaimana caranya menurunkan stunting jika kemudian dikatakan bahwa stunting tidak ditanggung pemerintah dan hanya mengintervensi melalui upaya pencegahan," katanya.
Netty menyebut PKMK juga menjadi salah satu cara untuk menurunkan stunting.
"Namun dengan tidak adanya jaminan dari pemerintah lewat Peraturan Kementerian Kesehatan untuk pemenuhan janji bahwa PKMK diyakini dapat menurunkan stunting,” jelasnya.
Netty menjelaskan saat ini pendekatan yang dilakukan lebih perbaikan data dan angka.
Menurutnya, sebetulnya bayi stunting itu memang dilakukan pengukuran sesuai dengan yang dipahami dengan alat namanya antropometri.
"Kader yang terlatih bahkan seharusnya menegakkan stunting, dan itu ada ahlinya yang bernama spesialis anak,” tegas Netty.
Direktur Eksekutif Habibie Institute Public Policy and Governance (HIPPG) Dr. drg. Widya Leksmanawati Habibie Sp.Ort., MM., pada kesempatan berbeda menyampaikan dukungan untuk upaya mendorong pemerintah agar segera mengakselerasi penetapan kebijakan yang mendukung intervensi gizi spesifik.
Hal ini sebagai langkah penting dalam percepatan pencegahan stunting guna mencapai target nasional yang menetapkan tingkat stunting sebesar 14% pada 2024.
“Penting bagi pemerintah untuk segera mengakselerasi penetapan kebijakan yang efektif dan konsisten di seluruh Indonesia," katanya.
Kebijakan ini harus mencakup alokasi anggaran yang memadai, pelatihan, serta pemantauan yang ketat terhadap pelaksanaan program di lapangan.
"Dengan upaya ini, pemerintah dapat memastikan bahwa anak-anak di seluruh negeri mendapatkan akses yang setara ke intervensi gizi spesifik, membantu mereka tumbuh sehat dan mencapai potensi mereka sepenuhnya," dr. Widya.(mcr10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul