jpnn.com, BEIJING - KBRI Beijing mencatat ada 199 anak yang saat ini masih memiliki kewarganegaraan ganda. Mereka adalah anak hasil perkawinan antara WN Indonesia dengan WN Tiongkok.
"Tadi saya lihat di KBRI sini ada 199 anak yang masih terdaftar kewarganegaraan ganda. Nanti kalau sudah usia 21 tahun harus pilih salah satu kewarganegaraan," kata Direktur Tata Niaga Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM, Kartiko Nurintias, di Beijing, Minggu (15/12) malam.
BACA JUGA: Jangan Sampai Tiongkok Berbahagia di Atas Kesusahan Penambang Nikel Lokal Indonesia
Indonesia dan Tiongkok sama-sama menganut asas kewarganegaraan tunggal. Sehingga anak dari pasangan suami-istri yang berasal dari dua negara berbeda harus memilih salah satu kewarganegaraan dari kedua orang tuanya.
"Syaratnya mudah karena kami punya aplikasi SAKE (Sistem Administrasi Kewarganegaraan Elektronik). Tinggal masukkan beberapa syarat dan bayar PNBB (Pendapatan Negara Bukan Pajak) yang ada di dalam aplikasi itu, langsung diproses," ujarnya dalam Sosialisasi Peraturan Kewarganegaraan bagi Masyarakat Indonesia di Luar Negeri di Aula Kedutaan Besar RI di Beijing itu.
BACA JUGA: Kebijakan Luhut Sejahterakan Tiongkok, Tetapi Cekik Penambang Indonesia
Kartiko juga berharap peristiwa di Taiwan yang menimpa puluhan anak hasil perkawinan campuran tidak terjadi di Tiongkok.
"Di Taiwan itu ada 52 anak hasil perkawinan campuran yang kini ditampung di salah satu yayasan di bawah naungan pemerintah setempat. Mereka itu korban ketidakharmonisan orang tuanya," katanya mengenai ketidakjelasan status kewarganegaraan anak-anak itu.
BACA JUGA: Di Tengah Kekhawatiran Serangan Tiongkok, PM Australia Tunjuk Perempuan Jadi Kepala Badan Intelijen
Demikian pula dengan di Singapura. Menurut Kartiko, sekarang ini banyak anak hasil perkawinan campuran yang berbondong-bondong memilih kewarganegaraan Indonesia.
"Di sana itu untuk orang usia 21 tahun harus mengikuti wajib militer. Nah, anak hasil perkawinan campuran yang tidak mau ikut program itu berbondong-bondong balik ke Indonesia," tuturnya didampingi dua pejabat Ditjen AHU Kemenkum HAM dan Koordinator Fungsional Protokol dan Kekonsuleran KBRI Beijing Ichsan Firdaus.
Sosialisasi tersebut mendapat tanggapan serius berupa pertanyaan dari beberapa warga negara Indonesia di Beijing, termasuk kalangan pelajar, pekerja, dan ibu rumah tangga yang bersuamikan warga negara asing.
Demikian pula dengan WNI yang mengajukan permohonan pindah kewarganegaraan. Menurut Kartiko, prosesnya sangat mudah selama semua persyaratan terpenuhi.
Namun dia meminta para pemohon harus memastikan terlebih dulu pemerintah negara lain yang menjadi tujuan pindah kewarganegaraan bersedia menerima permohonan.
"Ada satu kasus terjadi di Taiwan. Presiden kita sudah mengeluarkan surat keputusan pencabutan kewarganegaraan sesuai permohonan, tapi pemohon justru ditolak pindah kewarganegaraan oleh pemerintah Taiwan," katanya prihatin. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil