Kemenkumham Banding Putusan Remisi

Jumat, 09 Maret 2012 – 09:30 WIB

JAKARTA - Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham) masih menganggap pengetatan remisi koruptor adalah hal baik. Oleh sebab itu, kementerian pimpinan Amir Syamsuddin itu memastikan tidak bakal menyerah begitu atas putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN). Langkah banding dipastikan bakal ditempuh agar koruptor sulit mendapat remisi.

Kepada Jawa Pos, Wamenkumham Denny Indrayana menegaskan bukan tanpa alasan langkah banding diambil. Menurutnya, banding perlu dilakukan untuk membuktikan bahwa perjuangan antikorupsi harus dilakukan sampai akhir. "Kami taat untuk membebaskan tujuh penggugat yang dimenangkan PTUN per hari ini (kemarin, red)," ujarnya.

Dengan demikian, beberapa koruptor yang remisinya ditunda seperti Paskah Suzetta, Baharudin Aritonang, Reza Kamarullah, Asep Ruchimat Sujana dan Teuku M. Nurlif kemarin sudah bisa menghirup udara bebas. Sebelumnya, mereka yang seharusnya bebas sejak Oktober 2011 masih harus meringkuk dibalik jeruji besi.

Meski mengaku tunduk, Denny menjelaskan kalau pengetatan remisi tidak akan berubah sama sekali. Artinya, mereka yang dianggap penjahat kelas berat tidak akan mudah mendapatkan remisi. Kenapa" Karena menurut mantan staf presiden bidang hukum tersebut, yang dibatalkan PTUN hanya SK pencabutan pembebasan bersyarat saja.


Dia berjanji, agar rasa keadilan tetatp ada di masyarakat, pihaknya tidak akan mengobral remisi. Pengurangan masa tahanan itu tetap diberikan kepada narapidana dengan sejumlah syarat. "Syaratnya, justice collaborator, masa tahannnya cukup," imbuhnya.

Senada, Menkumham Amir Syamsuddin menjelaskan kalau keputusan PTUN tidak berlaku umum. Maksudnya, itu hanya untuk tujuh orang narapidana korupsi yang harusnya mendapat remisi. Bagi koruptor lain, Amir memastikan tetap terikat dengan aturan pengetatan remisi. "Itu putusan jelas provisi (tidak berlaku umum)," tuturnya.

Terkait tuntutan mundur yang dilontarkan Komisi III DPR, dia mengaku tidak terlalu menghiraukannya. Alasannya, kebijakan yang dikeluarkan adalah pro rakyat. Kalaupun kalah di PTUN, itu sama sekali tidak membuatnya malu dan harus menuruti perintah Komisi III untuk mundur.

Disamping itu, dia menegaskan yang berhak untuk mencopotnya dari posisi menteri adalah presiden. Bukan sekumpulan politisi di Senayan. Oleh sebab itu, dia menegaskan bakal terus fokus menjalankan tugas sebagai Menkumham hingga masa baktinya selesai atau dianggap tidak layak oleh presiden.

Sementara itu, Yusril Ihza Mahendra kembali menegaskan kalau upaya melakukan gugatan semata-mata karena hak asasi. Dia berpikir kalau Kemenkumham zalim terhadap para terpidana yang berhak mendapatkan remisi. "Siapapun yang dizalimi penguasa?akan saya bela, tidak perduli apa latar belakang mereka," tegasnya.

Dia lantas menilai sikap Denny Indrayana yang tiba-tiba mmeberikan ucapan selamat atas kemenangan dirinya di PTUN bukan sikap kesatria. Baginya, itu justru menunjukkan sikap Deny selama ini yang dikenal mahir membelokkan persoalan. Biasanya, lanjut Yusril, Denny akan memojokkan lawan debatnya.

Terkait rencana upaya banding jelas tidak mendapat simpatik dari Yusril. Sebab, kebijakan Kemenkumham tentang moratorium dan pengetatan narapidana sudah diuji oleh pengadilan, hasilnya mereka kalah. Seharusnya, putusan itu menjadi pelajaran bagi Kemenkumham. "Nyata-nyata bertentangan dengan undang-undang yang berlaku," kritiknya.

Yusril tidak habis pikir kalau lantas disebut membebaskan koruptor dan pro koruptor. Dia lantas memberikan contoh, apakah kalau kedepan dia membela teroris bakal disebut pro-teroris. Namun, dia mengaku cuek karena sudah biasa diberi label seperti itu.

Contoh lain saat dia membela 300-an orang eks Mahid di Eropa. Dia ingat betul betapa cap PKI langsung dilekatkan pad dirinya. Padahal, lanjut Yusril, dia adalah anak Masyumi yang dikenal sebagai musuh utama PKI. "Sampai mati saya menentang Komunisme, tapi kalau ada hak-hak orang Komunis yang dizalimi, saya akan bela," ungkapnya.

Terpisah, anggota DPR terus menyuarakan suara sumbang terkait moratorium remisi koruptor. Anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo sekarang memprovokasi para terpidana yang menjadi korban kebijakan Kemenkumham untuk bertindak. "Laporkan ke Polisi untuk mempidanakan Amir Syamsudin dan Denny Indrayana," katanya.

Lebih lanjut dia menjelaskan, laporan ke pihak berwajib bisa mengacu pada pasal 333 KUHP dengan ancaman maksimal delapan tahun penjara. Sebab, pasal tersebut menyatakan kalau ada yang sengaja melawan hukum dan merampas kemerdekaan seseorang bisa diancam dengan pidana penjara. (dim/ken)
BACA ARTIKEL LAINNYA... SBY Didaulat jadi Bapak PKL


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler