jpnn.com, SUMATERA BARAT - Membangun sebuah industri pariwisata di sebuah dareah tak lantas berkutat soal infrastruktur dan fasilitas kepariwisataan.
Lebih dari itu, membranding wisata juga tak kalah penting dalam hal pariwisata.
BACA JUGA: Wisman Membeludak, Industri Perhotelan Ketiban Berkah
Sehingga, identitas pariwisata suatu daerah tergambar pada branding atau logo yang diproklamirkan.
Hal ini dibedah Konsultan Branding dari Kemenpar RI Singgih Santoso dalam Focus Group Discussion (FGD) tentang pariwisata Sumbar yang diikuti para pegiat wisata, akademisi, Asati, awak media dan sejumlah tokoh masyarakat di aula Grand Inna Muara Hotel Padang, kemarin, (24/10).
BACA JUGA: Wow, 422 Pesawat Rute Internasional Landing di Manado
"Branding pariwisata Sumbar perlu dikaji matang oleh semua elemen. Mulai dari Pemerintah, pegiat wisata, pengusaha dan masyarakat sendiri perlu menyepakati bersama soal branding pariwisata Sumbar," kata Singgih.
Dalam diskusi berjudul "Penyusunan Strategi Destinasi Branding untuk Padang Sumbar" itu, Sanggih mengatakan, meski pariwisata Sumbar hampir menggeliat di berbagai daerah, masyarakat luar Sumbar hingga luar Negeri justru kenal dengan Padang. Sehingga, Padang seolah-olah menjadi brand Sumbar dan Minangkabau itu sendiri.
BACA JUGA: Genjot PAD, Samarinda Andalkan Sektor Pariwisata
"Di luar sana dan bahkan pencairan di goggle, Sumbar dikenal dengan Semen Padang, Kota Padang, nasi Padangnya sendiri. Padahal justru lokasi wisata di Sumbar itu tidak semata-mata di Padang," bebernya.
Menurut Sanggih, hal lain setelah branding adalah promosi. Sejauh dan segencar apa masing-masing Daerah dam membranding objek wisata hingga dikenal ke Mancanegara. Sebab, di dunia industri pariwisata yang semakin ramai kompetitifnya, daerah dituntut lebih kreatif dan gencar melakukan promosi. Sehingga, potensi wisatanya muncul dan diminati banyak orang.
"Setelah brandingnya oke, lanjutkan dengan promosi. Sebab, keduanya tidak bisa dipisahkan. Tanpa promosi sebagai alat pemasaran, branding juga tidak akan bermakna kuat," bebernya.
Salah seorang pegiat wisata, Hari Satria juga menyoal soal branding. Seperti Tokyo sebagai Ibukota Negara lebih dikenal dari China. Begitu juga Lombok lebih dikenal dari Nusa Tenggara Barat (NTB) dan sebagainya. Artinya, branding memang betul-betul berpengaruh terhadap asumsi masyarakat terhadap wisata sebuah daerah.
"Padang dan Sumbar secara umum, seharusnya sudah punya tagline dan logo jelas. Sehingga, identitas pariwisatanya jelas dan tidak sembarangan," kata dosen Universitas Andalas (Unand) itu.
Di luar Sumbar, orang lebih kenal Padang. Namun, setelah mendarat di Padang, orang lebih sering melancong ke jam gadang di Bukittinggi dan Mandeh di Pessel baru-baru ini.
"Artinya, branding ini mesti diketahui masyarakat luas. Tidak saja dikenal di lingkungan Pemerintah. Makanya, harus digencarkan lagi sosialisasinya," bebernya lagi.
Lain lagi tanggapan Nadir dari Asati Sumbar. Branding pariwisata Sumbar mesti dilekatkan pada Padang. Sebab, Padang yang lebih dikenal masyarakat Mancanegara. "Minangkabaunya tetap dimasukkan. Tapi, branding utamanya Padang," sebutnya.
Terhadap berbagai usulan tersebut, Sanggih mengatakan, jika ada kesepakatan yang diusung Dinas Pariwisata Sumbar soal branding. Dimana, Minangkabau mesti dimasukkan sebagai identitas masyarakat Sumbar.
"Ini perlu disepakati bersama baru diusulkan ke Kementrian. Terpenting, jati diri masyarakat Sumbar adalah Minangkabau, maka itu wajib masuk dalam branding," tutupnya. (rch)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kunjungan Wisatawan ke Berau Melebihi Target
Redaktur & Reporter : Budi