Kemenpar-Garuda Pikat Otoritas Bandara KL untuk Perluas Akses ke Indonesia

Sabtu, 06 Mei 2017 – 19:15 WIB
Pesawat Garuda Indonesia. Ilustrasi Foto: Jawa Pos Group/dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Pariwisata (Kemenpar) tak hanya getol mendekati otoritas udara nasional dalam menambah seat capacity dan air bridge connection. Kementerian yang dipimpin Arief Yahya itu juga mendekati pengatur lalu lintas udara di Bandara Kuala Lumpur Malaysia untuk menambah slot penerbangan dari dan menuju Indonesia. 

Untuk itu, Kemenpar berkolaborasi dengan Garuda Indonesia Kuala Lumpur dalam offshore meeting Airlines Operator Committee (AOC) di Tugu Kunstkring Paleis, Jakarta Pusat, 5-7 Mei 2017. Muaranya adalah menemukan solusi bottlenecking di akses udara ke Indonesia.

BACA JUGA: Wonderful Noon di Jogja Bikin Heboh

Lantas, apakah kaitan AOC dengan konektivitas udara? AOC merupakan wadah organisasi seluruh Airlines yang berada di bandara Kuala Lumpur International Airport (KLIA) - KLIA2 Malaysia. Mereka merupakan mitra kerja otoritas bandara dan beberapa perusahaan penyelenggara pelayanan di airport.

Peran AOC pun sangat strategis. Karena itu AOC perlu diajak bicara guna membahas problem bottlenecking di akses udara ke Indonesia.

BACA JUGA: Kreatif Berinovasi, Lombok Punya Tambahan Destinasi

Responsnya ternyata sangat bagus. AOC langsung mengerahkan seluruh pimpinannya. Para pejabat bandara KLIA - KLIA2 plus perwakilan airlines internasional di Malaysia juga ikut terbang ke Jakarta.

Chairman dan Exco AOC ikut hadir di tengah acara. Dari otoritas berwenang Malaysia ada unsur imigrasi, bandara, kementerian kesehatan, kepolisian dan bea cukai.

BACA JUGA: Kemenpar Genjot Kapasitas SDM Tanjung Kelayang dengan Bimtek Sadar Wisata dan ITX

Sementara dari perwakilan airlines di Malaysia yang hadir pada pertemuan itu ada Emirates, Royal Brunei, Royal Jordan, Etihad, Japan Airlines, Singapore Airlines, Air Asia, Vietnam Airlines, Silk Air, China Southern, Bristish Airways, Eva Air, Regent Airlines, Air China, Cathay Dragon, Malindo Air, Pakistan Airlines, Bangkok Airways, Xiamen Airlines, Viet Jet, Myanmar Airlines, Air Mauritius, serta Air Astana.

Misinya sama. Membantu meningkatkan dukungan konektivitas udara internasional ke Indonesia. “Ini untuk meningkatkan dukungankonektivitas udara internasional ke Indonesia sekaligus mempromosikan Bandara Internasional Soekarno-Hatta,” ujar Deputi Pengembangan Pemasaran Pariwisata Mancanegara Kemenpar I Gde Pitana, yang didampingi Asisten Deputi  Pengembangan Pasar Asia Tenggara, Rizki Handayani Mustafa, Jumat (5/3).

Lantasm mengapa ngotot mengejar dukungan konektivitas udara ke Indonesia? Mengapa juga harus diarahkan ke Bandara Internasional Soekarno Hatta?

“Karena kita butuh banyak tambahan seats capacity. Dan sejak 2016, Bandara Internasional Soekarno Hatta sudah memiliki Terminal 3 Ultimate dan sarana pendukung lainnya. Karenanya dipandang perlu untuk mempromosikan Bandara Internasional Soetta ke maskapai penerbangan internasional melalui kegiatan ini,” tambah Pitana.

Soal konektivitas udara, Indonesia memang menghadapi problem superserius. Namun, itu bukan berarti kiamat. Masih ada banyak
kementerian dan lembaga lain yang ikut membantu mengurai persoalan ini.

Kemenhub, Kemen-PUPR, Kemen BUMN, Kemen LHK, Angkasa Pura I dan II, Airnav, perusahaan airlines, serta pemda yang concern dengan pariwisata, semua bekerja keroyokan. Semua ikut gotong royong  dengan semangat Indonesia Incorporated: for Better Tourism Connectivity. “tidak ada pilihan lain, kita harus mencari jalan terbaik menuju ke sana!" ungkapnya.

Kebetulan, benchmarking-nya sudah ada. Contohnya bisa mengarah ke Jepang yang sukses mancapai target pertumbuhan double growth.

Target durasi yang dipatok 10 tahun, tercapai 4 tahun. Dan semua itu, bisa tercapai lantaran sukses mengembangkan air connectivity. 

Jepan juga melakukan deregulasi berupa membebaskan visa kunjungan singkat dari originasi China dan ASEAN sejak 2013 hingga membangun low cost carrier (LCC) yang mendorong lebih banyak wisatawan mengunjungi Negeri Sakura itu.

Hasilnya, Japan National Tourism Organization (JNTO) mencatat jumlah wisman ke Jepang naik 47 persen pada 2015.

Nah, arah Offshore Meeting AOC di Jakarta kira-kira sama seperti strategi yang sudah dilakukan Jepang. Bila Jepang mengarahkan LCC ke Tokyo, Indonesia akan fokus ke inbound menuju bandara Internasional Soekarno-Hatta.

“Kita bisa belajar dari Jepang. Targetnya double inbound tourism. Jadi target Presiden Jokowi dengan 20 juta di 2019 itu sebenarnya masuk nalar. Ada contoh yang konkret di Jepang,” ujar Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya dalam kesempatan berbeda.

Offshore Meeting AOC pun diharapkan bisa menarik minat perwakilan airlines internasional yang ada di Malaysia untuk membuka rute penerbangan langsung ke Soekarno-Hatta serta destinasi wisata lain di Indonesia. Kegiatan yang digagas Garuda Indonesia Kuala Lumpur sebagai organizer committee dan didukung penuh oleh Kemenpar itu juga memprioritaskan peningkatan kerja sama di bidang konektivitas udara internasional. Utamanya Malaysia, ke destinasi-destinasi wisata di Indonesia.(adv/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sukses Edukasi Turis Tiongkok, Kemenpar Lanjut Kerja Sama dengan Baidu


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler