jpnn.com, JAKARTA - Direktorat Rehabilitasi Sosial Anak Kementerian Sosial (Kemensos) menggelar webinar dan bimbingan teknis penguatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) rehabilitasi sosial anak berhadapan dengan hukum (ABH).
Kegiatan webinar dilaksanakan 21 September 2020 disusul dengan bimbingan teknis yang dimulai dari 22 sampai dengan 24 September 2020.
BACA JUGA: Koordinasi Tim Berjalan Baik, Kebakaran di Gedung Kemensos Padam Kurang dari 1 Jam
Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kemensos Harry Hikmat mengatakan, kegiatan ini merupakan salah satu upaya mereka dalam meningkatkan kapasitas penanganan, pendampingan, dan pelayanan rehabilitasi sosial ABH yang bertujuan meningkatkan kembali fungsi sosial ABH sesuai perannya sebagai individu yang menjadi bagian dari keluarga serta masyarakat.
Menurut Harry, sesuai Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), sepanjang 2020 ini terdapat 2.791 kasus ABH.
BACA JUGA: Sasaran Warga Miskin Diperluas, Kemensos Sempurnakan DTKS
"Jika disandingkan dengan data respons kasus yang dilaksanakan oleh Satuan Bakti Pekerja Sosial per Juli-Agustus, maka ada kecenderungan mengalami peningkatan,” ujar Harry dalam keterangannya, Selasa (22/9).
Harry menuturkan, visi transformasi rehabilitasi sosial ke depan adalah pelayanan sosial, bukan lagi bantuan sosial, walaupun dalam praktiknya saling menguatkan.
BACA JUGA: Kemensos Susun Pedoman Operasional ATENSI untuk Teguhkan Komitmen Hak Penyandang Disabilitas
“Karena itu perlu memprioritaskan ATENSI. Kasus ABH yang menjadi korban seringkali membutuhkan perawatan kesehatan, jadi dalam respons kasus harus dipastikan tidak mengalami kesulitan akses pelayanan kesehatan dasar," ungkap Harry.
Dia menambahkan, Ditjen Rehsos telah menyiapkan Sentra Layanan Sosial (SERASI) sebagai bentuk pelayanan sosial yang terpadu dan berkelanjutan melalui aplikasi.
Karena itu, LPKS dan RPS bisa menjadi back office SERASI sehingga dapat memperluas jangkauan pelayanan yang komprehensif dan menjalin kerja sama dengan pihak-pihak terkait dalam pelayanan sosial ABH.
"Perlu adanya penguatan sistem rehabilitasi sosial yang terintegrasi dengan jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial. Upaya ini diikuti dengan perluasan jangkauan rehabilitasi sosial berbasis keluarga, komunitas, dan residensial,” terang Harry.
Oleh karena itu, Harry menegaskan pentingnya penguatan kapasitas dan kelembagaan balai atau Loka Rehsos termasuk lembaga penyelenggara kesejahteraan sosial (LPKS) dan rumah perlindungan sosial (RPS) yang diikuti dengan upaya pencegahan secara masif dengan melibatkan pemda, masyarakat dan swasta yang terkait dalam pelayanan sosial.
Sementara itu, Guru Besar Universitas Indonesia Harkristuti Harkrisnowo dalam kesempatan ini menjelaskan tentang Implementasi UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) dan Mandat Kemensos.
"Sejak berlakunya UU SPPA telah terlihat meningkatnya koordinasi antar APH dan pihak terkait, peningkatan pemahaman APH tentang UU SPPA," kata Harkristuti.
"Selanjutnya, telah dilaksanakannya pelatihan terpadu SPPA antar APH dan pihak terkait serta adanya peningkatan kelembagaan. Saat ini, telah ada 362 pengadilan yang sudah memiliki ruang sidang anak dan 72 Balai Pemasyarakatan (Bapas) serta 197 Pos Bapas," sambung Harkristuti.
Dia menambahkan, terdapat juga tantangan yang dihadapi saat ini antara lain masih adanya perbedaan persepsi antarpenegak hukum mengenai syarat diversi, putusan pengadilan yang belum menunjukkan pemahaman UU SPPA dan belum terpenuhinya kebutuhan sarana dan prasarana serta tantangan lainnya yang harus dipahami semua pihak terkait.
"Sesuai dengan mandat Kemensos maka upaya yang dapat dilaksanakan adalah membangun Peksos Profesional dan TKS, membangun LPKS untuk ABH, bekerja sama dengan Kemenkum HAM dan APH serta koordinasi dengan pemda setemoat dalam pelaksanaan tugas," kata Harkristuti. (cuy/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan