Kementan: Angkat Eksistensi Bawang Putih Lokal

Sabtu, 24 Agustus 2019 – 15:03 WIB
Bawang putih. Foto: Kementan

jpnn.com, JAKARTA - Memori masyarakat Indonesia terhadap eksistensi bawang putih lokal semakin menurun seiring tergantikannya bawang putih lokal dengan bawang putih impor. Tak kurang dari 97 persen kebutuhan bawang putih nasional yang mencapai 500 ribu ton lebih per tahun saat ini dipenuhi dari impor. Padahal, era tahun 90-an bawang putih lokal Indonesia mampu merajai pasar dalam negeri. Beragam jenis varietas bawang putih lokal berhasil ditanam petani. Apa saja varietas bawang putih lokal yang ada di Indonesia?

Direktur Perbenihan Hortikultura, Sukarman menyebut setidaknya terdapat 5 varietas bawang putih lokal yang sudah terdaftar di Kementerian Pertanian, yaitu Lumbu Hijau, Lumbu Kuning, Lumbu Putih, Tawangmangu baru dan Sangga Sembalun. "Sejak impor bawang putih berlangsung terus menerus hingga saat ini, telah menggerus produksi bawang putih lokal. ketersediaan benih bawang putih lokal pun langka," jelas Sukarman.

BACA JUGA: Banjir Jadi Penyebab Klaim Terbesar Asuransi Pertanian di Sumsel

Menurutnya, kelima varietas bawang putih tersebut sampai saat ini masih dikembangkan oleh masyarakat meskipun luas pertanamannya tidak sebanyak era 90-an. “Akhir tahun 2017 lalu kita sempat kesulitan mencari benih bawang putih lokal karena jumlahnya memang terbatas. bawang putih yang semula untuk benih, dijual petani sebagai bawang putih konsumsi akibat harga naik waktu itu," kata Sukarman.

BACA JUGA: Banjir Jadi Penyebab Klaim Terbesar Asuransi Pertanian di Sumsel

BACA JUGA: 5 Jenis Makanan ini Bisa Mencegah dari Gigitan Nyamuk

Namun seiring dengan giatnya program APBN dan wajib tanam bagi importir tahun 2018 sampai sekarang, produksi bawang putih lokal sudah meningkat. Produksi tahun 2018 sebanyak 39 ribu ton, naik 2 kali lipat dari tahun 2017 yang hanya 19 ribu ton. Otomatis ketersediaan benihnya juga meningkat.

Terlebih lagi, kebijakan Kementerian Pertanian memang memfokuskan hasil produksi bawang putih lokal untuk calon benih,” terang Sukarman. “Kelima varietas tersebut sekarang dikembangkan lagi, plus beberapa varietas lokal yang kemungkinan belum terdaftar, yang dikembangkan oleh masyarakat” imbuhnya.

BACA JUGA: Bupati Sambas Apresiasi Kebijakan Kementan Ciptakan Daerah sebagai Sentra Pangan

BACA JUGA: Bupati Sambas Apresiasi Kebijakan Kementan Ciptakan Daerah sebagai Sentra Pangan

Menurut Sukarman, Lumbu Hijau dan Lumbu Kuning merupakan varietas lokal yang populer ditanam oleh para petani di Batu, Malang, Magelang, Temanggung dan Tegal dan karena dinilai adaptif ditanam di ketinggian diatas 900 mdpl. “Umbinya berbentuk bulat telur, Warna siungnya putih keunguan dengan aroma yang sangat kuat. Rata-rata produksinya 8 – 10 ton per hektar. Untuk Lumbu Kuning agak mirip dengan Lumbu Hijau, hanya warna daunnya hijau muda agak kekuningan dan produktivitasnya lebih rendah dibanding Lumbu Hijau, rata-rata sekitar 6 – 8 ton/hektar,” beber Sukarman.

“Varietas Lumbu Putih awalnya dilepas di Jogja, tapi kemudian tidak banyak dikembangkan karena varietas tersebut cocok untuk dataran medium dan umbinya dianggap kurang besar. Namun anehnya, ujicoba tanam varietas Lumbu Putih oleh salah satu penangkar di Sembalun Lombok Timur yang ketinggiannya di atas 1000 m dpl, justru menunjukkan hasil umbi yang besar dan produktivitas tinggi. Tentu ini akan kami tindaklanjuti untuk disosialisasikan kepada masyarakat untuk mengembangkannya guna meningkatkan produksi bawang putih” terangnya.

Sementara untuk varietas Sangga Sembalun, sesuai dengan namanya menjadi varietas favorit petani bawang putih di Lombok Timur dan wilayah Nusa Tenggara pada umumnya. Hasil uji DNA, mengindikasikan bahwa varietas Sangga Sembalun tidak berbeda dengan varietas _Great Black Leaf_ (GBL) yang dikembangkan di Taiwan maupun varietas Seed 40 yang dikembangkan di Mesir. Varietas ini dicirikan dengan warna daun hijau muda, warna umbi dan siungnya putih keunguan, aroma kurang tajam dan cocok ditanam di dataran tinggi.

Sedangkan untuk varietas Tawangmangu Baru, hingga saat ini masih banyak dikembangkan di kawasan lereng Gunung Lawu di Kabupaten Karanganyar dan sekitarnya. “Varietas Tawangmangu baru ini terbilang super, karena hasilnya bisa mencapai lebih dari 12 ton/hektar. Aromanya juga kuat, dengan ukuran umbi yang besar. Sayangnya umur panennya memang sedikit lebih lama” kata Sukarman.

Meski sudah memiliki nama varietas terdaftar, banyak petani yang belum bisa membedakan antara varietas satu dengan varietas lainnya. Hingga kini pun, banyak petani yang masih menyebut varietas bawang putih dengan istilah-istilah lokal antara lain bawang lengkong, bawang geol dan bawang bagong. “Para petani di lereng Gunung Sumbing dan Sindoro seperti Magelang, Temanggung, Wonosobo dan sekitarnya masih banyak yang menyebut Bawang Lengkong dan Geol. Para petani di Lombok Timur juga masih menyebut Bawang Bagong. Padahal jenis tersebut identik dengan varietas yang sudah terdaftar,” tukasnya.

Disinggung mengenai bawang putih ‘lanang’ yang banyak diburu konsumen karena dipercaya memiliki khasiat lebih, Sukarman menjelaskan bahwa jenis bawang tersebut adalah bawang bersiung tunggal, berbentuk semi bulat yang terbentuk karena pembentukan tunas bakal siung tidak berkembang dengan sempurna. "Soal mitos khasiat lebih yang dimilikinya tentu menjadi tantangan para peneliti untuk membedahnya secara empirik,” pungkasnya.(jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Produksi dan Kualitas Jagung Indonesia Tidak Kalah Saing dengan Impor


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler