jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) meminta Pemerintah Daerah (Pemda) memvalidasi data luas baku lahan pertanian yang dimiliki. Hal ini untuk kepentingan alokasi pupuk bersubsidi yang akan diberikan pemerintah.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy mengatakan, kesalahan data luas baku lahan pertanian ini memang terjadi di sejumlah daerah di hampir semua Provinsi. Sehingga hal tersebut mempengaruhi jatah pupuk yang diterima daerah.
BACA JUGA: Terobosan Kementan Berhasil Tekan Inflasi Pangan Sejak 2015
"Untuk sementara daerah yang kekurangan pupuk bersubsidi memakai pupuk nonsubsidi sebagai pengganti pupuk subsidi pada musim tanam gadu ini. Sampai proses validasi diselesaikan masing-masing daerah," ujar Sarwo Edhy, Sabtu (18/5).
BACA JUGA: Terobosan Kementan Berhasil Tekan Inflasi Pangan Sejak 2015
BACA JUGA: Kementan Sasar Kalteng Demi Wujudkan Target Program Serasi
Hal itu disebabkan saat ini Kementerian Pertanian bersama Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dan Badan Informasi Geospasial (BIG) tengah memvalidasi lahan sawah yang dinolkan dari peta lahan pertanian.
Akibat dinolkannya data lahan sawah, sejumlah daerah tak lagi mendapat jatah pupuk bersubsidi.
BACA JUGA: Menjadi Jutawan Muda dengan Bertani
"Contohnya terjadi di Lampung. Kami sudah mengunjungi Lampung Selatan, Tulangbawang, dan Mesuji untuk memvalidasi lahan pertanian yang dinolkan. Kenyataanya waktu kami berkunjung ke Lampung Selatan di titik koordinat yang dihapus. Ternyata masih ada lahan sawah 600 hektare," kata Sarwo Edhy.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian, Sarwo Edhy mengatakan dari segi volume ada sedikit pengurangan jumlah pupuk bersubsidi.
Pasalnya Kementan harus menyesuaikan dengan hitungan BPS. Tahun ini alokasi yang disiapkan sebesar 9,1 juta ton dengan anggaran 29 triliun pada 2019.
Pengurangan alokasi pupuk bersubsidi juga dialami Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat. Pada tahun 2019 ini, alokasi pupuk berkurang menjadi 9.006,8 ton dibandingkan tahun 2018 sebesar 10.525 ton.
“Berdasarkan data luas lahan sawah antara BPS dan Pertanian ternyata berbeda cukup signifikan, yaitu 2.525 hektare (ha) dan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) langsung dikirim secara daring ke pusat oleh petugas kelompok, sehingga mempengaruhi jatah alokasi pupuk,” pungkasnya.
Sejumlah pemerintah daerah lainnya juga meminta revisi kebutuhan pupuk. Sebab jumlah kebutuhan para petani untuk bercocok tanam tersebut tidak sesuai dengan data yang disetorkan pemerintah daerah.
Seperti yang terjadi Provinsi Sumatra Utara. Gubernurnya, Edy Rahmayadi, sudah mengirim surat kepada Kementerian Pertanian (Kementan) agar jumlah pupuk bersubsidi untuk daerahnya ditambah.
Gara-gara salah memberikan data luas baku lahan pertanian di Sumatera Utara (Sumut), alokasi pupuk bersubsidi untuk Provinsi Sumut dikurangi Kementan.
Menanggapi persoalan ini, Gubernur Sumut Edy Rahmayadi menyurati Kementan untuk meminta revisi kebutuhan pupuk di Sumut sesuai luas baku lahan yang ada.
“Masalahnya sudah kita atasi. Sebelumnya memang ada kesalahan data lahan sehingga alokasi pupuk ke Sumut dikurangi,” kata Edy.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan M Azhar mengatakan, pengurangan alokasi pupuk berawal dari penetapan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN bahwa lahan di Sumut berkurang 171.000 hektare.
"Data ini yang menjadi acuan Kementan mengalokasikan pupuk bersubsidi. Sementara setelah kita lakukan pendataan di lapangan berdasarkan data seluruh PPL dan ditandatangani kepala desa dan camat, total lahan sawah kita 397.000 hektar, hanya kurang 37.000 hektar,” ucap Azhar.
Keluhan yang sama juga disampaikan pemerintah Kabupaten Barito Kuala beberapa waktu lalu. Dinas Pertanian Batola yang diwakili Sri Haryani, menyatakan jatah pupuk subsidi untuk Batola pada 2018 sebanyak 9.000 ton dan pada 2019 hanya mendapatkan 3.000 ton atau ada pengurangan 6.000 ton.
Ini akibat berkurangnya luas baku lahan yang semestinya 100.000 hektar menjadi tinggal 35.000 hektar berdasarkan data BPN.
“Kita sudah melayangkan klarifikasi ke Dinas Pertanian Provinsi Kalsel. Masa Batola sebagai lumbung padi terbesar di Kalsel cuma mencapatkan jatah pupuk 3.000 ton saja. Padahal, sebelumnya 9.000 ton,” katanya.
Kepala Bidang Sarana Prasarana Dinas Pertanian Solok Selatan, Zamzami beberapa waktu lalu menyebutkan, berdasarkan data BPS, luas lahan sawah Solok Selatan hanya 7.700 ha, sedangkan data pemerintah daerah mencapai 10.225 ha.
"Apabila kuota ini tidak ditambah, maka akan terjadi kelangkaan di akhir tahun atau kehabisan stok di tingkat pengecer. Sehingga berpengaruh pada produksi pertanian, baik padi maupun jagung," ujarnya.
Permasalahan ini terjadi hampir di seluruh Indonesia, sehingga pemerintah daerah disarankan membuat surat baru yang ditandatangani BPN, BPS dan Pertanian terkait luas lahan.
Pada tahun lalu, berdasarkan pemotretan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Informasi Geospasial (BIG), dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) luas lahan baku sawah Indonesia turun menjadi 7,1 juta hektare, dari 7,75 juta hektare pada 2013.
Data yang diterbitkan oleh BPN dan BPS ini menjadi acuan baru dalam perhitungan produksi beras nasional. Hal ini tentu saja berimbas pada alokasi subsidi berupa sarana dan prasarana produksi yang diberikan oleh pemerintah.
Pada tahun 2019, Kementan diketahui telah menyesuaikan alokasi pupuk bersubsidi dan benih. Namun ternyata hal ini memberikan dampak bagi beberapa daerah.
Tercatat beberapa daerah mengalami penurunan luas baku lahan pertanian, sehingga bantuan subsidi yang diterima menurun juga. (adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah Bersama-sama Mengawal Stabilitas Harga Pangan
Redaktur : Tim Redaksi