Kementan Tidak Kenal Lelah Memodernisasi Pertanian

Senin, 09 September 2019 – 07:16 WIB
Dirjen PSP Kementan Sarwo Edhy. Foto: Humas Kementan

jpnn.com, JAKARTA - Selama hampir 5 tahun terakhir Kementerian Pertanian (Kementan) secara aktif terus melakukan modernisasi alat dan mesin pertanian (Alsintan). Tujuannya untuk meningkatkan capaian produksi pertanian.

"Kami sudah menggunakan teknologi pada tata cara tanam, kemudian memperhitungkan pola tanam berbasis IT," ujar Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy, Minggu (8/9).

BACA JUGA: PERAGI: Mentan Amran Sukses Mengubah Wajah Pertanian Indonesia Lebih Modern

Sarwo Edhy mengatakan, pelaksanaan mekanisasi ditandai dengan pengadaan alsintan dalam jumlah yang besar.

BACA JUGA: Kementan Lepas Ekspor 240 Kg Salak Tasik ke Tiongkok

BACA JUGA: Kementan Lepas Ekspor 240 Kg Salak Tasik ke Tiongkok

Kebijakan ini rupanya turut berpengaruh pada level mekanisasi Indonesia yang mencapai angka 1,68 persen. Padahal angka pada tahun 2014 hanya 0,14 persen.

"Kementan juga sedang mengembangkan prototype dan menguji efisiensi lima alsintan berbasis teknologi 4.0. Yaitu atonomous tractor, robot tanam, drone sebar pupil, autonomous combine, dan panen olah tanah terintegrasi," kata Sarwo Edhy.

BACA JUGA: Guru Besar IPB Apresiasi Kemajuan Pertanian Indonesia

Adapun kelima alsintan ini, jika dibandingkan alat konvensional biasa mampu meningkatkan efisiensi waktu kerja sekitar 51 hingga 82 persen. Sementara efisiensi biaya berkisar 30 hingga 75 persen.

"Komoditas utama seperti padi dan jagung secara khusus dikembangkan pemanfaatan mekanisasi dengan alat mesin pertanian modern baik panen maupun paska panen," jelas Sarwo Edhy.

Diketahui, selama tahun 2015 hingga April 2019, Kementan juga memfokuskan untuk mendukung pembangunan empat sub sektor komoditas pertanian. Yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan.

Di antaranya, pengembangan dan pengelolaan air irigasi, pengembangan mekanisasi pertanian, pengembangan pemanfaatan lahan rawa, cetak sawah, pupuk subsidi, dan asuransi pertanian.

Kegiatan yang dilakukan ini cenderung memberikan dampak pada peningkatan produktivitas dan peningkatan indeks pertanaman (IP).

Adapun realisasi angka pada pengairan sawah yang ada jumlahnya mencapai 3,129 juta hektar dengan indeks pertanaman (IP) sebesar 0,5.

Angka ini rupanya berdampak langsung pada peningkatan produksi hingga mencapai 8,21 juta ton.

Di sisi lain, kegiatan ini juga mampu mempertahankan produksi padi sebanyak 16,36 juta ton.

Namun apabila peningkatan IP 0,5 terpenuhi akibat dari kegiatan ini, maka akan terjadi peningkatan produksi sebanyak 8,18 juta ton.

Dengan demikian, total produksi padi selama lima tahun pada area yang terdampak kegiatan rehabilitasi jaringan irigasi mencapai 24,37 juta ton.

Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Imam Santoso mendukung upaya pemerintah dalam memanfaatkan teknologi sebagai jalan peningkatan produksi.

Menurut dia, proses ini sudah harus masuk dari hulu hingga merata sampai hilir.

"Dengan teknologi semua akan menjadi efektif dan efisien. Begitupula target yang akan dicapai akan lebih realistis, karena teknologi itu identik dengan presisi tinggi. Selain itu, untuk makin meningkatkan keberhasilan pertanian presisi ini perlu didukung juga oleh pengembangan agroindustri 4.0, yang mengintegrasikan hulu hilir secara efektif dan efisien," katanya.

"Selama tahun 2014-2018, produktivitas tenaga kerja sektor pertanian meningkat 20,35 persen, dari sebesar Rp 23,29 juta per orang pada tahun 2014 meningkat menjadi Rp 28,03 juta per orang pada tahun 2018," tambahnya. (adv/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Komoditi Pertanian Indonesia Semakin Jaya


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Kementan  

Terpopuler