Kementerian PP Tidak Harus Dipimpin Perempuan

Senin, 14 Mei 2012 – 18:44 WIB
JAKARTA - Wakil Ketua MPR Hj Melani Leimena Suharli mengatakan jabatan di Kementerian Pemberdayaan Perempuan (Kemen PP) tidak harus perempuan.

"Tidak penting betul perempuan untuk harus jadi Menteri Pemberdayaan Perempuan, yang penting kebijakannya benar-benar memberdayakan perempuan," kata Melani Leimena Suharli, dalam Dialog Pilar Negara bertema 'Memperkuat Peran politik Perempuan dalam Konstitusi dan Praktik', di ruang Presentasi Perpustakaan MPR RI gedung Nusantara IV, Senayan Jakarta, Senin (14/5).

Laki-laki, lanjut Melani jika telah teruji dan diyakini bisa secara optimal memberdayakan perempuan tidak ada salahnya. Yang penting kebijakannya, bukan soal perempuan atau laki-laki.

Selain itu Melani Leimena Suharli juga mendesak partai politik untuk proaktif merekrut perempuan-perempuan populer di mata masyarakat. "Dengan modal popularitas tersebut, parpol tinggal mengedukasi mereka dengan pengetahuan politik dan hasilnya tentu akan lebih baik."

Dalam kesempatan yang sama, politisi partai Golkar Nurul Arifin juga mengatakan bahwa tidak ada keharusan Kementerian Pemberdayaan Perempuan diisi oleh perempuan.

"Saya sependapat dengan Wakil Ketua MPR bahwa Kementerian Pemberdayaan tidak mesti seorang perempuan," ujarnya.

Lebih lanjut dia juga mengajak seluruh perempuan yang ingin berjuang lewat jalur politik tidak memasrahkan diri terhadap kuota perempuan yang diberikan oleh undang-undang.

"Jangan pasrah dengan kuota 30 persen. Perempuan harus berjuang memelebihi dari batasan UU itu karena kuota 30 persen bagi perempuan untuk duduk di parlemen itu batas minimal," tegasnya.

Terhadap kasus hukum yang kini menjerat salah seorang anggota DPR yang kebetulan perempuan, Nurul Arifin berharap agar hal itu tidak digeneralisasi karena tidak semua perempuan seperti itu.

Nurul juga menegaskan bahwa keharusan perempuan ada di parlemen merupakan kehendak global yang terjadi di mana-mana. "Soal perlunya perempuan di parlemen bukan ujuk-ujuk tapi ini perubahan global dan sangat mungkin terjadi kalau semua pihak mendukung secara baik," imbuh anggota Komisi II DPR itu.

Isu keberadaan perempuan di Parlemen Indonesia dimulai semenjak tahun 2003. "Dari sisi waktu memang sangat terlambat dibanding dengan negara-negara lainnya di dunia," ungkap Nurul. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Polri Pastikan Properti Korban Diserahkan ke Keluarga

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler