”MDGs yang akan berakhir pada 2015 masih belum berhasil mengatasi kemiskinan. Bahkan kesenjangan tidak hanya menjadi masalah di negara-negara miskin, tetapi juga di negara-negara berkembang dan maju,” kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat membuka Indonesia MDG Awards (IMA) 2012 di Hotel Conrad, Nusa Dua, Bali, Selasa (26/3).
Menurutnya, MDGs tidak mampu menangani sejumlah isu, seperti penyediaan lapangan kerja dan kesenjangan. ”MDGs juga belum menjawab akar persoalan pembangunan berkelanjutan, dan mengurangi penyebab kemiskinan,” jelas SBY.
Untuk mengurangi tingkat kemiskinan ekstrem ini, SBY berharap kebijakan yang perlu dilakukan adalah mengurangi beban yang ditanggung masyarakat.
Misalnya, sekolah dan pengobatan gratis bagi rakyat yang sangat miskin, beras dengan harga yang lebih murah. ”Serta memberikan bantuan sosial, termasuk pada yang terkena bencana,” lontarnya.
Selain itu, terkait dengan upaya merumuskan agenda pembangunan pasca 2015, SBY menyimpulkan setidaknya ada tiga yang perlu dijadikan pertimbangan.
Pertama, adalah pengalaman. ”Lewat MDGs, kita tahu mana yang berhasil, mana yang bermakna, mana yang tidak berhasil,” cetus Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat ini.
Kedua, tegasnya, lanskap pembangunan telah berubah drastis. Di satu sisi negara berkembang saat ini telah menjadi mesin pertumbuhan, di sisi lain geografi kemiskinan menunjukkan bahwa sejumlah besar warga dunia yang tergolong miskin juga berada di negara berpenghasilan menengah.
Ketiga, perlunya kerangka kerja yang mampu menjawab tantangan dan peluang saat ini dan di masa depan. ”Indonesia mengambil posisi menghindari perombakan total terhadap MDGs sebagai bentuk agenda pembangunan pasca 2015,” terangnya.
Sementara itu, dalam dialog Youth Media and Development Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo menambahkan, bahwa target dari MDGs 2015 memang sebuah keniscayaan karena pada 2020-2030 nantinya akan masuk bonus demografi.
”Artinya, adanya usia muda yang akan menjadi besar dan jika tidak tepat ditangani, maka bisa menjadi bencana. Ini dapat menjadi peluang dan bisa juga menjadi bencana,” cetus dia.
Untuk itu, tambah Roy, pihaknya akan mengsingkronkan bagaimana usia muda bisa selaras dengan programnya dan tidak ditinggalkan oleh masyarakat. Maka dengan itu, perlu menghubungkan titik dari dahulu, sekarang, dan masa depan.
”Insya Allah Menpora akan mengsingkronkan dengan program-program yang ada. Kita akan melakukan modifikasi dengan baik, sehingga bisa diterima generasi muda. Salah satunya kegiatan pramuka,” tegasnya.
Jadi, lanjut Rot, tahun ini pramuka masuk dalam pelajaran wajib yang bukan lagi menjadi kegiatan pilihan. Selain itu, adanya semangat menggabungkan pramuka ini ke dalam kegiatan berbasis teknologi.
”Artinya nantinya pramuka tidak dipandang menjadi sebuah organisasi peniggalan masa dulu, tapi menjadi masa sekarang,” ujarnya.
Roy juga menilai, selama ini kegiatan pramuka ini hanya menjadi baju saja. Jika melihat dari sekolah-sekolah yang melakukan kegiatan pramuka, anak-anak sekarang hanya mengerti menggunakan baju pramuka, tapi tidak mengerti arti patriotisme dan nasionalisme yang mestinya bisa diajarkan.
”Saya yakin nantinya pramuka bisa menjadi kegiataan yang disenangi lagi oleh generasi muda,” terang dia. (fdi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Lewat Voting, DPR Setuju Agus Marto Pimpin BI
Redaktur : Tim Redaksi