JAKARTA - Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) mengecam negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia yang terkesan menyalahkan Indonesia terkait polusi asap akibat kebakaran lahan dan hutan di Riau. Menurut Manajer Kampanye Hutan dan Perkebunan Skala Besar WALHI, Zenzi Suhadi, negara tetangga juga harus menyadari bahwa perusahaan mereka termasuk yang beroperasi di beberapa titik di wilayah Sumatera dan sekitarnya. Apalagi ada dugaan, perusahaan dari dua negara itu pelaku dari pembakaran lahan gambut dan hutan di Riau.
"Kejadian-kejadian seperti ini kan tidak lepas dari aktivitas perusahaan mereka selama ini. Termasuk aktivitas keuangan mereka untuk membiayai perusahaan Indonesia yang juga merusak lingkungan di Indonesia. Ini namanya bukan lagi bencana asap tapi kejahatan lingkungan," tegas Zenzi saat dihubungi JPNN, Jumat, (21/6).
Zenzi menyatakan, Malaysia dan Singapura harus menyerahkan data tentang nama perusahaan mereka yang beroperasi di wilayah Sumatera kepada pemerintah Indonesia, untuk ditelusuri lebih jauh. Bagi perusahaan yang tidak tertib dalam perizinan dan mengabaikan keamanan lingkungan, lanjut Zensi, harus disanksi.
"Jika mereka tidak mau meredakan asapnya, tidak masalah. Tapi mereka harus menghentikan operasi perusahaan, tertibkan, dan hentikan aktivitas keuangan untuk perusahaan mereka 9Singapura/Malaysia, red) di Indonesia yang mengelola hutan dan lahan," sambungnya.
Namun Zenzi juga mengakui, adanya kejahatan lingkungan dalam kasus kebakaran hutan di Riau bukan hal baru. Kejahatan yang berulang ini terjadi, kata dia, karena kesalahan pemerintah daerah, Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan aparat kepolisian.
Menurutnya, pihak-pihak yang memberikan izin kepada perusahaan yang beroperasi di wilayah hutan justru tidak serius melihat prosedur yang berlaku. Termasuk melihat dampaknya terhadap lingkungan. Pemda, kata dia, justru memberikan izin sesuai dengan kepentingan politik dengan perusahaan.
"Menjelang atau sesudah Pemilu atau Pilkada mereka biasanya memberikan izin. Jadinya Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, red) hanya administrasi semata, tapi tidak serius melihat operasi atau kegiatan yang merusak lingkungan," terangnya.
Akibat kepentingan politik ini, kata dia, pemda dan pemerintah menjadi sulit mengambil tindakan tegas pada perusahaan yang diduga merusak lingkungan. Oleh karena itu, Zenzi meminta Pemerintah tegas menindak tanpa pandangbulu pelaku pembakaran lahan di Riau. Termasuk tidak merahasiakan nama-nama perusahaan yang diduga terlibat.
Ke depan, Zenzi meminta pemerintah mengubah pandangan, bahwa hutan adalah sebuah kawasan. Hutan, tutur Zenzi, seharusnya dilihat sebagai ekosistem dan menjadi satu kesatuan dengan masyarakat di sekitarnya.
"Kembalikan hutan dan lahan kepada masyarakat, agar mereka bisa mengelola dengan baik. Saat ini ada 33 ribu desa yang deket hutan di Indonesia, tapi ini bukan dikelola mereka sendiri. Masyarakat tidak mungkin merusak lingkungan yang sebenarnya membawa penghidupan untuk mereka," tandas Zenzi. (flo/jpnn)
"Kejadian-kejadian seperti ini kan tidak lepas dari aktivitas perusahaan mereka selama ini. Termasuk aktivitas keuangan mereka untuk membiayai perusahaan Indonesia yang juga merusak lingkungan di Indonesia. Ini namanya bukan lagi bencana asap tapi kejahatan lingkungan," tegas Zenzi saat dihubungi JPNN, Jumat, (21/6).
Zenzi menyatakan, Malaysia dan Singapura harus menyerahkan data tentang nama perusahaan mereka yang beroperasi di wilayah Sumatera kepada pemerintah Indonesia, untuk ditelusuri lebih jauh. Bagi perusahaan yang tidak tertib dalam perizinan dan mengabaikan keamanan lingkungan, lanjut Zensi, harus disanksi.
"Jika mereka tidak mau meredakan asapnya, tidak masalah. Tapi mereka harus menghentikan operasi perusahaan, tertibkan, dan hentikan aktivitas keuangan untuk perusahaan mereka 9Singapura/Malaysia, red) di Indonesia yang mengelola hutan dan lahan," sambungnya.
Namun Zenzi juga mengakui, adanya kejahatan lingkungan dalam kasus kebakaran hutan di Riau bukan hal baru. Kejahatan yang berulang ini terjadi, kata dia, karena kesalahan pemerintah daerah, Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan aparat kepolisian.
Menurutnya, pihak-pihak yang memberikan izin kepada perusahaan yang beroperasi di wilayah hutan justru tidak serius melihat prosedur yang berlaku. Termasuk melihat dampaknya terhadap lingkungan. Pemda, kata dia, justru memberikan izin sesuai dengan kepentingan politik dengan perusahaan.
"Menjelang atau sesudah Pemilu atau Pilkada mereka biasanya memberikan izin. Jadinya Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, red) hanya administrasi semata, tapi tidak serius melihat operasi atau kegiatan yang merusak lingkungan," terangnya.
Akibat kepentingan politik ini, kata dia, pemda dan pemerintah menjadi sulit mengambil tindakan tegas pada perusahaan yang diduga merusak lingkungan. Oleh karena itu, Zenzi meminta Pemerintah tegas menindak tanpa pandangbulu pelaku pembakaran lahan di Riau. Termasuk tidak merahasiakan nama-nama perusahaan yang diduga terlibat.
Ke depan, Zenzi meminta pemerintah mengubah pandangan, bahwa hutan adalah sebuah kawasan. Hutan, tutur Zenzi, seharusnya dilihat sebagai ekosistem dan menjadi satu kesatuan dengan masyarakat di sekitarnya.
"Kembalikan hutan dan lahan kepada masyarakat, agar mereka bisa mengelola dengan baik. Saat ini ada 33 ribu desa yang deket hutan di Indonesia, tapi ini bukan dikelola mereka sendiri. Masyarakat tidak mungkin merusak lingkungan yang sebenarnya membawa penghidupan untuk mereka," tandas Zenzi. (flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 20 Persen Hotspot di Areal Perusahaan
Redaktur : Tim Redaksi