Kenali Gejalanya, TBC Bisa Disembuhkan

Minggu, 14 April 2013 – 10:13 WIB
PENYAKIT tuberculosis (TBC) sudah dikenal manusia sejak lama. Penyakit ini tak mematikan, namun bisa disembuhkan asal terdeteksi secara dini dan penderitanya melakukan pengobatan dengan benar.

Tuberculosis (TBC) merupakan penyakit menular yang masih menjadi perhatian dunia. Hingga saat ini, belum ada satu negara pun yang bebas TBC. Angka kematian dan kesakitan akibat kuman mycobacterium tuberculosis ini pun tinggi.

Tingkat prevalensi penderita TBC di Indonesia diperkirakan sebesar 289 per 100 ribu penduduk dan insidensi sebesar 189 per 100 ribu penduduk. Bahkan 27 dari 1.000 penduduk terancam meninggal seperti yang dilaporkan Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia yang dihimpun sepanjang 2011 mengenai tuberkulosis (TBC) di Indonesia.

Laporan tersebut juga meliris bahwa angka penjaringan penderita baru TBC meningkat 8,46 persen dari 744 penderita TBC di 2010 menjadi 807 per 100.000 penduduk di 2011. Namun, kabar baiknya angka kesembuhan pada 2011 mencapai target sebesar 83,7 persen dan angka keberhasilan pengobatan pada 2011 mencapai target sebesar 90,3 persen.

Melalui data tersebut menunjukkan bahwa tiap tahunnya penderita TBC meningkat secara siginfikan. Peningkatan ini sejatinya harus disikapi dengan berbagai tindakan, baik preventif maupun kuratif oleh segenap masyarakat. Masalah kesehatan harus disadari oleh setiap orang, termasuk soal TBC.

"TBC bukan merupakan penyakit mematikan. Namun, bisa disembuhkan melalui peengobatan rutin minimal selama 6 bulan," kata Dr Ari Fahrial Syam Sp.PD Spesialis Penyakit Dalam dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI-RSCM.

Menurut Ari, pada 2 bulan pertama pada umumnya pasien yang menderita TBC harus minum obat minimal sebanyak 4 macam obat antara lain yang sering digunakan sebagai pengobatan pertama yaitu rifampisin, isoniasid (INH), pirazinamid dan ethambutol.

“Terus terang kita tidak bisa lari dari kenyataan bahwa minum obat dengan berbagai macam dan jangka waktu yang panjang membuat kepatuhan seseorang akan berkurang. Kepatuhan dan keinginan untuk sembuh adalah syarat yang harus dimiliki oleh seseorang yang menderita TBC," ungkap Ari.

Di sisi lain juga perlu disampaikan jika penyakit dan kuman TBC tersebut masih ada pada paru-paru pasien tersebut, maka mereka potensial untuk menularkan kepada orang lain. Karenanya, bagi penderita TBC ada 2 hal yang selalu diperhatikan kesembuhan diri sendiri dan tidak menularkan kepada orang lain.

Saat ini bagi masyarakat tidak mampu disediakan obat anti TBC gratis yang disediakan di Puskesmas-puskesmas baik puskesmas kelurahan dan kecamatan. Yang terpenting adalah segera mendeteksi anggota keluarga yang mempunyai gejala-gejala terinfeksi TBC dan segera membawa ke puskesmas untuk dievaluasi lebih lanjut dan jika terbukti menderita TBC masuk dalam program pengobatan TBC yang saat ini diberikan cuma-cuma.

Lebih jauh Ari menguraikan, ciri utama pasien TBC yakni, batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.

Tidak ada gejala yang berhubungan dengan TBC aktif. Hanya saja ini jika sistem kekebalan tubuh seseorang melemah, gejala yang muncul ketika infeksi TBC akan berkembang secara bertahap, dan mungkin butuh waktu beberapa minggu sebelum Anda tahu kalau penyakit yang Anda alami TBC.

Meskipun bakteri TBC dapat menginfeksi setiap organ seperti ginjal, kelenjar getah bening, tulang, sendi dalam tubuh, penyakit ini umumnya terjadi di paru-paru. Gejala umumnya bisa Anda ketahui seperti batuk yang berlangsung lebih dari 2 minggu dengan dahak berwarna hijau, kuning, atau berdarah, penurunan berat badan, kelelahan, demam, keringat di malam hari, menggigil, nyeri dada, sesak napas, dan kehilangan nafsu makan.

Diagnosis TBC juga bisa dilakukan dengan tes kulit, sinar-X, analisis dahak (BTA dan biakan), dan tes PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk mendeteksi materi genetik dari penyebab bakteri TB. Selain pengobatan dengan berbagai obat pasien yang mengalami menderita TB juga harus terus menerus memperhatikan makanannya. Diusahakan agar selalu mengkonsumsi makanan yang bergizi.

“Ironisnya umumnya pasien yang mengalami penyakit TBC ini berasal dari golongan masyarakat miskin. Sehingga selain kendala berobat, konsumsi makanan yang bergizi juga menjadi hal yang sulit dilakukan sehingga pada akhirnya pasien dengan TBC tidak bisa disembuhkan dengan baik,” tegas Ari.

Program pengobatan gratis yang saat ini ada di puskesmas harus secara terus menerus dilakukan dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Tambahan susu dan makanan lainnya, juga seharusnya dapat diusahakan oleh pemerintah daerah setempat untuk turut membantu pasien yang menderita TBC. Mata rantai penularan harus diputuskan dengan mengobati pasien yang menderita TBC sampai sembuh. (zul)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ovarium Buatan Bisa Bantu Produksi Hormon Seks

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler