jpnn.com - Banyak yang mengira anak tidak akan mengalami stres, karena tanggung jawabnya masih sedikit. Terlebih, anak tak perlu memikirkan pekerjaan yang menumpuk, masalah keluarga atau konflik dengan rekan kerja, layaknya orang dewasa.
Kenyataannya, stres pada anak bisa terjadi.
BACA JUGA: Stres Membuat Otak Menua 4 Tahun?
Stres merupakan respon terhadap perubahan pada diri anak. Penyebab stres (stresor) bisa berasal dari luar maupun dalam diri sang anak itu sendiri.
Stresor pada anak bervariasi dan terus berkembang seiring usianya. Sebagai contoh, stresor pada balita adalah cemas berpisah (separation anxiety) dengan orang tua atau pengasuhnya.
BACA JUGA: Tora Sudiro Stres Diberitakan Soal Narkoba
Sementara itu, stresor pada anak usia sekolah bisa berupa lingkungan sekolah atau tekanan teman kelompoknya.
Hal lain yang dapat menjadi stresor pada anak adalah lingkungan baru saat anak pindah tempat tinggal atau pindah sekolah, anggota keluarga yang meninggal, atau perceraian orang tua.
BACA JUGA: Kak Seto: Lindungi Anak-Anak Dari Produk Susu Bergula Tinggi
Selain itu, pencetus stres lainnya, bisa berwujud kekhawatiran akan prestasi di sekolah, tekanan dari teman sebaya, keinginan untuk menguasai keahlian tertentu (misal dalam olahraga), hingga perubahan saat pubertas.
Tentu tidak semua stres berdampak buruk bagi anak. Sebagai contoh saat anak dipacu oleh pelatih olahraga, hal tersebut bisa mendorong anak untuk menguasai keahlian dalam olahraga tersebut.
Atau ketika anak melihat rekan sebayanya bisa bermain alat musik, dia pun bisa termotivasi untuk belajar. Keberhasilan anak menghadapi stres di masa kecil akan menjadi modal yang baik baginya untuk menghadapi tantangan saat dia dewasa nanti.
Namun, bila stresor yang dialami terlalu berat atau terus menerus, anak mungkin tidak dapat mengatasinya. Hal ini bisa berakibat buruk bagi kesehatan, baik fisik maupun mental anak di kemudian hari.
Seorang anak mungkin tidak menyadari dirinya berada dalam kondisi stres. Karena itu penting bagi orang tua atau orang dewasa di sekitarnya untuk mengenali tanda-tandanya berikut ini:
1. Perubahan perilaku yang negatif.
Perubahan perilaku ini membuat anak jadi pemurung, mudah menangis, tidak bersemangat melakukan hobinya, sulit konsentrasi saat belajar, cemas terus menerus, hingga sangat takut bila berpisah dengan orang tuanya.
2. Mengompol.
Kontrol kandung kemih melemah ketika sedang stres. Itulah sebabnya anak akan sering mengompol saat dia stres.
3. Sering mengalami mimpi buruk.
Anak yang sedang stres akan menolak ketika disuruh tidur karena takut akan mimpi buruk.
4. Perubahan pola makan.
Anak yang stres bisa jadi makan terlalu sedikit atau sangat banyak.
5. Perilaku agresif.
Anak pada beberapa hari terakhir menunjukkan perilaku agresif, seperti mudah marah, sering berteriak, dan tidak dapat mengontrol emosinya
6. Gangguan pencernaan.
Anak yang sedang stres sering mengeluhkan nyeri perut dan perubahan pola buang air besar.
Bila anak menunjukkan tanda-tanda demikian, segera cari tahu kemungkinan penyebab stres. Ajak anak dan seluruh keluarga untuk pergi bersama atau hanya sekedar berjalan santai.
Untuk anak yang lebih besar, doronglah dia untuk menceritakan apa yang dirasakannya. Dengarkan saat dia bercerita. Anak akan merasa lebih lega bila dia dapat menyalurkan perasaan stresnya.
Stres pada anak bisa berpengaruh terhadap tumbuh kembangnya. Karena itu, kenali tanda-tandanya sedini mungkin untuk menghindarkan anak dari efek buruk yang bisa berdampak negatif di kemudian hari.(DA/RVS/klikdokter)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Yuk Berhenti Mengeluh dengan Tips Sederhana ini
Redaktur & Reporter : Yessy