jpnn.com, JAKARTA - Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana mengakui tahapan seleksi CPNS yang diterapkan selama ini belum maksimal mendeteksi paham radikalisme.
Para pelamar memang dites wawasan kebangsaan serta ada psikotes, tetapi belum bisa menggambarkan bebas radikalisme.
BACA JUGA: MenPAN-RB Sebut Ada PNS Pintar Gagal jadi Pejabat Eselon I, Ini Penyebabnya
"Ini kelemahan dari sistem CPNS kita karena waktu untuk mendeteksi pelamar ini clear dari paham radikal, masih kurang," ungkap Bima dalam webinar menangkal radikalisme pada Aparatur Sipil Negara (ASN), Rabu (2/9).
Metode ini sangat berbeda dengan rekrutmen TNI yang benar-benar diuji calon prajuritnya bersih dari paham radikal.
BACA JUGA: Betapa Senangnya Bini Baim Wong, Tiba di Rumah Ada Mobil Mewah, Canggih
Rekrutmen CPNS, hanya menyentil sedikit tentang radikalisme.
Kondisi inilah yang membuat banyak PNS yang terpapar radikalisme. Ini bisa dilihat dari opini-opini PNS di media sosial.
BACA JUGA: 42 Perwira Tinggi TNI AL Naik Pangkat, Nih Daftar Namanya
"Radikalisme di PNS sifatnya halus. Mereka tidak menunjukkan terang-terangan sikap radikalnya. Biasanya ketahuan PNS terpapar itu lewat statusnya di medsos. Baik itu di WhatsApp, FB, Instagram, Twitter," ucapnya.
Bima mengaku sampai harus rajin berselancar di medsos untuk memantau pergerakan PNS.
Namun, banyak kendala karena tidak semua PNS terang-terangan membuka identitasnya.
"Untuk menanggulangi PNS yang sudah terpapar radikalisme, pemerintah mengambil tindakan dengan memindahkan ke bagian lain dan diawasi terus oleh atasannya,"ucapnya.
Ke depan, lanjut Bima, pemerintah akan memperketat rekrutmen ASN baik PNS maupun PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) untuk meminimalisir merekrut orang-orang yang memiliki paham radikal. (esy/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad