Kepala BPHN: Pembangunan Nasional Terhambat Tembok Regulasi, Perlu Adanya Terobosan

Kamis, 17 September 2020 – 04:27 WIB
Aksi protes RUU Omnibus Law Cipta Lapangan kerja. Foto : Ricardo

jpnn.com, JAKARTA - Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Prof. Benny Riyanto menuturkan pembangunan nasional seringkali terhambat tembok regulasi.

Benny mencontohkan dalam pembangunan nasional khususnya di sektor ekonomi, tembok regulasi menjadi momok yang menghambat masuknya investasi. Benny menyampaikan hal itu dalam Kuliah Umum Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Rabu (16/9).

BACA JUGA: Penjelasan Terbaru Wakil Ketua DPR Terkait RUU Omnibus Law Cipta Kerja

Padahal, menurutnya, peningkatan investasi adalah inti utama dalam pembangunan ekonomi.

“Ternyata regulasi ini punya peran yang sangat penting di dalam tegaknya pembangunan nasional. Salah satu pilarnya yakni hukum menempati posisi yang sangat sentral. Kalau bicara soal investasi, para investor itu kalau mau masuk ke Indonesia ternyata mereka itu menghadapi semacam tembok yang sulit untuk ditembus. Tembok itu namanya regulasi,” tutur Benny.

BACA JUGA: Obesitas Regulasi Perlu Penanganan Segera

“Para investor itu kalau mau berusaha di Indonesia itu setengah mati syaratnya. Belum mengurus usaha, baru mengurus perizinan saja mereka itu harus mengeluarkan anggaran yang tidak sedikit, waktu juga tidak sebentar. Bahkan ada yang sampai dua tahun izinnya tidak kelar padahal sarana prasarananya sudah masuk sehingga alat-alat itu sampai rusak belum sempat beroperasi,” sambung Benny.

Menurut Benny, Presiden Jokowi tahu persis masalah regulasi ini jadi penghambat pembangunan nasional. Karena itu, kata Benny, Presiden Jokowi memerintahkan adanya evaluasi dan penataan atas berbagai peraturan perundang-undangan yang menghambat pembangunan nasional.

BACA JUGA: PT PP Segera Rampungkan Pembangunan Istora Papua

“Dalam rapat terbatas 2017, beliau meminta agar regulasi itu ditata dan penantaan regulasi itu menjadi prioritas di dalam reformasi hukum saat sekarang. Inilah yang menjadi amanah untuk membuka kemajuan di sektor pembangunan ekonomi,” seru Benny.

Benny menyebut, permasalahan regulasi di Indonesia sudah menjadi semacam penyakit.

“Penyakit regulasi itu antara lain yaitu adanya hiper regulasi atau obesitas regulasi, adanya disharmoni regulasi, adanya multi interpretasi dari regulasi itu sendiri, atau regulasi tidak efektif. Bahkan regulasi itu bisa menimbulkan biaya tinggi,” papar Benny.

“Ini lah yang perlu kita antisipasi dan benahi, penyakit regulasi. Karena idealnya regulasi yang simple, regulasi yang harmonis yang jelas lugas, efektif-efisien,” tambah Benny.

Benny menjelaskan, perlu ada suatu terobosan untuk mengatasi masalah regulasi ini. Omnibus Law menjadi salah satu metode yang dipilih pemerintah untuk melakukan reformasi hukum dalam penataan perundang-undangan.

“Omnibus Law ini adalah salah satu terobosan dalam penataan regulasi khususnya dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Omnibus Law bertujuan untuk melakukan simplifikasi regulasi untuk mengakomodasikan beberapa peraturan perundang-undangan menjadi satu,” jelas Benny.

Mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro ini mencatat, setidaknya ada tiga manfaat yang dihasilkan dari proses Omnibus Law. Pertama adalah menghilangkan tumpang tindih antar Peraturan UU.

Kedua, efisiensi proses perubahan/pencabutan Peraturan UU. Ketiga, menghilangkan ego sektroal yang terkandung dalam berbagai Peraturan UU.

“Teman-teman DPR bersama pemerintah dalam satu tahun itu rata-rata melahirkan 8 UU. Lah kalau 79 UU itu bisa sampai 10 tahun. Dengan metode omnibus Law itu bisa dibabat dalam waktu satu tahun kita bisa mengakomodasikan itu. Itu yang perlu dipahami,” tandas Benny.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler