Kepala Daerah Curhat, SBY Pun Bersumpah

Selasa, 29 Januari 2013 – 06:51 WIB
Para kepala daerah, menghadiri Raker Pemerintah di JCC Jakarta. Terlihat Gubernur Riau Rusli Zainal bersama Mendagri, Gamawan Fauzi. Foto:Ist
JAKARTA--Rapat Kerja (Raker) Pemerintah Tahun 2013 yang berlangsung di Jakarta Convention Center (JCC), Senin (28/1), telah menjadi ajang curhat bagi para kepala daerah, utamanya tentang masalah korupsi. Banyaknya kepala daerah dan wakil kepala daerah (Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan wakil bupati serta walikota dan wakil walikota) yang tersandung kasus korupsi dan harus berakhir di balik jeruji, benar-benar telah menjadi momok yang menakutkan.

Hanya saja, banyak kepala daerah dan wakil kepala daerah yang merasa pemberantasan korupsi di Indonesia belum berada pada jalur yang pas dan memenuhi rasa keadilan. Bahkan kadang seperti dipaksakan. Itulah sebabnya, raker kali ini, yang dipimpin langsung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono didampingi Wakil Presiden Boediono dengan menghadirkan panelis, antara lain Ketua KPK Abraham Samad, Ketua BPK Hadi Poernomo, Kepala BPKP Mardiasmo, Jaksa Agung Basrief Arief dan Kapolri Timur Pradopo, mendapat perhatian serius dari para kepala daerah.

Gubernur Jawa Timur Soekarwo menyebut bahwa saat ini semua kasus ingin dipidanakan. Seharusnya, pinta Soekarwo, harus ada pemilahan, mana kesalahan administrasi, mana perdata dan mana yang pidana. “Jangan dipidanakan semua,” desak pria yang akrab disapa Pakde Karwo itu.

Gubernur Lampung Sjachroedin ZP dan Gubernur Kalimantan Tengah Teras Narang juga sependapat. Pemberantasan korupsi lebih mengedepankan upaya penindakan ketimbang upaya pencegahan. Padahal justru harus sebaliknya. Makanya tidak heran, semakin banyak pejabat yang ditangkap karena kasus korupsi, korupsi itu sendiri seperti tidak pernah berkurang.

“Sekarang ini ada istilah dalam pemberantasan korupsi itu, nobat. Maksudnya, nongol, babat. Tidak ada upaya melakukan pencegahan. Jadi, sistem kita ini yang salah,” sesal Sjachroedin seraya menambahkan bahwa gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah seharusnya punya diskresi dalam mengambil sebuah kebijakan. Apalagi tidak jarang, kepala daerah tersangkut kasus korupsi juga karena aturan yang sering berubah-ubah di negeri ini.

Pernyataan yang cukup lantang juga disampaikan Ketua Umum Apkasi yang juga Bupati Kutai Timur Isran Noor. Ia malah menyebut, saat ini penegak hukum seringkali seolah mencari-cari kesalahan pemerintah. Begitulah fakta yang terjadi di daerah-daerah. Kadang hanya karena surat kaleng atau sms gelap, seorang pejabat harus bolak-balik diperiksa aparat hukum. Lalu kalau sudah seperti itu, kapan pemerintah harus bekerja untuk pembangunan?

“Kesalahan dicari-cari. Sampai ke masalah Nabi Adam makan buah khuldi pun dipermasalahkan,” katanya memberi ibarat saking terkesannya upaya pemaksaan dalam pemberantasan korupsi.

Isran yang tampil mewakili para bupati seluruh Indonesia memastikan, bila aroma pemberantasan korupsi di Indonesia masih seperti saat ini, maka jangan heran kalau kinerja pemerintah di daerah sangat terganggu. Akibatnya, program pembangunan yang dicanangkan tidak berhasil dengan baik. “Jangan heran kalau banyak daerah yang tidak berani menggunakan anggaran karena mencari PPK (dulu Pimpro, red) saja sangat sulit. Makanya banyak APBN yang disalurkan ke daerah, tidak dapat dilaksanakan,” tegasnya lantang.

Apa yang disampaikan Isran ini juga diamini para kepala daerah lainnya. Lalu, apakah mereka tidak setuju dengan pemberantasan korupsi? Semua kepala daerah sangat mendukung upaya pemberantasan korupsi. Hanya saja, mereka meminta agar sebaiknya upaya pemberantasan korupsi lebih mengedepankan upaya pencegahan ketimbang penindakan. Aparat penegak hukum, apakah KPK, Polisi atau Kejaksaan, harus lebih proaktif turun ke bawah memberikan supervise atau penyuluhan.

Bila pemberantasan korupsi masih memprioritaskan upaya penindakan, maka jangan heran akan semakin banyak kepala daerah atau pejabat pemerintah yang diciduk aparat. Apalagi saat ini, pemeriksaan kepala daerah seperti gubernur, tidak lagi memerlukan izin dari presiden. Alangkah baiknya, menurut para kepala daerah, aparat penegak hukum segera mengingatkan para kepala daerah atau pejabat pemerintah lainnya bila ada potensi akan melakukan tindak pidana korupsi. Bukan sebaliknya, sengaja dibiarkan, setelah terjadi, lalu ditangkap dan dimasukkan ke penjara.
 
Bagaimana tanggapan Presiden SBY mendengar curhat para kepala daerah tersebut? Presiden ternyata mencatat dengan cermat semua curhat yang disampaikan. “Ini adalah forum kita. Saya senang, bapak-bapak, gubernur, bupati, walikota sudah mengungkapkan semua uneg-unegnya di sini,” ucap Presiden mengapresiasi.

SBY lalu mengungkapkan bahwa sebagai manusia, dirinya sebenarnya sangat sedih setiap kali ada kepala daerah yang diperiksa atau bahkan dijebloskan ke penjara karena kasus korupsi. SBY juga menyadari bahwa saat ini kinerja pemerintah di daerah sering terganggu karena banyaknya kepala daerah yang harus berurusan dengan aparat hukum karena kasus korupsi. “Bayangkan, kalau ada 200-an bupati/walikota harus bolak-balik diperiksa aparat, bagaimana tidak mengganggu kinerja pemerintah,” ujarnya.

Kendati sedih, bukan berarti Presiden SBY anti pemberantasan korupsi. Presiden menegaskan bahwa sejak awal pemerintahannya, ia sudah bertekad bulat untuk melakukan pemberantasan korupsi di Indonesia. Namun tentu, harus dilakukan dengan cara yang seadil-adilnya. Kalau kesalahannya kecil, hukumannya juga harus kecil. Begitu juga kalau kesalahannya berat. Oleh karena itu, Presiden mengajak seluruh kepala daerah dan pejabat lainnya untuk membuat komitmen di dalam hati sanubarinya bahwa dirinya tidak akan melakukan tindakan korupsi. “Pandai-pandailah dan bijak-bijaklah dalam menjalankan kekuasaan yang ada di tangan kita,” katanya memberi nasehat.

Presiden SBY juga menekankan pentingnya hukum dibebaskan dari intervensi apapun. Apakah dari tekanan politik, LSM, termasuk media massa. Serahkan sepenuhnya keputusan hukum kepada pengadilan. Presiden mengaku prihatin, banyak kepala daerah atau pejabat yang belum tentu bersalah, tapi seakan sudah divonis oleh media. “Itu aib. Tujuh turunan nama baiknya rusak,” keluh Presiden menyayangkan.

Presiden SBY lalu bersumpah, kalau ada kepala daerah yang diperlakukan secara tidak adil dan sewenang-wenang, ia akan melindungi yang bersangkutan. “Kalau tidak salah dibilang salah, atau (kesalahannya) ringan dibikin berat, saya bersumpah, akan saya lindungi,” janji SBY yang disambut tepuk tangan para hadirin.

Presiden SBY menambahkan, di akhir masa jabatannya yang tinggal sekitar 2 tahun lagi, ia sangat ingin penegakan hukum di Indonesia makin profesional dan benar-benar dapat memenuhi rasa keadilan masyarakat.

Bagaimana dengan upaya pencegahan yang harus diprioritaskan ketimbang upaya penindakan? Dengan tegas Presiden SBY mengaku sangat setuju. “Saya 200 persen mendukung itu,” tegasnya. Kalau sudah dilakukan upaya pencegahan secara maksimal oleh aparat penegak hukum, lantas masih ada juga yang melakukan tindak pidana korupsi, kata SBY, apa boleh buat, memang sudah seharusnya mendapat hukuman yang setimpal.

Sebenarnya, raker yang berlangsung sejak pagi hingga petang itu juga menghadirkan panelis lainnya seperti Menko Perekonomian Hatta Radjasa, Menko Kesra Agung Laksono dan Menko Polhukan Djoko Suyanto. Hanya saja, para peserta yang mayoritas kepala daerah lebih tertarik membahas masalah pemberantasan korupsi.(rls)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tak Ada Efek Jera, Pemerkosaan Meningkat

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler