jpnn.com - JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara, kembali berteriak terkait sikap Pemprov Sumut dan 10 kabupaten/kota di sekitar Danau Toba yang belum jelas dalam upayanya menyiapkan dana share saham PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum).
Marwan menilai, ketidaksiapan pendanaan ini lebih disebabkan adanya intervensi kekuatan politik yang bercampur dengan kepentingan bisnis. Dia menduga, ada bupati/walikota yang sengaja menggiring agar terkesan pemda tak siap dana sehingga dianggap perlu menggandeng pihak swasta. Sementara, yang lain tak setuju ada swasta. Ini yang menjadi pemda terlihat tidak kompak.
BACA JUGA: Proyek Multiyears PU Kembali Terhambat Ijin Menkeu
Model intervensi kekuatan politik yang berbaur dengan urusan bisnis ini, menurut Marwan, sudah biasa terjadi di sejumlah daerah ketika berupaya mendapatkan jatah saham perusahaan nasional strategis.
"Padahal, tanpa pihak swasta pun bisa. Konsorsium BUMD yang dibuat pemda itu, bisa langsung pinjam uang sendiri ke bank, tak perlu harus menggandeng swasta, yang swastanya itu juga pinjam uang ke bank," ujar Marwan Batubara kepada koran ini di Jakarta, kemarin (10/11).
BACA JUGA: BUMN Harus Dibentengi
Tanpa sungkan Marwan menyebut PT Toba Sejahtera milik Jenderal (Purn) Luhut Panjaitan, yang jauh hari sudah mengincar untuk bisa digandeng pemda, dengan menyiapkan dana dari dua bank asing.
"Alasan PT Toba Sejahtera, ini demi kepentingan daerah. Iya memang demi daerah, tapi nanti keuntungan terbesar ya masuk ke perusahaan itu," tandas mantan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mewakili DKI Jakarta itu.
BACA JUGA: Nasib Utang Merpati Akan Dibahas Senin Besok
Sumber JPNN beberapa waktu lalu menyebutkan, Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho kurang sreg dengan PT Toba Samosir. Bau tarik-menarik kepentingan politik merebak, lantaran Luhut merupakan sosok pengusaha yang dekat dengan Ketum Partai Golkar, Aburizal Bakrie.
Marwan mengatakan, dalam tahapan lobi ke pusat seperti sekarang ini, peran Gatot sangat penting. Gatot dituntut tegas dalam menjalankan perannya sebagai pengendali proses lobi. "Tapi para bupati/walikota juga harus loyal kepada gubernur. Jika tidak, maka sulit melakukan lobi soal jatah saham ini," saran dia.
Kembali ke soal pendanaan. Menurut Marwan, bukan hal yang susah bagi pemda untuk mendapatkan dana sekitar Rp3 triliun, yang setara dengan 30 persen saham Inalum. Alasan Marwan, Inalum sangat menjanjikan. Dari pembangkit listriknya saja, sudah bisa untuk meyakinkan pihak bank.
"Pembangkit listrik yang digerakkan air itu, biayanya hanya Rp200 rupiah per KWH. Jika dengan gas Rp600 per KWH, dan jika dengan solar Rp300 per KWH. Sangat menggiurkan. Bank pasti mau memberikan kredit ke konsorsium. Jadi gak perlu menggandeng Toba Samosir," cetusnya lagi.
Dengan demikian, sudah ada dua formula yang ditawarkan sebagai cara pemda mendapatkan dana.
Sebelumnya, pakar pengelolaan keuangan daerah, Fermin Silaban, menyodorkan solusi, yakni pemda melobi pusat agar langsung mengkonversi dana annual fee dan dana lingkungan milik Pemda dari keberadaan Inalum yang selama dua tahun terakhir tertahan di pemerintah pusat sebesar Rp900 miliar, menjadi jatah pemda.
Kekurangannya sekitar Rp2,1 triliun, bisa ditanggung pemprov dan 10 kabupaten/kota itu. Caranya, dengan menyusun anggaran secara tepat, yang tidak penting-penting dipending dulu, dana APBD difokuskan untuk membeli saham Inalum.
Seperti Marwan, Fermin juga menekankan bahwa kepemilikan saham Inalum yang sudah jelas dijatah maksimal 30 persen, adalah peluang emas bagi pemda untuk bisa menikmati keberadaan Inalum.
"Jangan malah peluang emas ini dikasihkan ke swasta, ke pribadi-pribadi. Masyarakat Sumut harus ikut mengawal masalah ini. Jangan pejabatnya seenaknya saja dalam urusan Inalum ini," cetus Fermin. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pasar Modern Perkuat UMKM
Redaktur : Tim Redaksi