jpnn.com - JAKARTA - Kisruh politik di internal Partai Golkar telah masuk dalam tahap stadium ganas. Adu jotos, jual-beli pukulan, banting meja serta gelas, bahkan saling sabotase, seolah telah menjadi tabiat yang dilazimkan. Mayoritas publik pun merasa gerah dengan kondisi pepolitikan hari ini.
“Perilaku bar-bar yang dipertontonkan oleh politisi baik yang ada di partai politik atau di DPR harus segera dihentikan. Bila perlu diamputasi. Karena akan terus mengganggu tumbuh kembangnya bibit baru yang baru di institusi demokrasi kita,” ujar peneliti senior Founding Fathers House (FFH) Dian Permata, di Jakarta, kemarin (26/11).
Dalam data riset survei nasional FFH periode September-Oktober 2012 tentang kepercayaan publik terhadap institusi demokrasi Indonesia, dalam hal ini partai politik, diketahui 1 persen publik mengaku sangat percaya, 28.8 persen percaya, 50 persen tidak percaya, 11.7 persen sangat tidak percaya, dan 8.5 persen tidak tahu.
Di periode April-Mei 2014, 2.2 persen sangat percaya, 19.2 persen percaya, 59.5 persen tidak percaya, 7.2 persen sangat tidak percaya, dan 11.9 persen tidak tahu.
BACA JUGA: JK Ingatkan Ical Tak Giring Pemilihan Ketum secara Aklamasi
“Jika dibandingkan dengan tahun 2012 dan 2014 maka ada penurunan signifikan tingkat kepercayaan publik terhadap partai politik. Ini tidak bisa dilepaskan makin banyak anggota partai politik yang terjerat kasus korupsi dan gratifikasi,” tandasnya.
Sedangkan di periode Mei-Juni 2014, 2.5 persen sangat percaya, 23.6 persen percaya, 54.5 persen tidak percaya, 6.9 persen sangat tidak percaya, dan 12.5 persen tidak tahu.
“Jika dilihat secara agregat maka tingkat kepercayaan publik terhadap institusi demokrasi seperti partai politik hanya ada dikisaran 23-29 persen. Artinya sekitar 60 persenan publik tidak percaya dengan partai politik. Angka ini sangat mengkhawatirkan,” bebernya.
Untuk itu, kata alumnus University Sains Malaysia (USM) itu, para elite parpol harus dapat menahan diri ketika dihadapkan dalam tujuan politik mereka.
BACA JUGA: Dorong KPU Siapkan Sistem Pelayanan Informasi Pemilu
Jika para anggota partai politik tidak mengubah prilaku politik maka yang akan tercemar berikutnya adalah tingkat partisipasi publik dalam mengikuti hajatan politik seperti pemilihan umum. Publik akan merasa emohberpartisipasi karena ulah para anggota partai politik itu sendiri.
Menurut Dian, publik tentu rindu dengan prilaku anggota partai politik yang santun dalam memperjuangkan sebuah gagasan, ide, ideologi, dan lainnya.
Contoh idealnya, kata Dian lagi, bisa dilihat ketika para founding father berdebat panjang dan panas di majelis Konstituante Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
“Karena itu, Partai Golkar, sebagai salah satu partai besar dalam peta politik Indonesia, harus dapat keluar dari kemelut yang melilitnya. Apalagi mereka memiliki segudang kader mumpuni,” pungkasnya.
Patut diketahui, data tersebut diambil summary dari riset bertahap yang digelar sebanyak tiga kali. Diambil dengan metode wawancara langsung dengan metode multistage random sampling. Responden yang terlibat dalam riset tersebut sebanyak 1.090, dengan margin of error ± 3 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen. (dms)
BACA JUGA: Bawaslu Ingin Fokus Tangani Sengketa dan Penegakan Hukum Pemilu
Tingkat Kepercayaan Publik Terhadap Parpol
September-Oktober 2012
Sangat percaya 1 persen
Percaya 28.8 persen
Tidak percaya 50 persen
Sangat tidak percaya 11.7 persen
Tidak tahu 8.5 persen
April-Mei 2014
Sangat percaya 2.2 persen
Percaya 19.2 persen
Tidak percaya 59.5 persen
Sangat tidak percaya 7.2 persen
Tidak tahu 11.9 persen
Mei-Juni 2014
Sangat percaya 2.5 persen
Percaya 23.6 persen
Tidak percaya 54.5 persen
Sangat tidak percaya 6.9 persen
Tidak tahu 12.5 persen
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tak Diajak Bahas Revisi UU MD3, DPD Ancam Mogok
Redaktur : Tim Redaksi