jpnn.com - SEPERTI penderita penyakit lain, penderita bipolar memang membutuhkan orang lain. Namun, hal tersebut tidak mudah. Menurut Susi, istri salah seorang penderita bipolar, orang di sekitar penderita bipolar harus menjadi orang hebat.
Tiga tahun lalu suami Susi mulai menunjukkan hal aneh. Emosinya tidak stabil. Terkadang dia ingin menyendiri, terpuruk, dan merasa tidak berguna. Namun, di lain waktu, suami Susi sangat percaya diri dan produktif.
BACA JUGA: SIMAK! Ini yang harus Kita Lakukan Pada Penderita Bipolar
”Kalau moodnya sedang di atas, dia menulis. Saya sampai tertawa melihat karangannya,” ujarnya.
Keluarga dan teman kantor suami Susi mengira bahwa lelaki yang bekerja di sebuah bank itu terkena guna-guna. Suami Susi sempat terlihat seperti orang linglung. Namun, Susi tidak percaya bahwa suaminya terkena guna-guna.
BACA JUGA: Anda Sering Baper? Bisa Jadi Bipolar
”Akhirnya, saya ke psikiater dan memang dinyatakan bipolar,” jelasnya. Sebelum ke psikiater, Susi sudah membaca artikel mengenai gejala bipolar. ”Jadi, saya tidak kaget,” imbuhnya.
Selain beban dari suami, Susi mendapat tekanan dari keluarganya. Mama dan kakaknya mengetahui bahwa suami Susi menderita bipolar. Mereka meminta Susi bercerai. Apalagi, pasangan tersebut belum dikaruniai momongan.
BACA JUGA: Anda Insomnia? Coba Atasi Dengan Cara Ini
”Keluarga kasihan melihat saya harus merawat suami sekaligus menghidupi keluarga,” ujarnya.
Namun, Susi tidak ingin lari dari masalah. Merawat suami dia anggap sebagai ibadah.
Selain itu, keputusan untuk meninggalkan, menurut dia, tidak manusiawi. Susi yakin mampu mendampingi sang suami.
”Saya pernah liburan ke luar negeri untuk sengaja ngetes apakah suami membutuhkan saya,” kata perempuan yang tinggal di Surabaya itu. Sepulang dari liburan, dia melihat bahwa suaminya stres.
Walaupun hal itu tidak diungkapkan secara langsung, Susi melihat perubahan tersebut. Dari sana, dia semakin yakin bahwa dirinya harus terus mendampingi suami.
Susi dan keluarganya memang belum terbuka bahwa suaminya seorang bipolar. Dia khawatir akan stigma di masyarakat yang akhirnya malah mengucilkan.
Ketika ditemui Jawa Pos di acara World Bipolar Day di Royal Plaza kemarin, Susi merahasiakan semua identitasnya. ”Saya takut nanti memengaruhi kondisi suami saya,” ungkapnya.
Dia merasakan bahwa bersanding deng- an penderita bipolar tidak semenakutkan yang dibayangkan kebanyakan orang. Menurut dia, pemahaman terhadap bipolar harus ditingkatkan agar tidak timbul stigma.
”Ya, sebenarnya bipolar itu seperti sakit kanker. Harus tahu gimana menangani- nya saja,” ujar Susi. (nir/lyn/c11/any)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Usir Bau Badan dengan Bahan Herbal
Redaktur : Tim Redaksi