Kerja tanpa Manajer, Banyak Karya Terlahir dari Kamar

Jumat, 20 Desember 2013 – 07:14 WIB

jpnn.com - TERLAHIR dari keluarga TNI, Zeke Khaseli memilih jalan hidupnya di dunia seni. Mengawali profesi sebagai anak band, pria yang bernama asli Haris Khaseli ini menjadi yang terbaik di ajang The Asia Pacific Film Festival (APFF) ke-56 tahun 2013 di Makau.

 

----------
ROMDANI, Jakarta
---------

BACA JUGA: Anggap Normal, Berbicara Tetap dengan Verbal

SURAT berlogo APFF sampai di tangan Zeke, pertengahan pekan lalu. Dia terkejut dan tangannya gemetar ketika membaca namanya masuk nominasi APFF ke-56. Ia diundang ke Makau untuk menghadiri penganugerahan bagi musisi-musisi perfilman di Asia.

BACA JUGA: Tiap Sinabung Meletus, Nini Biring Kepanasan

Senang bukan kepalang saat pengumuman kategori penata musik film, Minggu (15/12) di Makau, ia bersama Yudi Arfani menjadi yang terbaik. Mereka menata musik film karya anak bangsa berjudul What They Don`t Talk About When They Talk About Love.

’’Sebenarnya saya enggak kaget-kaget betul. Tapi bangga bisa jadi yang terbaik,” ucapnya kala ditemui di sela-sela acara Award and Celebration Agum Gumelar Cup 2013 di Hotel Sultan, Senin (17/12) malam. Zeke menghadiri acara itu sekaligus merayakan hari ulang tahun sang ayah, Agum Gumelar.

BACA JUGA: Alang-alang Kecil Merajut Mimpi

Penghargaan ini dianggapnya belum seberapa. Sebab pekerjaan sebagai sutradara jauh lebih sulit. Khusus penata musik film, prestasi ini juga dinilainya baru pertama kali diraih musisi di Indonesia dalam ajang APFF.

Sebelumnya, ada beberapa film buatan anak negeri berjaya di festival film internasional. Di antaranya, Ca Bau Kan, yang menempatkan Nia Dinata sebagai Best Promising New Director dan Best Art Director di APFF. Lalu ada tiga judul film yang menjadi wakil Indonesia di APFF ke-49. Ketiga film tersebut adalah, Eiffel I’m in Love, Petualangan 100 Jam, dan The Soul.

Mengenakan kemeja putih yang dibalut dengan jaket cokelat, Zeke bercerita, menjadi yang terbaik di APFF bukan perkara gampang. Bakat bermain musik sudah terjangkit pada dirinya sedari kecil kala masih duduk di bangku SD. ’’Saya hidup di lingkungan musik, walau ayah saya bukan seniman,” ucap anak pertama Agum Gumelar yang merupakan Purnawirawan Jenderal TNI.

Tinggal di Cijantung, Jakarta Timur, anak-anak seusianya kala itu banyak yang memiliki hobi musik. Di usia dini tersebut, kakak ipar Taufik Hidayat ini sudah mengenal musik. Aktivitasnya di permusikan terus berlanjut hingga duduk di bangku SMP. Meski demikian belum ada prestasi menonjol dalam bidang musik.

Melanjutkan pendidikan di SMA 3 Jakarta, pria kelahiran Taipei, Taiwan, ini terus menunjukkan bakat bernyanyi. Ia pun tak silau dengan nama besar sang ayah Agum Gumelar yang notabene jenderal bintang empat.

Di suatu ketika, Zeke pernah mencopot foto Agum di ruang tengah rumahnya. Lantas sang ibu, Linda Amalia Sari, bertanya, ’’Kenapa foto itu dilepas?” Zeke menjawab, ’’Saya enggak ingin apa yang saya raih (prestasi), itu selalu dikait-kaitkan dengan papah (ayah).”

Linda, yang kini Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ini mengatakan, Zeke tak suka menggunakan embel-embel nama ayahnya, Gumelar. Anak pertamanya itu lebih suka menggunakan nama Zeke Khaseli, tanpa Gumelar. ’’Sepanjang dia (Zeke) berbuat yang terbaik, saya akan dukung,’’ katanya setelah acara Award and Celebration Agum Gumelar Cup 2013.

Zeke tak memanfaatkan nama besar sang ayah untuk memuluskan karirnya. Ia ingin berusaha sendiri dan orangtua hanya mendukung. Lulus SMA pada 1996, ia melanjutkan pendidikan tinggi di The Art Institute of Seattle, Amerika Serikat. Jurusan yang diambil Liberal Art. Dia lulus pada 1998.

Tak puas sampai di situ. Kakak dari Armi Dianti Gumelar ini melanjutkan kuliah di New York Film Academy, Amerika Serikat, mengambil jurusan sutradara.

Di negeri orang tak menghentikannya untuk terus berkarya sambil kuliah. Dia mengajak mahasiswa asal Indonesia yang kuliah di Paman Sam membuat grup band. Saat wawancara khusus di lobi Ballroom Hotel Sultan, ia mengaku membuat album di Seattle pada 2002.

Album indie-nya malah bocor ke Indonesia. Sejumlah penikmat musik di negeri ini bahkan ada yang memodifikasi aransemen lagunya. ’’Ya, kami tak begitu tahu bagaimana di Indonesia. Tapi setelah beberapa bulan rilis di Seattle, saya dapat kabar dari teman, kalau lagunya bagus dan diterima di Indonesia,” katanya yang kala itu cukup terkejut lantaran tak menyangka lagunya bisa bocor ke negeri ini.

Pria yang hobi membaca ini ke Tanah Air pada 2002 untuk me-launching Lain Band di Jakarta, yang merupakan grup band bentukannya. Tak bertahan lama tahun 2004 bubar. Pada 2007, ia kembali meluncurkan album dengan grup baru, yakni Zeke and The Popo. Tahun 2011, Zeke meluncurkan album solo.

Rencananya, ke depan akan mengeluarkan album solo yang baru. Namun ia belum memastikan waktunya. ’’Materi lagu sudah siap. Ada 11 lagu, tinggal diluncurkan saja,” bebernya.

Meski sudah memiliki sejumlah pengalaman di dunia musik, ia baru mendapat tawaran menata musik sebuah film pada 2007. Saat itu ia dikenalkan oleh seorang temannya dengan sutradara bernama Joko Anwar.

Pria kelahiran 36 tahun lalu ini diminta untuk menata musik film berjudul Kala. Sukses menata lagu dalam film itu, karirnya di dunia perfilman terus melejit. Pada 2008 ia kembali menata musik film berjudul Fiksi garapan sutradara Mouly Surya dan 2009 film Rumah Dara, garapan Mo Brothers.

Setelah terlibat dalam penataan musik sejumlah film, pada 2008 Zeke berhasil meraih Piala Citra Festival Film Indonesia (FFI). Itu yang kian melambungkan namanya. Hingga turut terlibat dalam penggarapan film, di antaranya Pintu Terlarang garapan sutradara Joko Anwar, pada 2009 dan tahun 2012 ikut menata film Yang Tidak Dibicarakan Ketika Membicarakan Cinta yang disutradarai, Mouly Surya. ’’Tahun 2011 saya menjadi anggota Komite Nominasi dan Dewan Juri FFI,” ungkapnya.

Pada Juli 2012, Zeke kembali diajak Mouly Surya untuk menata lagu di What They Don`t Talk About When They Talk About Love. Selama dua bulan ia menggarap, akhirnya akhirnya tata musik dalam film itu mampu meraih piala kategori penata musik terbaik di APFF 2013 di Makau bersama Yudi Arfani. ’’Apresiasi ini penting, tapi harus datang sendiri. Ini untuk membuat saya bersemangat terus berkarya,’’ paparnya.

Kemenangan Zeke dan Yudi ini, setelah mereka mampu menyisihkan nama-nama besar yang menjadi nominator di kategori yang sama, seperti Shigeru Umebayashi untuk film The Grandmaster, Taro Iwashiro untuk film Ask This of Rikyu, Jay Chou untuk film The Rofftop, dan Shane McLean untuk film Mt Zion.

Menurutnya, karya yang ia hasilkan itu merupakan buah dari kerja keras selama ini. Bahkan banyak karya yang dia hasilkan dari kamarnya. ’’Saya biasa buat lagu di kamar. Saya nulis lagu juga di kamar, tempat tidur,” tegasnya.

Selama ini, Zeke menjalani profesinya sebagai seniman musik tanpa ditemani sang manajer alias bekerja tanpa manajer. Semua urusan ia selesaikan sendiri. Sejuah ini tanpa manajer, semua bisa terkendali. Meski belum berpikir merekrut manajer, ke depan bila jadwal kian padat, maka akan mencari manajer.
Ia mengatakan, apresiasi bagi seniman musik atau perfilman itu penting. Hanya saja di Indonesia, pemberian anugerah ini belum diseriusi bagi insan perfilman atau musik. Sementara di luar negeri apresiasi bagi seniman itu sangat besar.

’’Saya juga tak ngoyo harus mengejar penghargaan. Bagi saya yang penting karya dulu. Urusan prestasi biar publik yang menilai,’’ ujarnya. ’’Saya ingin enjoy jadi seniman. Mau dapat penghargaan itu hanya bonus saja,’’ lanjutnya.

Setelah mendapat penghargaan di APFF, Zeke tak memiliki target prestasi muluk-muluk. Ke depan akan berjalan seperti biasa. Hanya ia berharap, 2014 bisa menggarap film dari luar negeri.

Usai mengikuti acara di Makau, Zeke mengaku memiliki banyak kenalan sutradara dari berbagai negara yang memiliki tradisi perfilman bagus. Seperti dari Hongkong, Taiwan, Tiongkok, dan Singapura.

Ia menyebut, keinginannya bisa terlibat dalam penggarapan film di luar negeri itu, bila tawaran penggarapan film-film di Tanah Air tak sesuai dengan karakternya. Sebab Zeke menerima tawaran untuk menggarap penataan musik film tak asal ambil. Biasanya ia melihat sutradara film tersebut. Bila sikap sutrdara nyambung dengan karakternya, maka ia terima.

’’Saya juga lihat-lihat film. Mana yang menarik dan dinilai berkualitas serta sesuai karakter saya, saya akan ambil,” akunya.

’’Saya akan mengikuti angin yang akan membawa ke mana. Saya enggak mau bikin pusing,” tambahnya.

Meski sudah mendapatkan prestasi di tingkat Asia, itu juga tak lantas membuatnya besar kepala lalu mematok harga tinggi setiap produser film yang memakai jasanya. ’’Bagi saya fee itu tak penting. Yang penting film berkualitas lalu apa yang bisa saya buat dalam film itu. Berkarya dululah,” tegasnya.

Meski kualitas perfilman di Indonesia kini kian membaik, Zeke menyebut ada yang salah dalam pola regenerasi di negeri ini. Banyak sutradara senior kurang bergaul dan memberikan pengalamannya ke junior. Begitu juga dengan pemeran filmnya atau artis. Seakan antara yang junior dan senior ini berjalan sendiri-sendiri.

Mestinya, harap dia, antara sutradara dan artis senior itu bisa membimbing atau membagi pengalaman ke muda. Jangan hanya mengangkat nama dirinya sendiri. Sutradara yang berpengalamam juga harus mencari hal baru. Jangan membuat film yang kesannya drama percintaan terus. ’’Buatlah film senatural mungkin. Membuat film berkualitas juga tak perlu biaya besar,” urainya.

Sementara itu, sang ibu, Linda Amalia Sari turut memberi pujian kepada anaknya. Ia menilai, Zeke memang memiliki bakat musik sejak kecil. Memilih untuk menyeberang jalan untuk tidak mengikuti jejak sang ayah menjadi seorang TNI, Zeke sukses di bidang musik dan perfilman.

Linda mengaku, Minggu malam sempat terkejut mendapat kabar dari Makau bila anaknya itu menjadi yang terbaik di APFF 2013. ’’Jadi nominasi saja sudah bagus, apalagi menjadi pemenang,” katanya.

Ia sebagai orangtua akan terus mendorong pekerjaan yang ditekuni sang anak. Meski prestasinya ibarat sebutir pasir di pantai, yang nominalnya sangat kecil. Tapi setidaknya prestasi ini sudah membanggakan Indonesia di kancah internasional.

Senada, Agum Gumelar juga turut kaget kala mendapat informasi anaknya masuk nominasi penata musik terbaik di APFF 2013. Ia pun meminta kepada Zeke untuk siap mental bila ternyata kalah. “Tahu-tahu saya menerima panggilan telepon dari sana (Makau) dia yang terbaik. Wah, sebagai orangtua saya bangga,” ucapnya.

Agum menuturkan, di dalam keluarga, ia membebaskan anaknya untuk menekuni sebuah bidang. Mantan Ketua Umum KONI Pusat dan PSSI ini juga tidak memaksa putra dan putrinya bekerja dalam satu bidang.

’’Anak diberi kebebasan untuk menentukan jalannya yang terbaik dan disukai. Saya tak memaksa anak untuk menjadi apa,” bebernya. Sudah selayaknya prestasi anak bangsa seperti Zeke ini diapresiasi. (*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hati Saya seperti Diiris-iris saat Adit Menangis


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler