LONDON – Kemajuan teknologi nirkabel membawa banyak keuntungan bagi sebagian besar masyarakat. Tetapi, tidak begitu dengan Phil Inkly. Gara-gara peranti modern tersebut, pria 36 tahun itu terpaksa tinggal sendirian dalam mobil caravan miliknya yang diparkir di tengah hutan. Dia melakukan semua itu karena alergi terhadap teknologi. Di dekat sejumlah peralatan teknologi, Inkly bisa mengalami sakit kepala, mimisan, hingga semaput (pingsan).
’’Saya sangat sensitif pada gelombang elektromagnetik. Semua itu menghancurkan kehidupan saya. Saya harus menjalani kehidupan serba tradisional,’’ tutur Inkly, seperti diberitakan tabloid Daily Mail Rabu (25/7). Hidup di hutan, lanjut dia, menyelamatkan nyawanya. Di antara pepohonan, dia terbebas dari penyakit yang menyiksanya.
Namun, mengisolasi diri di hutan membuat pria lajang berambut panjang itu kehilangan kehidupan sosial. Sebab, dia tidak bisa menggunakan telepon seluler (ponsel) untuk sekadar berbagi kabar dengan kerabat dan teman-temannya. Radiasi telepon genggam serta walkie talkie membuat Inkly kesakitan. Begitu juga teknologi Wi-Fi dan komputer. Dia pun tak bisa berlama-lama online saat menggunakan laptop atau notebook.
’’Tinggal di hutan membuat saya terbebas dari radiasi. Berada di sana, saya bisa tidur nyenyak dan mengendalikan rasa sakit yang menyiksa,’’ papar Inkly. Penduduk Kota Silchester, Hampshire County, itu terpaksa meninggalkan pekerjaannya sebagai teknisi komputer karena ’’kelainan’’ yang dialaminya tersebut.
Inkly menyebut kondisinya itu sebagai electromagnetic hypersensitivity atau EHS (hipersensitif pada gelombang elektromagnetik). Dirinya tak bisa menoleransi gelombang elektromagnetik dan radiasinya. Jika memaksakan diri agar bertahan dengan gelombang elektromagnet dan radiasinya, Inkly akan mengalami kondisi fisik yang menyakitkan. Mulai dari sakit kepala, mimisan, sampai pingsan.
Selain Wi-Fi, komputer, ponsel, dan walkie talkie, Inkly tidak tahan berlama-lama berada di depan televisi. Bahkan, antena pemancar dan baterai bisa membuat dia kesakitan. ’’Saya tidak bisa mengunjungi pub atau kafe untuk sekadar ngobrol dengan teman-teman. Di tempat-tempat seperti itu selalu ada pengunjung yang membawa telepon genggam atau laptop,’’ bebernya.
Para dokter sempat menyarankan Inkly menjalani MRI. Mereka khawatir bahwa sakit yang dia alami itu merupakan gejala tumor atau perdarahan otak. Sayangnya, saran medis itu tak bisa dilakukan. ’’Reaksi ekstrem saya pada radiasi akan membuat saya kesakitan jika dipaksa menjalani MRI,’’ ungkapnya.
Inkly mengaku mengidap alergi itu sejak sekitar delapan tahun lalu. Saat itu, dia masih bekerja sebagai teknisi dan produser musik. Awalnya, dia mengeluh sakit jika terlalu lama berada di antara peralatan canggih yang berteknologi nirkabel. Sakit di dada dan kepalanya itu lantas berkurang ketika dia mencoba berbisnis tanaman.
Dia justru tidak pernah mengeluh sakit setelah berjauhan dengan produk teknologi canggih. Rasa sakit itu kambuh lagi saat dia pindah ke Aborfield Garason, bekas pangkalan militer di Berkshire yang disulap jadi markas teknologi. ’’Itu kesalahan terbesar dalam hidup saya. Rasa sakit yang saya alami akibat radiasi menjadi berlipat ganda,’’ kata dia.
Selain Inkly, sedikitnya ada dua orang lain yang kena EHS. Yakni, Anne Cautain dan Bernadette Touloumond. Dua perempuan Prancis itu bahkan sampai memutuskan untuk tinggal di dalam gua demi menghindari radiasi. Setidaknya, mereka telah menyepi di gua selama tiga tahun dan tidak lagi mengeluhkan sakit kepala atau rasa sakit lain akibat dampak radiasi teknologi. (dailymail/hep/dwi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... India Tolak Paten Obat Novartis
Redaktur : Tim Redaksi