JAKARTA -- Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak boleh mengesampingkan laporan masyarakat. Jika itu terjadi maka lembaga anti-korupsi itu bisa merusak kinerjanya sendiri.
Pernyataan ini disampaikan terkait banyaknya laporan kasus yang tidak ditindaklanjuti oleh KPK. Setidaknya, kata Mahfud, jika memang kasus tersebut belum ditemukan kejelasan, KPK harus selalu memberikan perkembangan kasus yang sudah dilaporkan.
"Seharusnya KPK harus selalu memberi tahu pada pelapor, sampai sejauh mana kasus yang dia laporkan itu. Biar pelapor merasa jerih payahnya dihargai," ujar Mahfud di kantornya, Jalan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (28/2).
Namun, meski Mahfud menerima banyak aduan soal laporan yang tidak ditindaklanjuti KPK, dia tak mau berburuk sangka pada lembaga Pimpinan Abraham Samad itu.
"Saya tetap berfikir positif pada KPK, meskipun KPK jarang menindaklanjuti kasus yang kecil-kecil, saya tidak mau menggunakan istilah 'tebang pilih' dalam menilai KPK," paparnya.
"Memang, KPK saat ini memiliki sumber daya manusia (SDM) yang sedikit, saya terima itu, tapi itu juga tidak bisa melulu dijadikan pembenaran," imbuhnya.
Apakah artinya KPK perlu menambah aparaturnya? Untuk mengatasi masalah tersebut, Mahfud lebih menyerahkan penyelesaian itu pada KPK. "Ya KPK lebih tahu apa yang seharusnya dia lakukan untuk mengatasi masalah ini," tutupnya.
Sebelumnya, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) berang dengan tindak tanduk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pasalnya, lembaga yang diharapkan sebagai ujung tombak pemberantasan korupsi tersebut dinilai lamban menindaklanjuti setiap laporan masyarakat yang masuk terkait dugaan korupsi sejumlah kepala daerah di Indonesia. Sementara, hanya-hanya kasus-kasus besar berskala nasional saja yang selama ini diproses KPK. Itupun masih bernuansa tebang pilih karena kasus mega korupsi seperti Century dan BLBI hingga kini masih dipetieskan.
Salah satu yang membuat MAKI berang adalah lambannya KPK memeriksa kasus dugaan korupsi Bupati Seram Bagian Timur (SBT) Provinsi Maluku Abdullah Vanath yang diduga telah merugikan rakyat dan negara hingga ratusan miliar rupiah. Bahkan, disinyalir sejak menjabat sebagai bupati, harta kekayaan Abdullah melonjak drastis hingga mencapai Rp 7 triliun. Karena alasan itu, MAKI akan melayangkan gugatan praperadilan kepada KPK.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman menyatakan kasus dugaan korupsi, penyimpangan dan gratifikasi yang diduga dilakukan Bupati SBT Abdullah Vanath nilainya cukup besar hingga ratusan miliar rupiah sehingga sudah merugikan rakyat dan negara Indonesia.
”Melihat kasus besar seperti itu, sudah seharusnya KPK segera menindaklanjuti laporan masyarakat ke KPK. Tidak seperti sekarang, masyarakat sudah banyak yang menilai kalau KPK sudah tebang pilih. Hanya kasus-kasus tertentu yang diproses,” ulas Boyamin. (chi/awa/jpnn)
Pernyataan ini disampaikan terkait banyaknya laporan kasus yang tidak ditindaklanjuti oleh KPK. Setidaknya, kata Mahfud, jika memang kasus tersebut belum ditemukan kejelasan, KPK harus selalu memberikan perkembangan kasus yang sudah dilaporkan.
"Seharusnya KPK harus selalu memberi tahu pada pelapor, sampai sejauh mana kasus yang dia laporkan itu. Biar pelapor merasa jerih payahnya dihargai," ujar Mahfud di kantornya, Jalan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (28/2).
Namun, meski Mahfud menerima banyak aduan soal laporan yang tidak ditindaklanjuti KPK, dia tak mau berburuk sangka pada lembaga Pimpinan Abraham Samad itu.
"Saya tetap berfikir positif pada KPK, meskipun KPK jarang menindaklanjuti kasus yang kecil-kecil, saya tidak mau menggunakan istilah 'tebang pilih' dalam menilai KPK," paparnya.
"Memang, KPK saat ini memiliki sumber daya manusia (SDM) yang sedikit, saya terima itu, tapi itu juga tidak bisa melulu dijadikan pembenaran," imbuhnya.
Apakah artinya KPK perlu menambah aparaturnya? Untuk mengatasi masalah tersebut, Mahfud lebih menyerahkan penyelesaian itu pada KPK. "Ya KPK lebih tahu apa yang seharusnya dia lakukan untuk mengatasi masalah ini," tutupnya.
Sebelumnya, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) berang dengan tindak tanduk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pasalnya, lembaga yang diharapkan sebagai ujung tombak pemberantasan korupsi tersebut dinilai lamban menindaklanjuti setiap laporan masyarakat yang masuk terkait dugaan korupsi sejumlah kepala daerah di Indonesia. Sementara, hanya-hanya kasus-kasus besar berskala nasional saja yang selama ini diproses KPK. Itupun masih bernuansa tebang pilih karena kasus mega korupsi seperti Century dan BLBI hingga kini masih dipetieskan.
Salah satu yang membuat MAKI berang adalah lambannya KPK memeriksa kasus dugaan korupsi Bupati Seram Bagian Timur (SBT) Provinsi Maluku Abdullah Vanath yang diduga telah merugikan rakyat dan negara hingga ratusan miliar rupiah. Bahkan, disinyalir sejak menjabat sebagai bupati, harta kekayaan Abdullah melonjak drastis hingga mencapai Rp 7 triliun. Karena alasan itu, MAKI akan melayangkan gugatan praperadilan kepada KPK.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman menyatakan kasus dugaan korupsi, penyimpangan dan gratifikasi yang diduga dilakukan Bupati SBT Abdullah Vanath nilainya cukup besar hingga ratusan miliar rupiah sehingga sudah merugikan rakyat dan negara Indonesia.
”Melihat kasus besar seperti itu, sudah seharusnya KPK segera menindaklanjuti laporan masyarakat ke KPK. Tidak seperti sekarang, masyarakat sudah banyak yang menilai kalau KPK sudah tebang pilih. Hanya kasus-kasus tertentu yang diproses,” ulas Boyamin. (chi/awa/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dipo Alam : Anas Bukan Anak Yang Tak Diinginkan
Redaktur : Tim Redaksi