jpnn.com, SIDOARJO - Upacara peringatan detik-detik proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia di Istana Negara Agustus lalu tidak bisa dilupakan oleh Brahms Mulyawan. Bagaimana tidak, remaja 15 tahun asal Sidoarjo itu tergabung dan menjadi anggota termuda dalam orkestra Gita Bahana Nusantara (GBN) 2018. Berikut cerita keseruannya.
MATA Brahms berbinar saat menceritakan pengalamannya menjadi anggota Gita Bahana Nusantara (GBN). Semangat anak kedua dari tiga bersaudara itu begitu menggebu saat berbicara. Bukan hanya mulutnya yang bergerak. Dua tangannya pun melakukan hal serupa. Beragam gerakan ditunjukkan untuk mempertegas apa yang disampaikan.
Brahms benar-benar bangga. Dia bahagia bisa menjadi bagian dari peringatan bersejarah tanah kelahirannya. Di usianya yang masih sangat muda.''Tidak terlupakan (kenangan menjadi anggota GBN),'' katanya dengan antusias saat ditemui awal pekan lalu.
Brahms sendiri tidak menargetkan bisa masuk kelompok orkestra spesial itu tahun ini. Saat mendaftar audisi, dia pun tidak memiliki ambisi. Bahkan, awalnya dia ragu untuk mengikutinya. Sebab, syarat pendaftar berusia 16-23 tahun. Sementara itu, usia Brahms saat mendaftar baru 15 tahun 4 bulan.
Meski hanya coba-coba, dia ternyata mendapat kesempatan untuk ikut audisi di Jakarta. Riwayat prestasi di bidang musik menjadikannya mendapat kesempatan langka. Lebih dari seratus peserta mengikuti audisi di ibu kota. Ratusan peserta lain mengikuti audisi di Jogjakarta.
Brahms memainkan dua alat musik sekaligus saat audisi. Piano dan selo. Menurut dia, audisi menjadi anggota GBN tidak mudah. Remaja kelahiran Surabaya itu disodori partitur. Tulisan berisi not-not musik tersebut diminta untuk dibaca sekaligus dimainkan. Bukan hanya itu, putra pasangan Selia Widjaja dan Arifin Mulyawan tersebut juga diwajibkan memainkan lagu yang diaransemen ulang oleh diri sendiri.
Saat pengumuman, nama Brahms lolos. Dari Surabaya, dia sendirian. Tidak ada teman. Paling muda di antara 73 anggota orkestra yang diterima Dia lolos dan berhak memainkan selo pada peringatan HUT Ke-73 Kemerdekaan RI di Istana Merdeka pada 17 Agustus. Ada enam orang yang memainkan selo. Hanya Brahms yang masih duduk di bangku SMA. Lima pemain lainnya sudah menyandang status sebagai mahasiswa.
Brahms pun girang bukan kepalang. Namun, dia sadar bahwa perjuangannya untuk bisa tampil di acara penting masih panjang. Setelah dinyatakan lolos, dia harus menjalani karantina selama 19 hari. Tidak sekadar berlatih musik. Namun, dia juga harus belajar tentang kemandirian dan disiplin.
''Tiap hari jadwalnya sangat padat,'' ungkap siswa kelas X SMA Kristen Petra 1 Surabaya itu. Pukul 04.00 Brahms harus bangun. Ada tim khusus yang membangunkan Brahms dan teman-teman. Menggunakan rebana yang suaranya menggema dalam ruangan.
Awal mula dikarantina, Brahms tidak nyaman. Dia merasa kebebasannya terampas. Segala sesuatu harus sesuai aturan. Jadwal yang disusun harus dijalani. Tepat waktu, tidak boleh ada yang terlewat. Segala sesuatu harus dilakukan sendiri. Padahal, Brahms baru pertama terpisah dari keluarga dalam waktu lama.
Namun, banyaknya teman dari berbagai daerah membuat Brahms kerasan. Saling bertukar cerita soal budaya daerah asal hingga ngobrol tentang kuliner. Mereka pun menjadi dekat. Karena paling muda, Brahms memanggil anggota lainnya kakak. ''Tiap kali jumpa selalu manggil Kak, Mas, begitu,'' katanya, lantas tertawa.
Brahms tidak hanya tampil di Istana Negara. Tetapi juga di gedung MPR/DPR. Bahkan, dia juga bisa bersilaturahmi dengan Presiden Jokowi. Meski sering dipanggil adik, Brahms tetap bahagia. Dia justru senang memiliki puluhan kakak hebat dan bertalenta di bidang musik saat karantina. (*/c15/ano)
BACA JUGA: Grab Hadirkan Festival Kemenangan di 10 Kota
BACA ARTIKEL LAINNYA... Viral! Anak PAUD Karnaval Pakai Cadar dan Replika Senjata
Redaktur : Tim Redaksi