jpnn.com - HAJI Oemar Said (H.O.S.) Tjokroaminoto adalah salah seorang pahlawan besar di Indonesia.
Indikasinya gampang, nama itu bisa kita temui sebagai nama jalan di kota-kota besar di tanah air.
BACA JUGA: Si Cantik Santai Walau Di-Bully Karena Agama
Nah, ternyata tidak mudah menjadi keturunan pahlawan sebesar Tjokroaminoto.
Itu dirasakan Maia Estianty, cicit sang pahlawan. Dia memikul beban dan tanggung jawab untuk menjaga nama kakek cicitnya tetap harum.
BACA JUGA: Sakura, Andalan Fariz RM Bangkitkan Kenangan Lama
Tjokroaminoto lahir dari keluarga bangsawan. Dia membangun organisasi Sarekat Islam.
Yakni, organisasi resmi bumi putra pertama yang berhasil memiliki 2 juta anggota saat itu.
BACA JUGA: Glenn Fredly Bikin Penikmat Tangsel Jazz Festival Galau
Dia berjuang menyamakan hak dan martabat masyarakat pada awal 1900.
Ayah Maia, Haryono Sigit, yang merupakan mantan rektor ITS Surabaya, adalah anak Siti Oetari.
Nenek Maia itu merupakan salah seorang putri Tjokroaminoto. Siti Oetari juga sempat menikah dengan Presiden Pertama RI Soekarno.
Setahun belakangan, setelah film Tjokroaminoto tayang April 2015, barulah banyak orang mengetahui Maia merupakan salah seorang cicit pahlawan.
Meski garis keturunannya masih terhitung dekat, sewaktu kecil Maia ternyata tidak pernah terlalu mengenal kakek buyutnya.
”Waktu SD, ayah saya cerita tentang beliau,” kenang Maia (4/11).
”Tapi, tahunya juga cuma, oh beliau dipasang sebagai nama jalan, oh beliau pahlawan,” lanjutnya.
Maia bisa dibilang cuek terkait kepahlawanan Tjokroaminoto semasa masih sekolah.
Dia baru merasa lebih dekat dengan sang kakek buyut setelah membaca majalah yang diterbitkan salah satu media besar di Indonesia tentang Tjokroaminoto.
Sampai puncaknya, dia terlibat dalam penggarapan film biopik Tjokroaminoto yang tayang April 2015.
Ibu tiga anak itu pun makin merasa dekat dengan leluhurnya.
Maia menceritakan, di dalam keluarganya ada pertemuan trah Tjokroaminoto.
Rutin setiap bulan dilakukan sejak dia masih anak-anak.
Dari sanalah hubungan keluarga keturunan Tjokroaminoto tetap terjaga dengan baik.
Meski Maia belum pernah mengenal fisik eyang buyutnya, ada satu pesan yang harus dijaga dari generasi ke generasi. ”Jaga nama harum keluarga,” tegas Maia.
Meski singkat dan sederhana, pesan itu sangat berat untuk diwujudkan. Apalagi bagi dia yang seorang public figure.
Belum lagi tuntutan untuk meneruskan perjuangan Tjokroaminoto.
Di mata Maia, Tjokroaminoto adalah orang yang sangat pemberani.
Meski dijajah Belanda, eyangnya tidak pernah mundur memperjuangkan masyarakat.
”Walaupun berlatar belakang Islam yang sangat kuat, eyang tidak pernah mengatasnamakan agama untuk berpolitik. Politiknya benar-benar murni politik. Itu yang buat saya kagum,” papar Maia.
Hidup di era modern yang jauh berbeda dari kehidupan kakek buyutnya dahulu membuat perempuan 40 tahun itu memiliki perjuangan sendiri.
Dia menceritakan, sifat tidak neko-neko ditanamkan sejak dirinya kecil. Selain itu, dia harus membuat nama keluarganya tetap baik dan harum.
”Saat ini perjuangan saya menjadi legenda di bidang yang saya jalani. Seperti eyang dulu, yang tetap menjadi legenda sampai saat ini,” tekad perempuan yang mengagumi Titiek Puspa itu. (glo/nor/and/c10/ang)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pernikahan Tak Direstui, Celine: Mama Memang Musuhi Saya
Redaktur : Tim Redaksi