Ketika Kegaduhan Pilpres AS Berpindah ke Udara dan Dunia Maya

Warga Lebih Doyan Bincangkan Pasar Saham yang Anjlok

Sabtu, 10 November 2012 – 08:14 WIB
PEMILIHAN Pesiden Amerika Serikat 2012 yang baru berlalu lebih ramai di televisi, radio, dan media sosial. Pascapemilu juga menjadi ajang "pengakuan dosa" para komentator politik yang analisisnya paling meleset. Berikut laporan kontributor Jawa Pos REDHI SETIADI dari Washington DC.
----
DUA hari setelah pemilihan presiden yang berlangsung pada 6 November silam, Amerika Serikat sama sekali tak terlihat baru saja menyelesaikan hajatan besar yang berakhir dengan kemenangan sang petahana, Barack Obama, tersebut. Politik langsung menghilang dari percakapan warga negeri berpenduduk sekitar 300 juta jiwa itu.

Tak ada euforia. Masyarakat langsung beraktivitas seperti biasa. Presiden terpilih Barack Obama juga dikabarkan mulai bekerja sejak Kamis (8/11) waktu setempat alias hanya berselang dua hari setelah politikus Partai Demokrat itu mengalahkan rivalnya dari Partai Republik, Mitt Romney. 

Di kedai-kedai kopi, restoran, dan angkutan umum orang sudah tidak lagi membicarakan politik. Dua hari setelah pemilihan orang justru ramai membicarakan pasar saham Amerika yang justru anjlok cukup dalam setelah Obama terpilih.

Indeks Dow Jones, Nasdaq, dan S & P 500 dua hari setelah pemilihan untuk memilih presiden ke-45 Negeri Paman Sam tersebut memang memerah hingga tergerus rata-rata 2,5 persen. Investasi saham bagi warga AS memang hal yang lumrah. Dilakukan mulai ibu rumah tangga, mahasiswa, hingga para pensiunan.

Di sinilah kematangan berdemokrasi warga AS terlihat. Beda pilihan dalam pilpres langsung berakhir ketika mereka memasukkan surat-suara ke kotak suara (ballot box), atau saat mereka menekan tombol oke pada surat suara layar sentuh (touch screen ballot).

Setelah memberikan suara mereka di TPS, sebagian besar warga AS juga langsung bekerja atau kembali ke tempat kerja masing-masing. Bahkan, banyak di antara mereka yang tidak ikut begadang semalaman menunggu hasil penghitungan suara. "Rabu pagi (7/11) saat mau berangkat kerja, anak perempuan saya mengabarkan bahwa Obama menang," kata Sally Peterson, perempuan paro baya yang bekerja di sebuah bank lokal di Washington DC.

Sebenarnya sejak masa kampanye hingga pemilu Selasa lalu kehidupan masyarakat AS sama sekali tidak terpengaruh oleh hiruk pikuk pesta demokrasi empat tahunan itu. Bahkan, pemilu rupanya bukanlah pesta besar di negara yang justru menjadi kiblat demokrasi tersebut. "Saya senang Obama terpilih kembali," kata Larry Quick, guru kesenian di Washington DC.

Namun, pria kulit hitam 41 tahun itu juga tidak terlalu berharap banyak atas kemenangan Obama. Sebab, secara politik, tidak terjadi pergantian kekuasaan yang berarti.

Kongres, dalam hal ini House of Representatives, tetap dikuasi oleh Partai Republik. Bisa jadi, menurut analisis Quick, orang-orang Republik akan menghadang terus langkah Obama dalam mewujudkan janji-janji kampanyenya. 

Di kota-kota besar pantai timur (East Coast) seperti New York, Philadelphia, dan Washington DC tidak tampak sama sekali poster-poster dan baliho-baliho yang mempromosikan dua calon presiden, Barack Obama dan Mitt Romney. Di jalanan sesekali saja terlihat mobil-mobil yang ditempeli stiker kecil seukuran 8 x 22 sentimeter yang mengindikasikan dukungan dan penolakan mereka.

Tulisannya bermacam-macam: Romney, Believe in America; Obama 2012; Romneysia (pelesetan amnesia); Nobama 2012 (pelesetan No to Obama); dan lain-lain. Praktis, hampir seluruh penjuru kota bersih dari atribut-atribut pemilu.

Beberapa papan iklan (billboard) di New York dan Philadelphia memang terlihat menampilkan gambar Obama dan Romney. Namun, itu pun jarang sekali dan ukurannya biasa saja. Tidak sebesar billboard-billboard di Jakarta dan Surabaya yang sering disewa para politikus untuk mempromosikan diri.

Masyakat AS telah berhasil memindahkan kegaduhan politik itu ke udara, dunia maya, dan media cetak. Ratusan iklan yang bernada menyerang lawan politik memang berseliweran di televisi dan radio selama masa kampanye hingga hari H pemilu, baik dari kubu Obama maupun Romney. Masing-masing kubu juga mempunyai situs internet untuk menarik pemilih maupun menggalang dana.

Media sosial seperti Facebook, Twitter, YouTube, dan Google+ juga menjadi ajang promosi dan saling menjatuhkan antarkandidat. Pemilu juga merupakan masa panen iklan bagi koran-koran lokal dan nasional. Bahkan, koran-koran besar seperti Washington Post dan The New York Times membuat section khusus sesi pemilu yang berjudul Election 2012.

"Selama masa kampanye hingga pemilu Selasa lalu kami sekeluarga memang sengaja menghindari TV," kata Melanie Sanders-Smith.

Ibu tiga anak itu mengaku risi dan miris melihat iklan-iklan politik di TV yang saling menyerang dan menjatuhkan. Dia dan keluarganya lebih memilih mencari informasi sendiri di internet. Warga Virginia itu pun menunjukkan situs-situs seperti www.wamu.org, www.lwv.org, dan www.vote411.org sebagai referensi untuk menentukan pilihan.

Dua hari setelah pemilu surat kabar, TV, dan radio masih saja memberitakan hasil pemilu yang baru berlalu itu. Namun, topiknya sudah semakin luas. Tidak hanya soal kemenangan besar Obama atas Romney, melainkan soal kemenangan-kemenangan lainnya dari pemilu Selasa lalu itu.

Pemilu AS merupakan pemilu borongan. Selasa lalu, selain memilih presiden, anggota DPR, senator, dewan kota, dewan pendidikan, dan lain-lain, rakyat Amerika dimintai sikapnya (referendum) untuk amandemen undang-undang atau meloloskan undang-undang baru atas isu-isu krusial. Hasilnya, beberapa isu sensitif menang di beberapa negara bagian.

Di Negara Bagian Maryland, Maine, Washington, dan Minnesota para gay dan lesbian bersorak gembira setelah mayoritas pemilih menyatakan mendukung pernikahan sesama jenis dilegalkan di negara bagian mereka. Kelompok-kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) memang merupakan pendukung Obama. Selain pernikahan sesama jenis, mayoritas warga Maryland menyetujui untuk melegalkan pendirian kasino atau rumah judi di area tertentu.

Masih dari Maryland, mayoritas pemilih juga mendukung pemberlakukan in-state tuition atau biaya pendidikan yang sama bagi para imigran yang tidak mempunyai dokumen lengkap yang bersekolah di negara bagian tersebut. Selama ini para imigran harus membayar dua hingga tiga kali lipat jika dibandingkan dengan penduduk lokal.

Kemenangan lainnya datang dari Negara Bagian Colorado, Massachusetts, dan Washington. Dipastikan mulai bulan depan mariyuana adalah barang yang legal di tiga negara bagian tersebut setelah mayoritas penduduk menyatakan dukungannya. Namun, referendum yang sama gagal di Negara Bagian Oregon.

Negara Bagian Oklahoma dan Vermont mencatat kemenangan suara mayoritas yang menghendaki affirmative action dihapus dari negara bagian mereka. Affirmative action adalah diskriminasi yang dilegalkan atas ras dan etnis. Di beberapa negara bagian dan universitas kebijakan diskriminasi itu diterapkan dengan tujuan menciptakan keberagaman ras dan etnis di tempat kerja dan sekolah. Dengan demikian, di tempat-tempat kerja, sekolah, dan universitas semua ras dan etnis terwakili.

Pascapemilu juga menjadi ajang "pengakuan dosa" dan pembelaan diri bagi para komentator politik yang meleset analisisnya. Beberapa koran dan TV terang-terangan mempermalukan komentator-komentator politik yang terlalu percaya diri tersebut.

Washington Post, misalnya, dalam edisi Kamis (9/11) memajang foto empat orang komentator politik yang ramalannya paling meleset dari hasil pemilu Selasa lalu.

Salah seorang di antara mereka, Newt Gringrich, politikus senior dari Partai Republik yang juga mantan ketua Kongres AS. Komentator lainnya mengakui terus terang kesalahannya dan merasa malu sekali, seolah-olah seperti menceplok telor mentah di muka sendiri.

Beberapa media juga mengupas soal ke mana larinya suara dua persen yang tidak diperoleh oleh Obama dan Romney dalam pilpres lalu. Ternyata dua persen suara itu tersebar kepada calon-calon presiden yang lain, baik calon independen maupun yang dicalonkan oleh partai kecil. Selain Obama-Biden dan Romney-Ryan, kontestan pilpres tersebut, antara lain, pasangan Jill Stein-Cheri Honkala (Statehood Green) dan Gerry Johnson-James P. Gray (Libertarian).

Calon presiden lainnya bisa ditulis sendiri oleh pemilih. Itu dimungkinkan karena dalam surat suara pemilu AS Selasa lalu ada kolom kosong nama calon presiden yang bisa diisi sendiri oleh pemilih. (*/c4/ttg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tak Sembuh di Singapura, Dibawa Terapi ke Thailand

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler