jpnn.com - YANG mereka masuki adalah pos tentara perbatasan. Tapi, tak sedikit pun tergambar ketakutan di raut sekelompok anak itu. Mereka melangkah ringan, riang bertukar sapa riang dengan para penghuni pos.
TOMMY AQUINODA, Kefamenanu
BACA JUGA: Ketika Para PSK Bertanya, Salatnya Diterima Allah atau Tidak? Ustaz Zuhairi Menjawab...
Begitu sudah di dalam ruangan pos, tanpa dikomando, para bocah Kampung Oelbinose tersebut langsung berdiri berjajar. Dengan segera kelima sila Pancasila utuh mereka lafalkan pada Sabtu sore lalu itu (12/12).
Rupanya, itulah password-nya. Para bocah di kampung perbatasan Indonesia-Timor Leste di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) tersebut baru diizinkan menonton televisi jika sudah melafalkan Pancasila. Pilihan kata kunci lainnya adalah pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Atau lagu-lagu kebangsaan.
BACA JUGA: Berawal dari Sumpah sang Ayah usai Dipermalukan di Pesta Natal
”Sepulang sekolah, tempat berkumpul mereka ya pos ini. Kami sempatkan untuk menanamkan rasa kebangsaan dan cinta air kepada mereka,” ujar Komandan Pos Oelbinose Sertu Teni Rezza kepada Timor Express (Jawa Pos Group).
Seperti umumnya kawasan perbatasan di Indonesia, Oelbinose dan fasilitas umum bisa diibaratkan dua kawan yang puluhan tahun tak bertegur sapa. Jadilah pos perbatasan itu bak oase bagi warga sekitar. Sebab, hanya pos tersebut yang punya daya listrik yang dihimpun dari solar cell. Di sanalah anak-anak bisa menonton televisi. Di sana pula mereka belajar mengenal komputer dengan bimbingan Teni dan anak buahnya.
BACA JUGA: Ketika di DPR Panas, di Istana Jokowi Tertawa Lepas, Nih Fotonya
Janu, salah seorang anak yang ada di sana sore itu, dengan bangga memperlihatkan pengetahuannya tentang laptop. ”Siap,” katanya ketika Teni memintanya menunjukkan keterampilan terkait komputer lainnya.
Di tempat bernama lengkap Pos Oelbinose Satgas Pamtas RI-RDTK (Republik Indonesia-Republik Demokratik Timor Leste) tersebut juga, pada malam hari warga sekitar meriung. Baik untuk men-charge telepon seluler (ponsel) maupun berkomunikasi lewat apa yang mereka sebut sebagai ”Jendela Cinta”.
Maksudnya, empat buah jendela di Pos Oelbinose tempat sinyal telepon bisa ditangkap. ”Warga yang tak punya HP (handphone) biasanya pinjam punya anggota untuk teleponan. Jadi, tiap malam kami duduk ramai-ramai dengan masyarakat,” kata Teni sembari menunjuk ke arah keempat jendela.
Tentu yang memanfaatkan Jendela Cinta itu juga termasuk para tentara perbatasan yang mayoritas berasal dari Jawa tersebut.
”Kami menyebutnya Jendela Cinta karena di ujung telepon ada ungkapan cinta dan rindu yang kami sampaikan buat pacar, istri, dan anak serta keluarga besar yang kami tinggalkan di Pulau Jawa. Selain komunikasi dengan keluarga, setiap saat kami harus berkomunikasi dengan komando atas,” terang pria asal Tasikmalaya itu.
Kampung yang masuk wilayah Desa Tasinifu, Kecamatan Mutis, tersebut sejatinya hanya berjarak sekitar 45 kilometer dari Kefamenanu, ibu kota TTU. Di Jawa, pada umumnya, jarak sedemikian mungkin hanya sepelemparan batu. Bisa ditempuh dalam sekitar 45 menit perjalanan darat.
Di NTT, yang infrastrukturnya minim, mungkin juga masih sepelemparan batu. Hanya, yang melempar batunya Hercules, manusia setengah dewa nan perkasa dalam mitologi Yunani itu. Jadilah butuh minimal dua jam untuk bisa melewati jarak 45 kilometer tersebut.
Jalan mulus dari Kefamenanu hanya sampai Kelurahan Eban, ibu kota Kecamatan Miomaffo Barat. Sisa 15 km dari Eban menuju Oelbinose adalah ujian kesabaran. Apalagi kalau pas musim hujan.
Untung, kesulitan itu terbayar keindahan alam menuju Oelbinose. Udaranya sejuk karena berdekatan dengan Gunung Mutis. Rerumputan di sepanjang jalan tumbuh hijau, sesuatu yang tak banyak dijumpai di NTT yang dikenal sebagai kawasan kering. Berbagai jenis ternak piaraan masyarakat setempat seperti kuda, sapi, dan kambing berkeliaran secara berkelompok di padang rumput. Kehadiran ternak-ternak itu semakin mempercantik lanskap.
Nah, selain lewat Jendela Cinta, rindu dan cinta dari Oelbinose bisa diuarkan dari sebuah bukit. Letaknya sekitar 1 kilometer sebelum pos perbatasan tadi. Itu jika menempuh perjalanan dari arah Kefamenanu.
Oleh Batalyon Infanteri (Yonif) 503/Kostrad yang bertugas di kampung tersebut, bukit itu dinamai ”Bukit Cinta Oelbinose”. Di bukit tersebut sinyal ponsel bisa ditangkap. Tapi, itu pun di titik tertentu saja. Persisnya di puncak bukit yang ditandai dengan sebuah tugu yang dibangun tentara perbatasan. Hanya dalam radius 1,5 meter dari tugu itu sinyal masih wira-wiri. Di luarnya, seperti telah dijajal Timor Express, nihil.
Menurut Tony Matutina, pegawai di Kantor Bupati TTU yang berasal dari Oelbinose, dulu bukit tersebut dinamai Bukit Kala Hitam. Sesuai dengan lambang satuan pasukan Yonif 312 dari Kodam Siliwangi yang pernah menjadi pasukan pengamanan perbatasan RI-RDTL Sektor Barat. Tapi, oleh Yonif 503/Kostrad, nama bukit itu diganti menjadi Bukit Cinta Oelbinose. Mereka lantas membangun tugu. Juga papan nama, meski pada Sabtu lalu itu sudah hilang.
Belasan orang tengah berkumpul di sana pada sore itu. Sebagian asyik mengobrol melalui telepon. Sebagian lainnya hanya duduk santai. Di kejauhan Gunung Mutis terlihat indah. Dari puncak itu pula warga Oelbinose bisa mengintip tetangga mereka, Distrik Oekusi yang masuk wilayah Timor Leste. ”Di sini dapat sinyal, Kaka. Mari dekat sini, Sa,” sapa salah seorang di antara mereka kepada Timor Express.
Benar saja, semakin dekat tugu, jaringan mulai ada. Semakin dekat lagi, jaringan yang mulanya hanya satu kotak akhirnya full (menguat). ”Ini tempat bagi masyarakat di sini untuk berkomunikasi,” ujar pria itu lagi.
Persisnya, tempat berkomunikasi di pagi, siang, sampai sore hari. Malamnya, saat Oelbinose gulita tanpa listrik, mereka akan memilih pos perbatasan tadi. Jadilah pos itu nyaris tak pernah sepi.
Teni, sang komandan, justru mensyukuri kondisi tersebut. Sebab, keakraban dan persaudaraan bersama masyarakat Oelbinose terjalin dari sana.
”Di sini semua orang akan merasakan cinta kasih dan persaudaraan. Ada cinta yang kami berikan untuk anak-anak. Ada cinta yang kami bagikan kepada masyarakat Oelbinose,” tuturnya. (*/JPG/c9/ttg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kisah Seorang ABK, 24 Jam Duduk di Papan di Tengah Laut
Redaktur : Tim Redaksi