----------
SEBUAH karya membanggakan dibuat seniman asal Jogjakarta Ichwan Noor. Di tangan Ichwan, bentuk VW kuning buatan 1953 tersebut berubah drastis. Tidak lagi memiliki lekukan khas VW Beetle.
Saat dihubungi di rumahnya di kawasan Kasihan, Bantul, Jogjakarta, pekan lalu, Ichwan menjelaskan, dirinya mengombinasikan berbagai bagian VW Kodok dengan polister dan aluminium untuk mencapai efek bulat. Mengapa bulat? Pria lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta tersebut ingin memberikan persepsi orang masa kini mengenai bentuk dasar mereka yang telah rusak.
“VW saya pilih karena bentuknya sangat familier. Orang pasti tahu bahwa itu mobil VW Beetle meskipun sudah berbentuk bulat. Bulat atau bola merupakan bentuk fundamental. Sebuah bentuk dasar yang ingin saya tunjukkan sehingga dapat mengubah image VW sebagai mobil,” terangnya.
Ichwan menampik anggapan bahwa karya-karyanya saat ini disebut sebagai karya surealisme. Menurut dia, karya-karyanya tersebut bukan hasil dari mimpi yang dibawa ke dunia nyata.
“Melainkan merekam suatu realitas yang tidak ada di kenyataan secara utuh,” ucapnya.
Ichwan kali pertama memamerkan karyanya di Cemedi Gallery di Jogjakarta. Di situ dia memamerkan karya berupa tugas akhirnya di ISI Jurusan Seni Patung. Namun, ada beberapa pula karya terbaru dia yang juga ikut dipamerkan.
Walaupun kebanyakan karyanya bukan berbahan dasar semen, Ichwan selalu menyebut karyanya sebagai patung. “Karena basic saya pematung, ya semua karya saya saya anggap patung,” ungkapnya.
Kebanyakan karya yang dibuat Ichwan memang berbahan dasar logam, lempengan baja, fiber, besi, dan sebagainya. Penggunaan material logam tersebut ternyata memiliki makna tersendiri. Lewat materi logam, dia ingin menampilkan sebuah simbol kekinian yang saat ini menjadi titik fokus karyanya.
“Logam itu bisa mewakili kekinian yang ada. Sekarang ini abad logam. Kita bisa menemukan logam di mana-mana. Teknologi yang ada di sekitar kita tidak lepas dari unsur logam. Serta warna-warna cerah dan mengkilap yang sering kita temui itu tidak lepas dari representasi logam,” tutur alumnus ISI angkatan 1984 tersebut.
Salah satu pendiri Sempu Studio itu menjelaskan alasan untuk memilih aliran seni realistik. Dia berujar, hal tersebut merupakan hasil bakat lahir yang dimilikinya dan dikembangkan seiring dengan berjalannya waktu.
“Zaman sekarang orang sudah lupa dengan realistik yang ada. Di sini saya ingin mengangkat kembali sebuah realisme ke dalam wujud yang berbeda,” ujarnya.
Saat ini Ichwan disibukkan dengan pembuatan karya untuk pameran di Art Jogja (Artjog).
Dalam event yang dilangsungkan Juli nanti di Taman Budaya Yogyakarta (TBY) tersebut, Ichwan akan mengangkat tema maritim. Di sana dia bakal berusaha menampilkan suatu gejala sosial yang ada di daerah pesisir melalui karyanya. (dor/c9/ kim/jpnn)
SEBUAH karya membanggakan dibuat seniman asal Jogjakarta Ichwan Noor. Di tangan Ichwan, bentuk VW kuning buatan 1953 tersebut berubah drastis. Tidak lagi memiliki lekukan khas VW Beetle.
Saat dihubungi di rumahnya di kawasan Kasihan, Bantul, Jogjakarta, pekan lalu, Ichwan menjelaskan, dirinya mengombinasikan berbagai bagian VW Kodok dengan polister dan aluminium untuk mencapai efek bulat. Mengapa bulat? Pria lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta tersebut ingin memberikan persepsi orang masa kini mengenai bentuk dasar mereka yang telah rusak.
“VW saya pilih karena bentuknya sangat familier. Orang pasti tahu bahwa itu mobil VW Beetle meskipun sudah berbentuk bulat. Bulat atau bola merupakan bentuk fundamental. Sebuah bentuk dasar yang ingin saya tunjukkan sehingga dapat mengubah image VW sebagai mobil,” terangnya.
Ichwan menampik anggapan bahwa karya-karyanya saat ini disebut sebagai karya surealisme. Menurut dia, karya-karyanya tersebut bukan hasil dari mimpi yang dibawa ke dunia nyata.
“Melainkan merekam suatu realitas yang tidak ada di kenyataan secara utuh,” ucapnya.
Ichwan kali pertama memamerkan karyanya di Cemedi Gallery di Jogjakarta. Di situ dia memamerkan karya berupa tugas akhirnya di ISI Jurusan Seni Patung. Namun, ada beberapa pula karya terbaru dia yang juga ikut dipamerkan.
Walaupun kebanyakan karyanya bukan berbahan dasar semen, Ichwan selalu menyebut karyanya sebagai patung. “Karena basic saya pematung, ya semua karya saya saya anggap patung,” ungkapnya.
Kebanyakan karya yang dibuat Ichwan memang berbahan dasar logam, lempengan baja, fiber, besi, dan sebagainya. Penggunaan material logam tersebut ternyata memiliki makna tersendiri. Lewat materi logam, dia ingin menampilkan sebuah simbol kekinian yang saat ini menjadi titik fokus karyanya.
“Logam itu bisa mewakili kekinian yang ada. Sekarang ini abad logam. Kita bisa menemukan logam di mana-mana. Teknologi yang ada di sekitar kita tidak lepas dari unsur logam. Serta warna-warna cerah dan mengkilap yang sering kita temui itu tidak lepas dari representasi logam,” tutur alumnus ISI angkatan 1984 tersebut.
Salah satu pendiri Sempu Studio itu menjelaskan alasan untuk memilih aliran seni realistik. Dia berujar, hal tersebut merupakan hasil bakat lahir yang dimilikinya dan dikembangkan seiring dengan berjalannya waktu.
“Zaman sekarang orang sudah lupa dengan realistik yang ada. Di sini saya ingin mengangkat kembali sebuah realisme ke dalam wujud yang berbeda,” ujarnya.
Saat ini Ichwan disibukkan dengan pembuatan karya untuk pameran di Art Jogja (Artjog).
Dalam event yang dilangsungkan Juli nanti di Taman Budaya Yogyakarta (TBY) tersebut, Ichwan akan mengangkat tema maritim. Di sana dia bakal berusaha menampilkan suatu gejala sosial yang ada di daerah pesisir melalui karyanya. (dor/c9/ kim/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Panggung Live Seks Jadi Destinasi Wajib Wisatawan
Redaktur : Tim Redaksi