Ketua DPD RI: Kembali ke Sistem Demokrasi Pancasila, Bukan Berarti Balik ke Era Orde Baru

Sabtu, 19 Agustus 2023 – 20:48 WIB
Suasana acara Aspirasi Masyarakat bertema Penguatan Sistem Demokrasi Indonesia yang diselenggarakan di Gedung Kadin Jatim, Sabtu (19/8/2023). Foto: Dok Tim Media Ketua DPD RI

jpnn.com, JAKARTA - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti membantah anggapan penerapan kembali ke sistem demokrasi Pancasila, sama artinya dengan kembali ke Era Orde Baru. 

Menurutnya, azas dan sistem yang dirumuskan para pendiri bangsa tersebut, belum pernah diterapkan secara utuh dan benar, baik di Era Orde Lama, maupun di Era Orde Baru.

BACA JUGA: DPD RI Sahkan Keanggotaan Alat Kelengkapan

Justru yang terjadi di Era Orde Baru adalah praktek penyimpangan dari azas dan sistem bernegara itu.

"Makanya agar tidak mengulang praktek penyimpangan terhadap sistem tersebut, seperti terjadi di masa lalu, diperlukan penyempurnaan dan penguatan sistem demokrasi Pancasila, melalui teknik addendum amandemen konstitusi," ujar LaNyalla dalam acara Aspirasi Masyarakat bertema Penguatan Sistem Demokrasi Indonesia yang diselenggarakan di Gedung Kadin Jatim, Sabtu (19/8/2023).

BACA JUGA: Ketua DPD LaNyalla: Hentikan Kontestasi Politik dengan Cara Liberal

LaNyalla mengatakan soal penguatan Sistem Demokrasi Indonesia telah ia sampaikan di berbagai kesempatan. Termasuk dalam forum kenegaraan, pada pidato Sidang Bersama MPR RI, tanggal 16 Agustus, kemarin.

"Di mana DPD RI secara khusus menawarkan proposal kenegaraan dengan konsep dan naskah akademik penyempurnaan dan penguatan sistem tersebut, yang meliputi lima hal pokok," tuturnya

BACA JUGA: DPD RI Laporkan Hasil Kinerja Alat Kelengkapan 2022-2023 pada Sidang Paripurna ke-13

Pertama, kata LaNyalla, mengembalikan MPR RI sebagai Lembaga Tertinggi Negara, sebagai sebuah sistem demokrasi yang berkecukupan, yang menampung semua elemen bangsa, yang menjadi penjelmaan rakyat sebagai pemilik kedaulatan.

"Kedua, membuka peluang adanya anggota DPR RI yang berasal dari peserta pemilu unsur perseorangan atau non-partisan. Selain dari anggota partai politik. Sebagai bagian dari upaya untuk memastikan bahwa proses pembentukan Undang-Undang yang dilakukan DPR bersama Presiden, tidak didominasi oleh keterwakilan kelompok partai politik saja. Tetapi juga secara utuh dibahas oleh keterwakilan masyarakat non partai," ujarnya.

Selanjutnya, proposal ketiga yaitu memastikan Utusan Daerah dan Utusan Golongan diisi melalui mekanisme pengisian dari bawah. Bukan penunjukan oleh Presiden seperti yang terjadi pada era Orde Baru.

"Dengan komposisi Utusan Daerah yang mengacu kepada kesejarahan wilayah yang berbasis kepada negara-negara lama dan bangsa-bangsa lama yang ada di Nusantara, yaitu para Raja dan Sultan Nusantara, serta suku dan penduduk asli Nusantara," papar dia.

Sedangkan Utusan Golongan diisi oleh Organisasi Sosial Masyarakat dan Organisasi Profesi yang memiliki kesejarahan dan bobot kontribusi bagi pemajuan Ekonomi, Sosial, Budaya, Pertahanan Keamanan dan Agama bagi Indonesia.

"Keempat, memberikan kewenangan kepada Utusan Daerah dan Utusan Golongan untuk memberikan pendapat terhadap materi Rancangan Undang-Undang yang dibentuk oleh DPR bersama Presiden sebagai bagian dari keterlibatan publik yang utuh," ungkapnya.

Terakhir, proposal kelima, menempatkan secara tepat, tugas, peran dan fungsi Lembaga Negara yang sudah dibentuk di era Reformasi, sebagai bagian dari kebutuhan sistem dan struktur ketatanegaraan.

"Dengan demikian, kita sebagai bangsa telah kembali kepada Pancasila secara utuh. Sekaligus bangsa ini akan kembali terajut dalam tekad bersama di dalam semangat Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Musyawarah dan Keadilan Sosial," ucap dia.

Menurut LaNyalla, itulah jawaban dari penguatan Sistem Demokrasi Indonesia. Yaitu mengembalikan sebuah sistem yang mampu mewadahi atau menjadi wadah yang utuh bagi semua elemen bangsa.

Sehingga benar-benar terwujud menjadi penjelmaan seluruh rakyat. Maka, hakikat kedaulatan rakyat benar-benar memiliki tolok ukur yang jelas di dalam ketatanegaraan kita.

Sementara itu, Ketua PWI Jatim, Lutfil Hakim memperkuat gambaran proposal kenegaraan yang disampaikan Ketua DPD RI. Dia berharap proposal tersebut mendapatkan respon sesegera mungkin oleh semua elemen bangsa.

"Dalam perspektif media, kami mengapresiasi Ketua DPD RI yang sudah mewarnai demokrasi Indonesia terutama mengenai proposal kenegaraan penguatan sistem demokrasi Indonesia. Gagasan tersebut penting karena bangsa ini sudah terlalu jauh melenceng dari nilai luhur Pancasila sebagai Norma Hukum Tertinggi di negara ini," papar dia.

Proposal kenegaraan itu, lanjut dia, menjadi bukti bahwa Ketua DPD RI dan para anggota DPD berpikir sebagai negarawan seperti para founding fathers.

"Tentu semua bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang berkeadilan dengan tetap menempatkan aspek Ketuhanan, persatuan, juga cara mufakat atau musyawarah," paparnya.

Ketua DPD RI didampingi anggota DPD RI dari Lampung, Bustami Zainudin dan Staf Ahli Ketua DPD RI, A Zaldy Irza Pahlevi Abdurrasyid.

Hadir dalam acara Ketua Kadin Surabaya, M Ali Affandi, Sekretaris MPW PP Jatim, M Diah Agus Muslim, Ketua PWI Jatim, Lutfil Hakim, pengurus Kadin dan para anggota SAPMA PP Jatim.(ray/jpnn)


Redaktur & Reporter : Budianto Hutahaean

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler