Ketua GTKHNK35+ Pesimistis Pemerintah Bisa Tuntaskan Masalah Guru Honorer dan Tendik 

Sabtu, 07 Agustus 2021 – 12:34 WIB
Ketua Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer Non Kategori Usia 35 Tahun Ke Atas (GTKHNK 35+) Provinsi Jawa Barat Sigid Purwo Nugroho. Foto dokumentasi GTKHNK35+

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer Non Kategori Usia 35 Tahun Ke Atas (GTKHNK 35 ) Provinsi Jawa Barat Sigid Purwo Nugroho kembali mengkritisi kebijakan pemerintah dalam penyelesaian masalah pegawai nonaparatur sipil negara (ASN).

Sampai di atas 2023 pun masalah guru honorer tidak akan selesai jika pemerintah tidak mengubah kebijakannya.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Ada Nama Baru di Kasus Keluarga Akidi Tio, Panglima TNI Perintahkan Babinsa Segera Lacak, Arief Poyuono Tantang DPR

"Kami coba amati realita yang menyebabkan makin rumitnya permasalahan GTK honorer di Indonesia ini, maka kami dapat menarik kesimpulan sederhana," ungkap Sigid kepada JPNN.com, Sabtu (7/8).

Sigid melanjutkan, kesimpulan sederhana tersebut di antaranya adalah sebagai berikut :

BACA JUGA: Rizki: Sudah 3 Hari Belum Ada Pengumuman Seleksi Administrasi PPPK 2021, Guru Honorer Kena Prank

1. Kebutuhan GTK di sekolah tidak sebanding dengan formasi ASN yang disiapkan.

2. Jumlah sekolah dengan jumlah GTK yang dibutuhkan di tiap sekolah tersebut tidak seimbang. Sekolah baru banyak bermunculan, grafik jumlah peserta didik yang kadang naik dan turun serta perekrutan GTK honorer baru terus dilakukan oleh beberapa sekolah.

BACA JUGA: Honorer Berharap Bisa Perbaiki Kesalahan Upload Dokumen, tetapi Pengumuman PPPK Guru Belum Ada

3. Perekrutan GTK honorer oleh sekolah dengan tidak memperhatikan analisis beban kerja. Misalnya jumlah sekolah hanya 3 rombongan belajar (rombel).

Idealnya, kata Sigid, masing-masing guru bidang studi hanya 1 orang yang dibutuhkan dari tiap mata pelajaran tetapi kenyataannya ada yang lebih dari jumlah ideal dengan merekrut lebih dari 1 guru honorer.

Belum lagi kalau ada ahli Kimia yang seharusnya menjadi guru kimia malah diposisikan menjadi guru seni budaya di sekolah.

"Sudah selayaknya ada kolaborasi yang baik secara vertikal maupun horizontal. Kolaborasi antara stekholder sekolah dengan pemerintah," ujar Sigid yang juga praktisi pendidikan sekaligus guru honorer asal Kabupaten Kuningan. 

Dia menegaskan jika ingin meningkatkan mutu pendidikan maka harus ada penataan dari sekolah hingga regulasi pemerintah.

Keseimbangan antara beban kerja, jenjang karir dan kesejahteraan GTK juga sangat perlu diperhatikan. 

"Kalau GTK honorer, kan, tidak ada kejelasan antara semua tiga hal tersebut," ujarnya. 

Oleh karena itu, tambah Sigid, harus ada arah dan tujuan yang jelas tentang nasib guru dan tendik honorer ke depannya. Tentunya semua GTK honorer mempunyai impian dan harapan untuk menjadi ASN. (esy/jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler