jpnn.com, JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo membantah tuduhan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket KPK bahwa dirinya terlibat korupsi pengadaan alat berat penunjang perbaikan jalan pada Dinas Bina Marga di Provinsi DKI Jakarta tahun anggaran 2015.
Agus menegaskan bahwa tuduhan korupsi saat dirinya menjabat ketua Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) itu fitnah.
BACA JUGA: Kasihan Jokowi, Nanti Jadi Beban karena Pansus
Menurut Agus, sejak kasus e-KTP naik ke penyidikan dan penuntutan, berbagai macam tuduhan mulai berdatangan kepadanya.
"Setelah kasus e-KTP naik (persidangan), rasanya saya dituduh macam-macam. Kemarin, dituduh terlibat, padahal sudah dibuktikan di pengadilan. Sekarang, ada tuduhan baru lagi dan kami pun tidak tahu ke depan akan dituduh apalagi," kata Agus saat dikonfirmasi JPNN, Kamis (21/9).
BACA JUGA: Demokrat Tetap Tolak Pansus Angket KPK
Karena itu, Agus menegaskan bahwa apa yang dituduhkan Pansus Hak Angket KPK itu tidak benar dan fitnah. "Saya pastikan tuduhan itu tidak benar dan menjadi fitnah ke saya," tegasnya.
Percayalah, kata Agus, semua itu tidak akan menyurutkannya maupun KPK dalam menangani serta memeroses kasus-kasus korupsi yang besar yang saat ini sedang berjalan. Agus menegaskan akan tetap fokus menangani dan terus akan mengungkap kasus-kasus besar yang ada di KPK.
BACA JUGA: Dicopot dari Pansus Angket KPK, Masinton Malah Bilang Begini
"Gusti Allah itu tidak tidur. Oleh karena itu, saya juga sangat percaya keadilan pada akhirnya akan dinampakkan," kata Agus.
Orang nomor satu di KPK itu pun berpesan kepada pihak-pihak yang memitnahnya. "Kepada yang gemar memfitnah, insyaallah mendapatkan pencerahan," tegasnya.
Sebelumnya, dalam jumpa pers di Hotel Santika, Jakarta, Rabu (20/9), anggota Pansus Hak Angket KPK Arteria Dahlan menduga Agus terlibat korupsi saat masih menjabat LKPP. Agus diduga terlibat kasus dugaan korupsi pengadaan 19 unit Pakkat Road Maintenance Truck (PRMT) C-3200 senilai Rp 36,1 miliar. Menurut dia, penyedia barang adalah PT Dormauli (DMU).
Pansus, kata dia, menemukan fakta bahwa LKPP maupun Dinas Bina Marga tidak melakukan evaluasi untuk memastikan kebenaran informasi yang disajikan PT DMU.
Pihaknya juga menduga PT DMU melakukan rekayasan dalam konteks dokumen identifikasi, rekayasa identitas fisik seolah 19 unit barang tersebut didatangkan dari Amerika Serikat, bermerek Pakat.
"Kami juga temukan indikasi surat register uji tipe atas truk tersebut diterbitkan surat keputusan rancang bangun milik perusahaan lain yang tidak memiliki desain yang sama," katanya.
Selain itu, Arteria menambahkan, pihaknya juga menemukan adanya pengakuan dari Dinas Bina Marga maupun vendor bahwa pekerjaan telah selesai. Padahal, ujar dia, faktanya barang tersebut belum didatangkan secara keseluruhan.
"Kami juga menemukan indikasi adanya penyimpangan yang dilakukan LKPP yang sayangnya pimpinan pada saat itu Pak Agus Rahardjo," kata politikus PDI Perjuangan itu.
Temuan itu, kata dia, pertama mengategorikan produk road C-3200 sebagai alat berat meskipun terdapat truk sebagai item di dalamnya.
Kedua, LKPP tidak menyaratkan dokumen yang melegitimasi asal usul produk, lalu status PT DMU, sebagai agen tunggal pemegang merk atas merek Pakat.
Ketiga, tidak mengevaluasi dokumen terkait yang disampaikan PT DMU untuk memastikan kebenaran substansif, artinya unit barang sesuai yang dihadirkan.
Keempat, tidak memiliki harga perkiraan sendiri yang digunakan sebagai dasar negosiasi. Sehingga tidak dapat mengevaluasi kebenaran harga PT DMU
Lalu, Pansus menemukan dugaan pimpinan LKPP terindikasi kuat memerintahkan direktur pengembangan sistem catalog LKPP untuk melaksanakan e-catalog, menentukan persyaratan e-purchashing. "Transaksi (diduga) sudah baru direkayasa administrasi pengadaan," katanya.
Padahal, tegas dia, tidak ada aturan mengenai pemilihan pengadaan barang jasa tersebur harus ditayangkan pada e-catalog. "Ini luar biasa," tegasnya.
Dalam kasus ini, Polda Metro Jaya sudah menetapkan dua tersangka. Yakni Kepala Unit UPT Dinas Bina Marga Hamdan dan Dirut PT DMI Irianto. Kasus ini diduga merugikan negara Rp 22,4 miliar.(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Oh, Ini Alasan PDIP Copot Masinton dari Pimpinan Pansus KPK
Redaktur & Reporter : Boy