Ketua KPU Sultra Dituding Pakai Jurus Mabuk

Kamis, 23 Februari 2012 – 00:03 WIB

KENDARI - Keputusan Ketua KPU Sultra, Mas"udi yang hanya melantik tiga orang anggota KPU Buton benar-benar jadi blunder buatnya. Tindakan tersebut ternyata membuat tiga anggota KPU Sultra, yakni Eka Suaib, Abd Syahir dan Bosman meradang. Mereka memprotes keras tindakan Mas"udi, karena dengan semena-mena mengabaikan hasil pleno yang sudah mereka sepakati, yakni melantik lima orang anggota KPU Buton.
   
Padahal, dalam setiap pengambilan keputusan di KPU, harus melibatkan semua komisioner yang berjumlah lima orang. Faktanya, Mas"udi bertindak sendiri, tanpa sepengetahuan empat anggota KPU yang lain. Tiga anggota KPU Sultra itupun mempersoalkan tindakan Mas"udi tersebut. "Keputusan itu bukan atas dasar hukum dan fakta. Saya katakan ini jurus dewa mabok yang dilakukan," kata Dr H Eka Suaib.

Pria peraih gelar doktor bidang politik itu mengatakan, sebelum pelantikan dia sudah menghadap Mas"udi, untuk mempertanyakan alasannya yang hanya akan melantik 3 Pengganti Antar Waktu (PAW) La Biru Cs itu. Namun, Mas"udi tetap pada pendiriannya, hanya melantik 3 orang karena 2 anggota KPU Buton yang lain merupakan titipan salah satu calon bupati Buton.
   
"Sebelum pelantikan, salah seorang calon PAW bernama Alimudin menghadap saya dan memperlihatkan dia bukan tim sukses dan bukan calon dari Parpol. Dia juga sudah 2 kali diverifikasi oleh tim yang dipimpin Ardin. Dasar itu saya menghadap Mas"udi, tapi dia jawab hanya 3 orang. Saya tanya, apa dasarnya? Dia jawab, dua tidak dilantik karena ada masukan masyarakat. Saya katakan itu tidak sesuai undang-undang, karena berita acara pleno menetapkan 5 orang. Kalau mau dibatalkan tidak bisa," katanya.
   
Saat itu, Eka mengusulkan 2 opsi pada Mas"udi yakni melantik semua atau menunda pelantikan, dengan asumsi cabut dulu berita acara pleno. Eka menjelaskan, KPU itu menganut asas kolektif kolegial. Artinya, setiap keputusan dirembukan bersama oleh semua komisioner KPU. Kata dosen non aktif di Unhalu itu, kalau asumsi Mas"udi tindakannya itu didasari karena dia ketua KPU yang jadi penanggung jawab intern dan ekstern, itu sudah salah. Sebab itu berlaku hanya pada konteks yang jadi perdebatan atau sebuah emergency. Untuk kasus KPU Buton, itu bukan emergency karena menurut Eka, ada berita acara yang dibuat.
   
"Saya ingin katakan, keputusan melantik 3 orang bukan kolektif, tapi pribadi karena tidak dibicarakan dengan kami dan pleno, sehingga melanggar asas kolektif kolegial. Dia ambil keputusan tanpa melibatkan kita," jelasnya. Sejak pelantikan Jumat (17/2) lalu hingga saat ini, Mas"udi tidak menunjukan itikad baik melakukan pelantikan dua anggota KPU Buton lainnya.
   
Menurut Eka, harusnya Mas"udi bersurat atau memanggil dua orang itu, tapi sampai saat ini tidak ada follow up dari ketua KPU itu. Padahal, pemilihan gubernur (Pilgub) sudah di depan mata. Sudah harus ada konsolidasi di tingkat penyelenggara. Tapi, kata Eka, bagaimana mau berpikir kalau model komisioner KPU Sultra sudah sedemikian rupa berulah.
   
Suami dari dr Hj Andi Hasnah itu, lalu membandingkan gaya kepemimpinan Bosman dengan Mas"udi. Dia mengatakan, saat KPU Sultra masih dipimpin Bosman, semua komisioner dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan. "Dulu waktu Bosman, sebelum ambil tindakan, minimal dia timbang seperti apa dan gimana undang-undangnya. Kalau tidak, dia sms dan telpon kita bicarakan, sehingga keputusan yang lahir itu kuat. Sekarang tidak. Memangnya Mas"udi kepala dinas? Silahkan publik menilai, apa dibalik itu. Saya heran, kenapa Mas"udi ambil keputusan ini," jelasnya.
   
Bagaimana tanggapan mantan Ketua KPU Sultra, Bosman? Dia mengaku cukup prihatin dengan sikap Mas"udi. Sebab saat ini harusnya sudah ada konsolidasi terkait Pilgub, baik internal KPU provinsi maupun KPU kabupaten/kota, untuk menyelesaikan persoalan anggaran, petunjuk teknis yang akan dipakai hingga masuk penyelenggaraan yang harus dikoordinasikan dengan KPU kabupaten/kota.
   
Menurut Bosman, saat masih memimpin KPU Sultra, dia tidak pernah mengambil tindakan sepihak. Sebab dia memahami, KPU bersifat kolektif kolegial, sehingga apapun yang jadi keputusan, semua ditempuh lewat pleno yang merupakan forum tertinggi pengambilan keputusan.
   
"Memang kami tidak tahu, Eka mengaku tidak tahu. Tahunya nanti di koran. Mungkin Mas"udi punya alasan tertentu, tapi paling tidak alasan itu kita tetapkan kembali, karena pelantikan merupakan hasil dari rapat pleno yang kita lakukan 7 Februari. Itu juga berdasarkan dari tim verifikasi yang telah dibentuk KPU. Kalau pun ada sesuatu hal yang bertentangan dengan apa yang sudah kita tetapkan, harus ditetapkan juga dalam pleno. Tapi sampai sekarang saya belum ketemu, kita mau tahu kenapa dia cuma melantik tiga orang," tandasnya.
   
Sedangkan Abd Syahir, sejak Jum"at (17/2) lalu, atau setelah pelantikan itu dilakukan memang sudah menyatakan protesnya. Ia menilai keputusan tersebut cacat hukum karena dilakukan tanpa persetujuan pleno. "Hasil pleno lima orang, kenapa yang dilantik tiga orang dan itu tidak pernah diplenokan. Di KPU itu kita punya aturan bahwa segala keputusan itu diambil lewat mekanisme pleno, karena kita sifatnya kolektif kolegial. Keputusan melantik tiga orang itu diluar keputusan pleno dan itu cacat hukum,"tegas Abd Syahir, kala itu.
   
Ia menganggap, Ketua KPU sudah bertindak diluar kewenangannya karena menetapkan sesuatu tanpa pleno. Kalau kemudian alasannya mendesak dan ada aduan masyarakat, seharusnya Ketua KPU harus mengajak komisioner lainya membahas persoalan tersebut, bukan serta merta menjadikan itu dalih guna menunda pelantikan dua komisioner lainnya. Lagi pula, tidak ada aturannya, aduan masyarakat itu bias serta merta menggugurkan hasil pleno KPU, sebagai forum pengambilan keputusan tertinggi.(kp/awa/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Usul Interpelasi Moratorium Remisi Terus Bergulir


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler