jpnn.com, JAKARTA - Ketua MPR Bambang Soesatyo yang akrab disapa Bamsoet mengapresiasi transformasi dan inovasi Tiongkok yang fantastik.
Menurut Bamsoet, tidak mudah mengelola negara sebesar Tiongkok dengan wilayah terluas ketiga di dunia sekitar 9,69 juta kilometer dan jumlah penduduk terbesar kedua di dunia dengan lebih 1,4 miliar jiwa.
BACA JUGA: Ketua MPR Bamsoet Ingatkan Pers Bertanggung Jawab Mencerdaskan Kehidupan Bangsa
Dari semula negara berkategori miskin hingga tumbuh sebagai negara super power, bahkan saat ini dianggap sebagai pesaing kuat hegemoni Amerika Serikat, hanya dalam kurun waktu kurang dari seratus tahun.
"Tiongkok yang dahulu dikenal dengan negara yang miskin dan kelaparan, mampu berubah menjadi negara maju yang spektakuler," kata Bamsoet dalam wawancara dengan Kantor Berita Tiongkok Xinhua di Jakarta, Selasa (11/6).
BACA JUGA: Bamsoet Minta TNI-Polri Kejar KKB Pelaku Penembakan Prajurit di Papua Pegunungan
Karena itu, lanjut Bamsoet, tidak heran jika di 2021 lalu saja, gross domestic product (GDP) atau produk domestik bruto Tiongkok tercatat mencapai USD 17,7 triliun, GDP per kapita mencapai USD 12,551, pertumbuhan ekonomi mencapai 8,1 persen dengan cadangan devisa mencapai USD 3,25 triliun.
Ketua ke-20 DPR itu menilai salah satu kunci keberhasilan Tiongkok karena memiliki rencana pembangunan jangka panjang, bahkan hingga tahun 2050, yakni pada saat usia kemerdekaan Tiongkok memasuki usia ke-100 tahun.
Selain itu, Tiongkok juga ditunjang sistem politik dan pemerintahan yang kuat.
"Dua hal inilah yang tidak dimiliki Indonesia pada saat ini. Tidak heran walaupun usia kemerdekaan Indonesia dengan Tiongkok tidak berbeda jauh, bahkan kita lebih dahulu merdeka pada tahun 1945, namun kondisi kemajuan ekonomi, sosial, dan politik, Indonesia tertinggal jauh dibandingkan Tiongkok," ujar Bamsoet.
Bamsoet menegaskan hal tersebut harus diakui dengan jujur dan terbuka sehingga bangsa Indonesia bisa belajar banyak dari Tiongkok, khususnya dalam membuat perencanaan pembangunan jangka panjang serta sistem politik dan pemerintahan yang kuat.
Di masa Orde Lama dan Orde Baru, kata Bamsoet, Indonesia sebetulnya sudah memiliki rencana pembangunan jangka panjang. Namun sejak era reformasi, hal tersebut justru dihapuskan.
"Tiongkok menggunakan sistem politik dan pemerintahan dengan menyesuaikan jati diri dan budayanya. Sementara Indonesia, dahulu kita memiliki demokrasi Pancasila, tetapi kini justru malah berubah menjadi demokrasi liberal akibat adanya politik pemilihan langsung dengan efek maraknya politik uang," pungkas Bamsoet. (mrk/jpnn)
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi