SIANTAR - Merasa tidak mendapatkan keadilan atas eksekusi tanah dan bangunan di Jalan Sutomo No 309, Kelurahan Pahlawan, Siantar Timur, dan kerap mendapatkan perlakuan kasar Ketua PN Siantar Abner Situmorang, Ny Lina melalui anaknya Jenny Johannes (26) mengadukan pria yang baru menjabat sebagai Ketua PN Siantar bulan Agustus 2012 lalu ke Komisi Yudisial Rabu lalu (30/1).
Selain Abner, Jenny Johannes juga mengadukan mantan Ketua PN lama Pastra Joseph Ziraluo. Kepada METRO (JPNN Grup) melalui selularnya, Jumat(1/2), Jenny Johannes yang merupakan kuasa insidentil ibunya, Ny Lina (64) menerangkan bahwa hak yang sudah sepatutnya mereka dapatkan dalam kurun waktu hampir setahun ini, dikebiri oleh mantan Ketua PN lama Pastra Joseph, malah dilanjutkan oleh Ketua PN yang baru Abner Situmorang.
Berbagai macam alasan untuk mempersulit dan menunda eksekusi dilakukan oleh Ketua PN Siantar Abner Situmorang. Dalam salah satu poin pengaduan terhadap Pastra, Jenny melaporkan keganjilan atas putusan oleh Pastra dimana dalam memenangkan perkara No 51/2010 di atas satu objek sengketa yang sama dalam perkara No 28/2003, dengan objek rumah di Jalan Sutomo No 309, yang telah berkekuatan hukum tetap. Bahkan telah in kracht di PN Siantar No 28/2003, di Pengadilan Tinggi No 136/2004, di Kasasi No 1210 K/2005 dan di PK No 295 PK/2011.
Pastra selaku ketua majelis hakim dalam memenangkan perkara No 51 terhadap objek yang telah in kracht telah menghidupkan kembali alat bukti surat wasiat No 15 yang telah digugurkan/ditolak dalam putusan Peninjauan Kembali (PK) dan menyatakan objek yang dia menangkan itu tidak sama. Namun kemudian Pastra justru menangguhkan eksekusi terhadap perkara No 28 dengan menyatakan kalau objeknya sama. “Di sini sangat jelas kalau Pastra sewenang-wenang dalam mengambil dan menetapkan putusan yang dia buat sendiri. Dia telah mematahkan putusan yang telah dibuatnya sendiri,” ujar Jenny.
Sementara, poin aduan terhadap Abner Situmorang, dia telah meneruskan permainan/kesalahan yang telah diperbuat oleh ketua yang lama, Pastra. Abner juga dilaporkan telah diskriminatif dalam menjalankan tugasnya. Pasalnya, saat posisi pihak Jenny selaku tergugat atas rumah Jalan Sutomo No 315 B-C milik penggugat Huina Jossy, eksekusi dijalankan dalam waktu yang singkat, yaitu November 2012 sampai awal Januari 2013, hanya dua bulan. Itupun tanpa diberikan surat pemberitahuan aanmaning dan surat pemberitahuan eksekusi. Pihak PN tidak mempertimbangkan alasan Jenny kalau rumah tersebut masih ada gugatan ganti rugi yang sedang berjalan.
Poin selanjutnya, dari aspek kemanusiaan pun, tidak didapatkan Jenny dari Ketua PN. Jenny sudah memohon agar diberi tenggang waktu untuk mengeksekusi sendiri rumah No 315 B-C tersebut karena saat itu ayah Jenny sedang diopname di rumah sakit yang sedang menderita sakit keras.
Jenny mengaku kecewa karena kebijakan dibuat Abner hanya berlaku terhadap rumah 315 B-C. Kata Jenny, Abner pernah menerangkan bahwa perlawanan tidak menangguhkan eksekusi. Namun ketika pihaknya yang mengajukan eksekusi, malah Abner menangguhkannya dengan alasan masih ada perlawanan dari tergugat.
Bahkan, penetapan penangguhan eksekusi yang dibuat oleh Pastra yaitu yang bunyinya, “Eksekusi ditunda sampai hasil pelawanan No 40 diputus." Dan pada 7 Januari 2013, hasil perlawanan itu telah diputus dengan amar putusan menyatakan bahwa para pelawan adalah pelawan yang tidak benar. “Berarti tidak ada lagi alasan Abner untuk menunda pelaksanaan eksekusi. Namun mengapa tetap tidak dilaksanakan juga? Jelas bahwa dia (Abner) punya kepentingan pribadi,” kesal Jenny.
Jenny juga melaporkan perlakuan kasar yang kerap dia terima dari Abner Situmorang, seperti menyenggak dirinya, mengusir, bahkan mengucapkan kata kotor. Jenny menerangkan, saat dia menyampaikan surat permohonan tanpa tembusan, permohonannya selalu diabaikan. Namun saat dia kembali menyampaikan surat dengan menyertakan tembusan, Abner malah marah-marah. “Saya tak suka kamu buat-buat tembusan ya,” ucap Jenny menirukan perkataan Abner. Dan perlakuan yang paling kasar, yakni, Abner mengusir Jenny dan mengucapkan kata kotor (mengucap alat kelamin pria).
Selain mereka berdua, Jenny juga melaporkan salah seorang oknum di PN Siantar ke Badan Pengawas Mahkamah Agung. Dia diduga berpengaruh besar dalam kasus ini, dimana dia menjadi perantara antara ketua yang lama dan yang baru dalam menentukan arah permasalahan ini agar hak-hak Jenny dikebiri.
Masih kata Jenny, pihaknya juga akan melaporkan ke polisi atas tindakan pidana yang dilakukan Huina Jossy (tegugat). Huina diduga telah memalsukan data-data yang membuat ricuh semua perkara ini. “Wanita itu (Huina, red) telah menghalalkan segala cara untuk merebut hak yang bukan miliknya. Ibuku bersabar menunggu dia untuk mau mengembalikan rumah dengan baik. Kalau tegas dan tidak pikirkan kasihan, ibuku sudah mengajukan permohonan eksekusi terhadap dia sejak 2005 lalu,” tegas Jenny.
Masih kata Jenny, dalam laporannya, dia turut menyerahkan bukti-bukti berupa sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB), kliping koran, rekaman audio, silsilah keluarga, putusan-putusan pada sidang rumah nomor 309, 347, dan 315 B-C, dan kliping koran yang memberitakan bahwa Huina Yossi adalah mantan narapidana kasus bulog tahun 2006 di Medan dan Kabanjahe.
“Laporan saya sudah resmi diterima dengan nomor 0164/1/2013/P dan diterima oleh Andri W, di Bagian Pengaduan. Saya serahkan semua permasalahan dan ketidakadilan yang saya dapatkan pada Tuhan. Kiranya Tuhan membukakan solusi bagi kami melalui kebijakan KY, Mahkamah Agung dan Badan Pengawas Mahkamah Agung,” pintanya.
Sementara itu, Ketua Bidang Pengawasan hakim dan Investigasi Komisi Yudisial (KY), Suparman Marzuki, memastikan pihaknya akan segera mengkaji semua pengaduan yang telah dilaporkan Jenny. Bahkan ia memastikan tim akan segera turun langsung ke lapangan.
“Kita akan proses terlebih dahulu, kita akan investigasi dengan turun ke lapangan. Kalau memang melanggar kode etik, pasti terhadap nama-nama yang diadukan akan kita rekomendasikan untuk diberi sanksi,” katanya kepada koran ini di Jakarta.
Marzuki memastikan proses investigasi akan dilakukan dalam waktu dekat. “Kita KY itu kan punya jejaring. Nah tim ini yang nantinya turun begitu pengaduan kita kaji. Kita harapkan pertengahan Februari sudah diketahui hasil investigasinya,” ujarnya.
Menurutnya, hakim dalam menjalankan fungsi dan kewenangan, memang berhak memutus berbagai perkara. Termasuk menangguhkan proses eksekusi terhadap objek sengketa. “Tapi memang di beberapa tempat, tidak tertutup kemungkinan terdapat oknum hakim yang nakal. Misalnya menangguhkan eksekusi dengan dengan alasan yang mengada-ada,” katanya.
Saat ditanya terkait dugaan adanya proses hukum ganda dalam kasus yang dialami Jenny, Marzuki belum mau berkomentar banyak. “Saya belum bisa berkomentar banyak karena kita harus memelajarinya terlebih dahulu. Tapi yang pasti, pengaduan yang telah disampaikan kepada kita, itu kita dalami,” katanya. (ara/gir)
Selain Abner, Jenny Johannes juga mengadukan mantan Ketua PN lama Pastra Joseph Ziraluo. Kepada METRO (JPNN Grup) melalui selularnya, Jumat(1/2), Jenny Johannes yang merupakan kuasa insidentil ibunya, Ny Lina (64) menerangkan bahwa hak yang sudah sepatutnya mereka dapatkan dalam kurun waktu hampir setahun ini, dikebiri oleh mantan Ketua PN lama Pastra Joseph, malah dilanjutkan oleh Ketua PN yang baru Abner Situmorang.
Berbagai macam alasan untuk mempersulit dan menunda eksekusi dilakukan oleh Ketua PN Siantar Abner Situmorang. Dalam salah satu poin pengaduan terhadap Pastra, Jenny melaporkan keganjilan atas putusan oleh Pastra dimana dalam memenangkan perkara No 51/2010 di atas satu objek sengketa yang sama dalam perkara No 28/2003, dengan objek rumah di Jalan Sutomo No 309, yang telah berkekuatan hukum tetap. Bahkan telah in kracht di PN Siantar No 28/2003, di Pengadilan Tinggi No 136/2004, di Kasasi No 1210 K/2005 dan di PK No 295 PK/2011.
Pastra selaku ketua majelis hakim dalam memenangkan perkara No 51 terhadap objek yang telah in kracht telah menghidupkan kembali alat bukti surat wasiat No 15 yang telah digugurkan/ditolak dalam putusan Peninjauan Kembali (PK) dan menyatakan objek yang dia menangkan itu tidak sama. Namun kemudian Pastra justru menangguhkan eksekusi terhadap perkara No 28 dengan menyatakan kalau objeknya sama. “Di sini sangat jelas kalau Pastra sewenang-wenang dalam mengambil dan menetapkan putusan yang dia buat sendiri. Dia telah mematahkan putusan yang telah dibuatnya sendiri,” ujar Jenny.
Sementara, poin aduan terhadap Abner Situmorang, dia telah meneruskan permainan/kesalahan yang telah diperbuat oleh ketua yang lama, Pastra. Abner juga dilaporkan telah diskriminatif dalam menjalankan tugasnya. Pasalnya, saat posisi pihak Jenny selaku tergugat atas rumah Jalan Sutomo No 315 B-C milik penggugat Huina Jossy, eksekusi dijalankan dalam waktu yang singkat, yaitu November 2012 sampai awal Januari 2013, hanya dua bulan. Itupun tanpa diberikan surat pemberitahuan aanmaning dan surat pemberitahuan eksekusi. Pihak PN tidak mempertimbangkan alasan Jenny kalau rumah tersebut masih ada gugatan ganti rugi yang sedang berjalan.
Poin selanjutnya, dari aspek kemanusiaan pun, tidak didapatkan Jenny dari Ketua PN. Jenny sudah memohon agar diberi tenggang waktu untuk mengeksekusi sendiri rumah No 315 B-C tersebut karena saat itu ayah Jenny sedang diopname di rumah sakit yang sedang menderita sakit keras.
Jenny mengaku kecewa karena kebijakan dibuat Abner hanya berlaku terhadap rumah 315 B-C. Kata Jenny, Abner pernah menerangkan bahwa perlawanan tidak menangguhkan eksekusi. Namun ketika pihaknya yang mengajukan eksekusi, malah Abner menangguhkannya dengan alasan masih ada perlawanan dari tergugat.
Bahkan, penetapan penangguhan eksekusi yang dibuat oleh Pastra yaitu yang bunyinya, “Eksekusi ditunda sampai hasil pelawanan No 40 diputus." Dan pada 7 Januari 2013, hasil perlawanan itu telah diputus dengan amar putusan menyatakan bahwa para pelawan adalah pelawan yang tidak benar. “Berarti tidak ada lagi alasan Abner untuk menunda pelaksanaan eksekusi. Namun mengapa tetap tidak dilaksanakan juga? Jelas bahwa dia (Abner) punya kepentingan pribadi,” kesal Jenny.
Jenny juga melaporkan perlakuan kasar yang kerap dia terima dari Abner Situmorang, seperti menyenggak dirinya, mengusir, bahkan mengucapkan kata kotor. Jenny menerangkan, saat dia menyampaikan surat permohonan tanpa tembusan, permohonannya selalu diabaikan. Namun saat dia kembali menyampaikan surat dengan menyertakan tembusan, Abner malah marah-marah. “Saya tak suka kamu buat-buat tembusan ya,” ucap Jenny menirukan perkataan Abner. Dan perlakuan yang paling kasar, yakni, Abner mengusir Jenny dan mengucapkan kata kotor (mengucap alat kelamin pria).
Selain mereka berdua, Jenny juga melaporkan salah seorang oknum di PN Siantar ke Badan Pengawas Mahkamah Agung. Dia diduga berpengaruh besar dalam kasus ini, dimana dia menjadi perantara antara ketua yang lama dan yang baru dalam menentukan arah permasalahan ini agar hak-hak Jenny dikebiri.
Masih kata Jenny, pihaknya juga akan melaporkan ke polisi atas tindakan pidana yang dilakukan Huina Jossy (tegugat). Huina diduga telah memalsukan data-data yang membuat ricuh semua perkara ini. “Wanita itu (Huina, red) telah menghalalkan segala cara untuk merebut hak yang bukan miliknya. Ibuku bersabar menunggu dia untuk mau mengembalikan rumah dengan baik. Kalau tegas dan tidak pikirkan kasihan, ibuku sudah mengajukan permohonan eksekusi terhadap dia sejak 2005 lalu,” tegas Jenny.
Masih kata Jenny, dalam laporannya, dia turut menyerahkan bukti-bukti berupa sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB), kliping koran, rekaman audio, silsilah keluarga, putusan-putusan pada sidang rumah nomor 309, 347, dan 315 B-C, dan kliping koran yang memberitakan bahwa Huina Yossi adalah mantan narapidana kasus bulog tahun 2006 di Medan dan Kabanjahe.
“Laporan saya sudah resmi diterima dengan nomor 0164/1/2013/P dan diterima oleh Andri W, di Bagian Pengaduan. Saya serahkan semua permasalahan dan ketidakadilan yang saya dapatkan pada Tuhan. Kiranya Tuhan membukakan solusi bagi kami melalui kebijakan KY, Mahkamah Agung dan Badan Pengawas Mahkamah Agung,” pintanya.
Sementara itu, Ketua Bidang Pengawasan hakim dan Investigasi Komisi Yudisial (KY), Suparman Marzuki, memastikan pihaknya akan segera mengkaji semua pengaduan yang telah dilaporkan Jenny. Bahkan ia memastikan tim akan segera turun langsung ke lapangan.
“Kita akan proses terlebih dahulu, kita akan investigasi dengan turun ke lapangan. Kalau memang melanggar kode etik, pasti terhadap nama-nama yang diadukan akan kita rekomendasikan untuk diberi sanksi,” katanya kepada koran ini di Jakarta.
Marzuki memastikan proses investigasi akan dilakukan dalam waktu dekat. “Kita KY itu kan punya jejaring. Nah tim ini yang nantinya turun begitu pengaduan kita kaji. Kita harapkan pertengahan Februari sudah diketahui hasil investigasinya,” ujarnya.
Menurutnya, hakim dalam menjalankan fungsi dan kewenangan, memang berhak memutus berbagai perkara. Termasuk menangguhkan proses eksekusi terhadap objek sengketa. “Tapi memang di beberapa tempat, tidak tertutup kemungkinan terdapat oknum hakim yang nakal. Misalnya menangguhkan eksekusi dengan dengan alasan yang mengada-ada,” katanya.
Saat ditanya terkait dugaan adanya proses hukum ganda dalam kasus yang dialami Jenny, Marzuki belum mau berkomentar banyak. “Saya belum bisa berkomentar banyak karena kita harus memelajarinya terlebih dahulu. Tapi yang pasti, pengaduan yang telah disampaikan kepada kita, itu kita dalami,” katanya. (ara/gir)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengurus IMMIM Tak Kenal Ahmad Fathana
Redaktur : Tim Redaksi