Ketua Umum

Oleh: Dahlan Iskan

Jumat, 24 Juni 2022 – 07:08 WIB
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - POLITIK begitu cair belakangan ini. Manuver begitu dinamis. Pemilu kian dekat –untuk ukuran politik.

Asyik.

BACA JUGA: Subsidi Inflasi

PKB bertemu PKS itu langka. Apalagi kalau sampai bikin ''koalisi semut merah'' –seperti yang mereka wacanakan.

Jokowi ke ruang kerja Megawati itu mencairkan gonjang-ganjing isu banteng-celeng. SBY Demokrat bertemu Surya Paloh Nasdem itu aneh tapi nyata.

BACA JUGA: Surat Cinta

Manuver-manuver itu adalah seperti sebuah reaksi. Terutama reaksi terhadap aksi tiga partai. Golkar, PAN, dan PPP membentuk Koalisi Indonesia Bersatu. Lima  partai anggota koalisi pemerintah  tidak diajak: Anda sudah tahu siapa yang lima itu.

Masih ada satu aksi besar lagi yang terjadi hari-hari itu: yakni penampilan Presiden Jokowi di depan Rakernas Relawan Projo.

BACA JUGA: Sapi Tanah

Dari berbagai aksi dan reaksi itu, terlihatlah bahwa semuanya masih serbaabu-abu. Dan itu membuat perbincangan di medsos –pengganti obrolan di warung kopi– menjadi kian asyik.

Semua manuver itu hebat. Namun, tidak ada yang hebatnya mengalahkan tiga video yang viral tiga hari terakhir.

Pertama, video Puan yang lagi memvideo Megawati dan Jokowi di meja kerja ketua umum PDI Perjuangan itu.

Kedua, video selfi yang dibuat Puan Maharani. Dan ketiga, yang paling seru, video pidato Megawati di depan Raker.

Luar biasa serunya.

Yang merancang agar video itu beredar luas benar-benar hebat. Itu sudah satu manuver tersendiri. Yakni bagaimana dari video itu bisa dimunculkan kesan bahwa Megawati itu powerful. Pun sampai seorang Presiden Republik Indonesia harus tampil seperti itu  di depan Megawati.

Kalau memang ada tujuannya begitu maka video ini berhasil sekali. Pembuatnya layak dapat bintang. Demikian juga yang memilih video itulah yang harus beredar. Pun yang mengeditnya.

Apakah Presiden Jokowi dirugikan?

Sama sekali tidak. Justru Presiden Jokowi mendapat keuntungan yang tidak kalah besar. Melihat adegan itu Pak Jokowi mendapat simpati yang luar biasa. Termasuk dari saya.

Begitu banyak yang memuji Presiden Jokowi: sabar, tabah, tanpa emosi, andap asor, mengalah, dan sikap segala simbol kemengalahan.

Memang ada falsafah Jawa ini: mengalah untuk menang. Itu lebih baik daripada berebut menang tetapi kalah.

Rasanya semua orang kini harus belajar menahan ego seperti Presiden Jokowi mampu melakukannya di depan Megawati.

Kesimpulan saya: hari itu Megawati menang. Hari itu Jokowi menang.

Banyak yang bertanya: siapa yang membuat video di ruang kerja Megawati itu. Ada yang menebak: Pramono Anung. Ia adalah Menseskab yang juga mantan sekjen PDI Perjuangan.

Yang pasti: bukan Puan.

Justru Puan terlihat lagi membuat video. Di situ Puan menyebutkan siapa saja yang ada di ruangan itu. Ada nama Pramono, tetapi tidak terlihat di video. Berarti Pramono yang memegang HP untuk memvideo itu.

Melihat video-video itu bisa saja tiap orang berbeda penilaian. Berbeda kesan.

Suasana kebatinan Anda pasti berbeda dengan Anda yang lain. Dan itu akan memengaruhi suasana kebatinan berikutnya setelah Anda dan Anda melihat video yang viral kemarin itu.

Adegannya: Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati duduk di kursi empuk bersandaran tinggi di belakang meja kerjanyi. Presiden Jokowi menghadap meja itu, duduk di kursi yang sangat biasa, yang umum dipakai di meja makan rumah orang biasa.

Kesan umum yang muncul: Jokowi lagi menghadap Megawati. Yakni Jokowi yang bukan presiden Republik Indonesia, tetapi Jokowi yang kader partai. Yang harus tunduk kepada ketua umumnya.

Namun, di video lainnya terlihat Puan Maharani lagi membuat video adegan itu. Puan mengucapkan narasi siapa saja yang ada di ruang itu. Ketika gambar sampai pada Jokowi, Puan menyebutnya sebagai presiden.

Bagaimana perasaan Anda sendiri ketika melihat video itu?

Saya mencoba tes perasaan beberapa teman dari aliran yang berbeda. Umumnya mereka mengatakan ''kasihan Pak Jokowi''. Apalagi melihat body language Pak Jokowi yang terlihat sangat nerimo.

Namun, perasaan bukanlah cermin kebenaran. Perasaan lebih mencerminkan emosi. Padahal, apa yang sebenarnya terjadi mungkin biasa saja: hari itu akan ada acara pembukaan Rakernas PDI Perjuangan. Yakni di markas pusat partai itu di Jakarta Selatan.

Tentu kader-kader terbaik partai diundang, termasuk Jokowi yang menjabat Presiden Indonesia.

Sambil menunggu acara dimulai, tokoh-tokoh tertentu singgah dulu di ruang transit. Kebetulan ruang singgah itu adalah ruang kerja ketua umum. Maka Pak Jokowi singgah di situ. Ia duduk di kursi paling dekat dengan ketua umum. Kebetulan kursi terdekat adalah yang di depan meja kerja ketua umum.

Adakah kejadiannya serbakebetulan seperti itu? Atau sudah didesain? Kita tidak tahu apakah ketua umum tiba lebih dahulu. Atau Pak Jokowi. Apakah Pak Jokowi sendiri yang begitu tiba memilih kursi itu, atau diarahkan untuk duduk di situ.

Mengapa tidak didesain dengan bentuk lain? Misalnya ada beberapa kursi di depan meja ketua umum? Tidak hanya satu kursi seperti itu?

Namanya saja politik. Ketua umum partai adalah pemilik kuasa yang sebenarnya. Dahulu ada yang mengira DPR-lah yang paling berkuasa. Ternyata semua anggota DPR takut pada ketua umum masing-masing.

Apalagi, kalau ketua umum itu cantik dan kharismatik, seperti pujian Presiden Jokowi kepada Megawati di depan pembukaan Rakernas.

Hidup Ketua Umum! (*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Garuda Napas


Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler