JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mulai kewalahan atas banyaknya permintaan perlindungan. Karena itu, LPSK menandatangani MoU (kesepakatan kerja sama) perlindungan dengan Komisi Yudisial (KY). Terutama perlindungan terhadap whistle-blower kasus mafia hukum dan peradilan.
Selama ini perlindungan terhadap golongan tersebut susah dilakukan karena terbentur aturan. UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban mengizinkan LPSK melindungi whistle-blower hanya jika kasus pidananya sudah dalam penanganan. Jika mereka baru sebatas melapor ke KY, LPSK kesulitan untuk melindungi.
Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengatakan, beberapa permohonan perlindungan whistle-blower dalam kasus mafia hukum dan peradilan sudah masuk ke pihaknya. "Di antaranya dugaan korupsi yang dilaporkan warga berinisial TW, SA, dan SW," urainya. Selain itu, ada kasus pembunuhan tahanan Polsekta Bukittinggi, Sumatera Barat, Erik Alamsyah.
Dalam perlindungan saksi dan pelapor kasus-kasus tersebut, selama ini LPSK sebatas berkoordinasi dengan KY karena pihak-pihak yang dilaporkan adalah aparat penegak hukum. Akibatnya, perlindungan pun tidak bisa maksimal. Karena itu, MoU tersebut bisa menjadi solusi untuk menyiasati celah regulasi perlindungan saksi dan korban.
Menurut Haris, saksi dalam kasus mafia peradilan kerap menuai ancaman dan intimidasi. "Karena yang dilaporkan kebanyakan para petinggi aparat penegak hukum," katanya. Jika kasus yang dilaporkan itu belum ditangani, otomatis LPSK tidak punya pegangan untuk melindungi para whistle-blower tersebut.
Lewat MoU itu LPSK menargetkan ada kerja sama yang lebih intens di sejumlah bidang. Terutama dalam pendidikan, pelatihan, penelitian, dan pertukaran tenaga ahli. KY diharapkan ikut membantu perlindungan para whistle-blower kasus mafia hukum dan peradilan. (byu/c9/ca)
Selama ini perlindungan terhadap golongan tersebut susah dilakukan karena terbentur aturan. UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban mengizinkan LPSK melindungi whistle-blower hanya jika kasus pidananya sudah dalam penanganan. Jika mereka baru sebatas melapor ke KY, LPSK kesulitan untuk melindungi.
Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengatakan, beberapa permohonan perlindungan whistle-blower dalam kasus mafia hukum dan peradilan sudah masuk ke pihaknya. "Di antaranya dugaan korupsi yang dilaporkan warga berinisial TW, SA, dan SW," urainya. Selain itu, ada kasus pembunuhan tahanan Polsekta Bukittinggi, Sumatera Barat, Erik Alamsyah.
Dalam perlindungan saksi dan pelapor kasus-kasus tersebut, selama ini LPSK sebatas berkoordinasi dengan KY karena pihak-pihak yang dilaporkan adalah aparat penegak hukum. Akibatnya, perlindungan pun tidak bisa maksimal. Karena itu, MoU tersebut bisa menjadi solusi untuk menyiasati celah regulasi perlindungan saksi dan korban.
Menurut Haris, saksi dalam kasus mafia peradilan kerap menuai ancaman dan intimidasi. "Karena yang dilaporkan kebanyakan para petinggi aparat penegak hukum," katanya. Jika kasus yang dilaporkan itu belum ditangani, otomatis LPSK tidak punya pegangan untuk melindungi para whistle-blower tersebut.
Lewat MoU itu LPSK menargetkan ada kerja sama yang lebih intens di sejumlah bidang. Terutama dalam pendidikan, pelatihan, penelitian, dan pertukaran tenaga ahli. KY diharapkan ikut membantu perlindungan para whistle-blower kasus mafia hukum dan peradilan. (byu/c9/ca)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Situs Bung Karno Jangan Jadi Monumen Mati
Redaktur : Tim Redaksi