jpnn.com - JPNN.com JAKARTA - Wacana pembubaran lembaga negara, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) kembali mengemuka. Itu setelah DPD dianggap perannya minim dan kewenangannya sangat lemah secara konstitusi.
Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis mengatakan, hanya ada dua pilihan menyikapi kondisi DPD saat ini. Dibubarkan saja karena bikin boros anggaran negara atau dikuatkan dengan penambahan kewenangan.
BACA JUGA: Megawati: Tahu-tahu Pak Ridwan Kamil Sudah Pakai Baju Merah saja
"Saya mengusulkan pembubaran DPD bila kewenangan hanya seperti saat ini saja," katanya saat dihubungi wartawan, Selasa (30/8).
Menurut Margarito, yang perlu dipikirkan juga bila DPD diberi kewenangan lebih. Alasannya, dengan menambah kewenangan kepada senator seperti bisa mengambil keputusan akan berdampak signifikan bagi jalannya pemerintahan.
BACA JUGA: Buka Pameran Kosmetik dan Jamu, Mbak Puan Teringat Masa Kecil
"Kami khawatir dengan kewenangan lebih mereka bisa ngaco," ucap Margarito.
Yang terpenting juga kata dia, bukan soal penambahan kewenangan, tapi bagaimana kewenangan itu digunakan dan bagaimana mengelolanya dengan baik. "Itu yang harus dipikirkan sama-sama," saran dia.
BACA JUGA: Anggota DPR Sekolah Lagi? Kapan Rapatnya...
Dia mencontohkan soal pembahasan APBN. Bila pemerintah dan DPR sudah setuju dengan pembahasan tersebut, sementara DPD belum mau membahas, maka jalannya pemerintahan akan terganggu karena belum ada keputusan bulat dari tiga lembaga.
"Ini yang mesti pikirkan solusinya dan selama ini menjadi kekhawatiran pemimpin partai politik," ucapnya.
Dengan itu, Margarito berkeinginan masalah seperti ini tidak akan terjadi kedepanya bila nantinya DPD diberi kewenangan lebih.
Permasalahan lainnya, kata Margarito adalan pengawasan terhadap anggota DPD sangat sulit dilakukan karena mereka tidak mempunyai atasan dan berhak mengatur dirinya sendiri.
"Jadi kalau ada anggota DPD ngaco bagaimana menegurnya? Ini harus dicarikan solusinya." tanya dia.
Lain halnya dengan anggota DPR. Bila mereka macam-macam atau aneh aneh dalam menjalan tugasnya bisa langsung dilaporkan ke ketua fraksi maupun ketua partai untuk diberikan sanksi maupun teguran. "Jadi mekanisme kontrol bisa dilakukan dengan baik," tandasnya.
Untuk itu, bila nantinya DPD betul-betul diberi kewenangan lebih dengan bisa mengambil keputusan semua permasalahan harus klir. "Jangan sampai pemerintahan malah menjadi stuck," pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua Komite I DPD Benny Ramdhani mengaku setuju dengan wacana DPD dibubarkan sepanjang peran dan kewenangannya tidak dikuatkan. "DPD hanya menghabiskan uang rakyat secara mubazir,” cetus Benny dalam diskusi “Kembali soal Masa Depan Perwakilan Politik” di Cikini, Jumat (26/8).
Dia menyebutkan, setiap tahunnya masing-masing anggota DPD menyedot dana APBN Rp 2,5 miliar. Dikalikan 132 anggota DPD selama lima tahun, jumlahnya cukup besar. Komponen pendapatan anggota DPD itu, lanjutnya, gaji bulanan Rp 70 juta, jatah reses empat kali setahun dengan anggaran Rp 300 juta setiap reses, setiap bulan pulang ke dapil dengan SPPD Rp 24 juta, ada juga FGD empat kali dijatah Rp 35 juta untuk acara diskusi itu.
Juga kunker ke luar negeri dua kali setahun dengan jatah Rp 150 juta setiap kali bepergian. “Pulang dari luar negeri bersih bisa mengantongi 75 juta. Jadi semacam uang haram selama DPD tidak bisa menyuarakan aspirasi rakyat daerah yang diwakilinya,” cetus senator asal Sulut itu.
Dia mengatakan juga tidak pernah tahu seperti apa hasil reses para anggota DPD. “Hasil reses, jangankan dijadikan untuk apa, gudangnya untuk menyimpan berkas hasil reses pun saya tidak tahu,” ucapnya lagi.
Dia menyebut fungsi DPD minim. Diberi peran pengawasan, tapi hasilnya diserahkan ke DPR. Ikut memberikan pertimbangan pemilihan calon anggota BPK, hasilnya pun diserahkan ke DPR.
“Dan sama sekali tak punya fungsi anggaran. Jadi pilihannya ekstrem, DPD diperkuat atau dibubarkan,” pungkasnya. (jpg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Maluku Siap Gelar Pesta Teluk Ambon 2016 Bertema Alam Beta Indah
Redaktur : Tim Redaksi