JAKARTA–Ketua Komite III Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Prof Istibsjaroh khawatir terhadap dampak putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian pengujian UU No 1/1974 tentang Perkawinan oleh Machica Mochtar.
MK memutuskan bahwa anak yang dilahirkan di luar perkawinan tak hanya berhubungan secara perdata dengan ibunya, tapi juga laki-laki yang terbukti sebagai ayahnya.
Istibsyaroh memahami bahwa putusan itu untuk mencegah laki-laki mudah berselingkuh dengan perempuan lain. Tapi dia khawatir ketika anak di luar nikah dinyatakan memiliki hak yang sama dengan anak sah, itu mendorong perempuan menganggap enteng pernikahan.
’’Perempuan akan meremehkan pernikahan karena anak di luar nikah pun memiliki hak sama. Ini seperti mendorong orang melakukan pergaulan bebas di luar nikah,’’ kata Istibsjaroh.
Mestinya, lanjut dia, putusan MK mengacu kepada ajaran Islam. Dalam Islam, pernikahan dianggap sah jika ada kedua mempelai, saksi dan yang menikahkan. Tidak peduli itu pernikahan siri atau dicatatkan di Kantor Urusan Agama.
’’Anak hasil nikah siri atau non-siri memiliki hak sama atas nafkah dan waris dari bapaknya. Kecuali anak hasil luar nikah, dia tidak memiliki hak apa-apa atas bapaknya,’’ jelas Istibsjaroh.
Itu berbeda dengan aturan dalam pasal 43 ayat 1 UU No 1/1974 yang dibatalkan MK. Berdasarkan pasal ini, anak hasil nikah siri hanya memiliki hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya, tidak dengan bapaknya. ’’Akan lebih baik jika MK membatalkan aturan dalam undang-undang ini dan menggantinya sesuai ajaran Islam.
Bahwa anak hasil nikah siri memiliki hubungan perdata juga dengan bapaknya, kecuali anak di luar nikah. Jadi putusan MK tidak terkesan melegalkan zina,’’ jelas senator asal Jawa Timur ini.
Dia mengakui, UU No 1/1974 tentang Perkawinan ini harus sudah direvisi, karena banyak yang tidak relevan dengan kondisi sekarang. ”Usia undang-undang itu sudah lebih dari 30 tahun, banyak hal yang tidak relevan lagi. Mestinya sudah direvisi,” katanya.
Sebelumnya, Ketua MK Mahfud MD sudah membantah bahwa putusan MK ini melegalkan zina. Justru, katanya, putusan ini untuk menghindari perzinahan. Sekarang banyak laki-laki sembarangan menggauli perempuan, gampang punya istri simpanan, dan kawin kontrak. ”Kemudian laki-laki semacam ini meninggalkan anak dan dibebankan kepada ibunya,” kata Mahfud.
Putusan MK, lanjutnya, justru akan membuat takut para pria yang tak bertanggung jawab itu. Dengan putusan tersebut, anak tak hanya dibebankan pada ibu, tapi juga ayahnya.
”Laki-laki yang seenaknya menggauli perempuan akan takut, karena dia harus bertanggung jawab terhadap anak hasil hubungan gelap,” jelasnya. Selain itu, putusan MK juga menjadi solusi bagi anak yang lahir dari pernikahan siri. (dri)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hari Ini Finalisasi RPP Honorer jadi PNS
Redaktur : Tim Redaksi