SURABAYA - Pengusutan kasus dugaan penyimpangan dalam pertukaran satwa Kebun Binatang Surabaya (KBS) yang terkesan berlarut-larut mendapatkan sorotan banyak kalangan. Tidak terkecuali para pemerhati satwa. Mereka berharap penyelidikan oleh Polrestabes Surabaya itu segera dituntaskan.
Menurut Tjuk K. Sukiadi, mantan sekretaris pengurus KBS, dalam kasus ini dirinya teringat ketegasan Polres Surabaya Selatan pada 19 September 2001. "Saat itu ada pengurus KBS yang langsung ditahan hanya karena membawa burung jalak bali keluar KBS," ungkapnya kemarin (24/10).
Yang disampaikan Tjuk tersebut terkait dengan Pjs Ketua Perkumpulan Taman Flora dan Satwa KBS Kamilo Kalim dan Bambang Suharjito yang menjadi pelaksana hariannya.
Ketika itu, Kamilo ditahan lantaran polisi menemukan empat jalak bali di rumahnya di Jalan Dukuh Kupang Raya.
Mengapa? Sebab, jalak bali termasuk satwa endemik yang dilindungi undang-undang. Penangkarannya juga harus atas seizin menteri. Adapun Bambang ditahan karena diduga mengtahui penangkarannya dan ikut bersekongkol. Dua pengurus itu dijerat pasal 374 KUHP tentang Penggelapan dalam Jabatan.
Dasar polisi menahan Kamilo adalah ketentuan yang menyebutkan bahwa izin penangkaran satwa yang dilindungi negara berasal dari Kementerian Kehutanan. Kamilo dan Bambang pun langsung ditahan di Polres Surabaya Selatan yang saat itu dipimpin Ajun Komisaris Besar Wahyu Indra Pramugari. Memang sempat terjadi pro-kontra. Tapi, polisi dengan tegas tetap menahan dua orang tersebut.
Tjuk lantas membandingkan kasus itu dengan keseriusan polisi yang menangani kasus pertukaran sedikitnya 420 satwa KBS dengan prosedur yang diduga dilanggar. Karena itu, dia pun berharap ketegasan serupa bisa diterapkan jajaran Polrestabes Surabaya yang menangani kasus tersebut. "Dulu itu hanya empat jalak bali. Kalau sekarang kan ada 420 satwa," ujar dosen Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga tersebut.
Yang mengherankan, proses hukum yang terlihat berjalan cepat adalah dugaan pencemaran nama baik karena membeber ketidakberesan pertukaran 420 satwa itu. Kasus tersebut menimpa Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dan pengamat satwa Singky Soewadji. Keduanya dilaporkan Ketua Perhimpunan Kebun Binatang Seluruh Indonesia (PKBSI) Rahmat Shah dan sekretarisnya, Tony Sumampau. "Menurut saya, ini agak aneh orang yang melaporkan adanya tindak kejahatan malah diperkarakan," tuturnya.
Namun demikian, Tjuk pun tetap meyakini polrestabes di bawah kepimpinan Kombespol Setija Junianta bisa segera menuntaskan kasus 420 satwa. Terlebih, sudah banyak pihak atau saksi yang dimintai keterangan. Mulai orang-orang yang terlibat dalam perjanjian pertukaran satwa hingga saksi ahli.
Pernyataan senada diungkapkan Ketua Badan Pengawas Perusahaan Daerah Taman Satwa (PDTS) KBS Heri Purwanto. Dia pun berharap, gelar perkara di Mabes Polri menunjukkan keseriusan polisi untuk menindak orang-orang yang "mengeluarkan" satwa dari KBS yang diduga tidak mematuhi aturan. "Kalau digelar di mabes, itu artinya ada atensi khusus. Jadi, saya harap juga bisa segera benderang," imbuhnya.
Menurut Heri, kasus tersebut tidak hanya menjadi perhatian banyak kalangan pencinta satwa. Tetapi, juga masyarakat luas. Bahkan, pencinta satwa di luar negeri terus mengikuti perkembangan kasus tersebut. "Karena itu, tentu tidak akan ada yang berani main-main dengan kasus ini. Sebab, banyak yang menyoroti," ungkapnya.
Seperti diberitakan, kasus pertukaran 420 satwa KBS menjadi sorotan luas. Dalam perkembangannya, Mabes Polri belakangan ternyata ikut turun tangan. Rabu (22/10) ada gelar perkara di Jakarta. Sejumlah pihak diundang. Namun, agenda tersebut terbilang mendadak dan mengagetkan. Ada kekhawatiran, kasus itu nanti masuk peti es. Padahal, banyak kalangan berharap segera ada titik terang dan ada efek jera sehingga praktik itu tidak terjadi lagi.
Beberapa pihak menyebutkan, sebetulnya dalam kasus ini sudah ada titik terang. Di antaranya, ada aturan bahwa pertukaran satwa harus dengan satwa. Tidak boleh dengan kendaraan atau museum. Selain itu, kondisi lokasi tempat pemindahan tersebut harus lebih baik daripada kandang asal. Faktanya, berdasar hasil penelusuran Jawa Pos, sejumlah kondisi kandang ternyata tidak lebih layak dari KBS.
Kasus pertukaran satwa itu terungkap dari perjanjian KBS saat masih di bawah tim pengelola sementara (TPS). Ada enam surat perjanjian pemindahan satwa KBS. Yakni, Mirah Fantasia (Banyuwangi), Jatim Park (Batu), Taman Safari Indonesia II (Prigen, Pasuruan), dan Taman Satwa Lembah Hijau (Bandar Lampung). Lalu, pihak Maharani Zoo dan Gua Lamongan serta Taman Satwa Pematang Siantar, Sumatera Utara.
Sebelumnya wali kota berharap ratusan satwa di KBS yang dipertukarkan itu dikembalikan. Salah satu pertimbangannya, ada beberapa satwa yang malah tidak bisa berkembang karena tukar-menukar tersebut. Contohnya, jerapah yang sendirian di KBS dan tidak bisa berkembang biak. Juga, menyangkut faktor keselamatan satwa.
Sementara itu, Kasatreskrim Polrestabes Surabaya AKBP Sumaryono mengatakan, Mabes Polri dalam ini Biro Wasidik Bareskrim ikut turun tangan lantaran dianggap sebagai kasus menonjol. Sebab, hal itu terkait satwa-satwa konservasi yang dilindungi.
Selain itu, beberapa pihak pun juga menantikan kepastian hukum yang jelas atas kelanjutan perkara tersebut. "Ini sudah bukan lagi kasus kecil yang biasa lho," ucapnya.
Dari gelar perkara di Mabes Polri beberapa waktu lalu, jajaran penyidik masih butuh tambahan saksi-saksi lain untuk mendalami lebih teknis. Sebab, pemindahan satwa tersebut diduga menabrak SOP maupun perundangang-undangan konservasi.
"Kami akan kumpulkan lagi saksi-saksi ahli baru lainnya untuk mendalami analisa. Khusunya ahli hukum administrasi negara. Doakan segera mengerucut lagi," ujar alumnus Akpol 1996 itu.
Polisi rencananya juga akan menyelidiki izin lembaga konservasi (LK) dari masing-masing lokasi pemindahan satwa dari KBS. Tercatat ada enam lembaga konservasi di enam lokasi pemindahan.(jun/shy/c10/hud)
BACA JUGA: Kepergok Indehoi, Gadis Kabur Tinggalkan CD di Motor
BACA ARTIKEL LAINNYA... Seorang Wanita Ditemukan Membusuk dan Mulut Keluar Belatung
Redaktur : Tim Redaksi